Khas
“Naik Turun Tarif UWTO Batam”

KENAIKAN Tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) tidak akan lebih dari 150% dari tarif lama. Kesepakatan itu dihasilkan dalam pertemuan antara pemerintah, BP Batam, Pemko Batam dan beberapa perwakilan pengusaha di Jakarta beberapa hari kemarin.
Rapat itu dihadiri Menteri ATR Sofyan Jalil, Menkumham Yasona Laily, Wakil Menteri Keuangan, Staf Ahli Mendagri Nuryanto, Wawako Batam Amsakar Ahmad, anggota DPRD Kepri yang juga tim teknis Taba Iskandar.
Sesuai hasil pertemuan, revisi Peraturan Ketua (Perka) BP Batam Nomor 19 Tahun 2016 tentang UWTO segera dilakukan oleh tim teknis yang diketuai Sekretaris Menko Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo.
Ketua BP Batam Hatanto Reksodipoetro dilansir beritasatu.com menyatakan, skenario awal yang diajukan oleh tim teknis adalah kenaikan tarif berkisar 150%, 200%, dan 250% dari tarif lama.
Tapi, kemudian disepakati kenaikan tarif tidak lebih maksimal 150% dari tarif lama. Dengan tarif yang lebih murah ini, harga pasar tanah di Batam diharapkan juga tidak akan melambung tinggi.
“Argumentasi kan kalau tarif UWTO turun maka investor akan berdatangan. Pertanyaan saya mayoritas lahan ini ‘kan sudah milik orang, kalau investor dapatnya lahan orang, apa harga pasar juga bisa turun mengikuti tarif UWTO yang turun? Terus terang, harapan kami dengan penurunan tarif ini agar harga pasar juga turun,” kata dia di Jakarta, Jumat (25/11).
Hatanto mengakui, kenaikan tarif dalam perka lama memang lebih tinggi, sekitar 300-400%.
Tapi itu terbatas hanya beberapa objek saja. Ia juga mengakui akan lebih menerapkan tarif yang adil bagi permukiman/residensial. Dalam perka lama, untuk pemilik tanah di atas 500 meter persegi tarifnya dibedakan.
“Tadinya saya kira itu fair, masa pemilik tanah 1.000 meter persegi disamakan tarifnya dengan yang hanya punya 72 meter persegi misalnya,” kata dia di beritasatu.com.
Hatanto menegaskan, tim teknis akan segera merevisi perka lama. Adapun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 148/PMK.05/2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tidak akan direvisi mengingat butuh waktu lama untuk merevisi sebuah PMK.
Beleid ini menyebut tarif alokasi lahan baru yang diperuntukkan untuk komersial atau jasa dari semula Rp 20.500 hingga Rp 93.250 per meter persegi menjadi Rp 23.400 hingga Rp 6.590.000 per meter persegi. Sedangkan, untuk perpanjangan lahan dari semula Rp 20.500 hingga Rp 93.250 per meter persegi menjadi Rp 32.300 hingga Rp 6.878.000 per meter persegi.
Khusus peruntukkan pariwisata, tarif lama alokasi lahan baru Rp 14.000 hingga Rp 51.250 per meter persegi menjadi Rp 15.100 hingga Rp 4.115.000 per meter persegi. Sedangkan untuk perpanjangan lahan, tarif lama Rp 14.000 hingga Rp 51.250 per meter persegi menjadi Rp 21.500 hingga Rp 6.677.000 permeter persegi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofjan Djalil membenarkan, pemerintah pusat, walikota Batam serta BP Batam sudah sepakat soal kenaikan tarif yang maksimal hanya 150% namun tetap dalam tarif berjenjang.
“Tarif akan diumumkan begitu aturannya sudah direvisi. Kelihatannya perka lebih memungkinkan (ketimbang PMK) untuk direvisi karena lebih cepat prosesnya,” lanjutnya.
Tarif UWTO Permukiman
Wakil Walikota Batam Amsakar Achmad mengusulkan agar tarif untuk permukiman dikembalikan saja pada mekanisme pengelolaan tanah di pemda yakni jangan ada kenaikan tarif bila perlu ditiadakan.
Ia tidak mempermasalahkan kenaikan tarif bagi pelaku bisnis dan industri perdagangan, tapi kenaikan tarif bagi pemukiman dinilai memberatkan.
“Tadi ada rumusan yang cukup bijak dari Menko, bahwa angka itu jangan varian tapi final dan maksimal naiknya hanya 150%, usulan sebelumnya ‘kan naik hingga 300% lebih. Tapi untuk permukiman kalau bisa dinolkan saja. Karena perpespi masyarakat itu berbeda, ketika mereka memakai tanah mereka sudah berangggapan itu milik mereka. Padahal mereka harus membayar tarif 30 tahun setelahnya, kemudian 20 tahun lagi setelahnya dan 30 tahun lagi setelahnya. Jadi ketika ada isu kenaikan tarif mereka langsung panik,” kata Amsakar.
Gubernur Kepri Nurdin di laman tanjungpinangpos.co.id menegaskan pihaknya ingin permasalahan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) selesai secepatnya. Kalau berlarut-larut, Batam sebagai daerah investasi bisa tidak kondusif.
”Yang penting bagaimana peninjauan kembali masalah UWTO ini selesai dengam cepat,” kata Nurdin.
Menurut Nurdin, Menko Perekonomian Darmin Nasution pun ingin hal ini cepat selesai.
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan pun dengan semangat mencari solusi, bukan mengedepankan ego sektoral.
”Kita ingin semuanya kondusif. Batam berdaya saing dan tidak mahal,” kata Nurdin.
Tarif UWTO Turun, Batam Kondusif
KETUA Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Jadi Rajagukguk meminta agar seluruh pengusaha dan masyarakat menjaga kondusivitas sehingga iklim investasi tetap terjaga.
Nada optimis ini dilontarkan setelah adanya kepastian bahwa tarif lahan dan tarif lainnya akan direvisi pada Minggu mendatang oleh Dewan Kawasan (DK).
Kadin Batam sebagai mitra strategis pemerintah menurutnya, berkewajiban mendukung penuh program dan kebijakan pemerintah baik Pemerintah Kota (Pemko) Batam maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Kadin Batam juga bertanggug jawab untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha sesuai dengan amanah UU Nomor 1 Tahun 1987,” jelasnya.
Kalau ada pengusaha yang nakal, lanjutnya, Kadin Batam juga berkewajiban untuk menegur dan bahkan menindak kalau memang bersalah.
“Tapi jangan digeneralisir bahwa semua pengusaha itu nakal,” ujarnya.
Sedangkan anggota tim teknis DK, Taba Iskandar mengatakan pembenahan Batam dimulai dengan perubahan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) Batam. ***