PEMIMPIN di Daerah dituntut secara cepat dan cermat melakukan penataan kelembagaannya termasuk menata PNS-nya, khususnya Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) pratama.
Hal ini berkaitan dengan mendesaknya waktu pelaksanaan amanat PP No 18/2016 tentang Perangkat Daerah terkait kesinambungan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, serta pelayanan publik.
Pasca disahkannya PP tersebut, terdapat perubahan nomenklatur JPT, baik yang digabung, dipecah atau yang kewenangannya dipindahkan ke pemerintahan yang lebih tinggi.
Kekosongan jabatan yang terjadi dapat mengakibatkan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menyalahgunakan kewenangannya untuk menempatkan pejabat yang tidak kompeten karena memiliki hubungan pertemanan, kekeluargaan, atau hubungan politik.
“PPK tidak boleh sewenang-wenang untuk mengisi JPT yang kosong. Jabatan tersebut harus diisi melalui uji kesesuaian. Hal ini harus dikawal,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Asman Abnur.
PPK diharapkan lebih mempertimbangkan aspek keadilan dan transparansi dalam pengisian JPT. Selain itu, PPK harus memperhatikan kualifikasi, kompetensi dan kinerja pejabat, serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pejabat yang tidak menduduki JPT.
Menteri Asman menambahkan, banyak pertanyaan yang masuk terkait dengan regulasi pengisian JPT di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Untuk itu, Menpan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: B/3116/M.PANRB/09/2016, tanggal 20 September 2016, tentang Pengisian JPT di Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Dengan terbitnya SE tersebut, diharapkan pengisian JPT, dapat dilaksanakan dengan cepat dan tetap memperhatikan ketentuan Undang-Undang No 5/2014 tentang ASN,” kata Asman seperti dikutip dari laman Menpan.go.id. ***