NOTARIS kawakan Soehendro Gautama dan pengusaha ternama Batam Yuwanky digugat oleh Tamrin Irawan. Adapun gugatan tersebut karena Soehendro dan Yuwanky diduga telah bekerja sama mencampakkan Tamrin dari posisinya sebagai komisaris di PT Triocom, tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kuasa Hukum Tamrin, Parlindungan mengatakan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) akan fokus pada PMH, dimana Soehendro dan Yuwanky telah bekerja sama menerbitkan akta perubahan PT Triocom tanpa RUPS, persetujuan dan pemberitahuan kepada Tamrin Irawan.
Pada awalnya, Tamrin dan Yuwanky mendirikan PT Triocom pada Juni 1988, dimana Yuwanky sebagai direktur dan Tamrin sebagai komisaris.
“Pada masa itu, perusahaan ini sangat berkembang bisnisnya, dan bahkan sempat beberapa kali memberikan dividen dari bisnis yang dijalankan. Sampai pada suatu saat, Tamrin hijrah ke Pekanbaru. Setelah itu, terhadap maju dan mundurnya PT Triocom, Yuwanky tidak pernah sama sekali memberitahukan klien kami, baik mengenai perkembangan bisnis, RUPS, bagi hasil keuntungan, bahkan mengenai kendala,” katanya di Batam Centre, Kamis (23/2).
Tamrin membiarkan kerisauan tersebut selama bertahun-tahun. Hingga pada 2021-2022 lalu, Tamrin berusaha menghubungi Yuwanky, namun tidak direspon sama sekali.
“Sejak Oktober 2022, Tamrin berikan kuasa kepada saya untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Saat kami telusuri di Kantor Notaris Soehendro Gautama di Batam, ternyata Soehendro telah menerbitkan akta perubahan pada 13 Mei 1993 tanpa adanya pemberitahuan kepada klien kami,” jelasnya lagi.
Tamrin pun heran, karena ia belum pernah menemui Soehendro, tapi di akta tertera tanda tangannya. Dan ada pernyataan bahwa Tamrin telah sukarela mengundurkan diri dari Triocom, namun Yuwanky tetap menjabat sebagai direktur.
“Jelas kalau persoalannya benar demikian, maka secara pidana telah masuk unsur pidana pemalsuan dan penipuan. Kemudian secara perdata dan etika bisnis, mereka telah melakukan PMH. Lalu, secara kode etik, Notaris Soehendro Gautama telah melakukan pelanggaran akibat menerbitkan akta otentik tanpa adanya kehadiran dan tandatangan para pihak yang menghadap dirinya,” tegasnya.
“Mengenai segala isi dalam akta perubahan tersebut diakui adalah fiktif dan berisikan kebohongan semua. Klien kami secara tegas membantah telah menghadap Notaris Soehendro atas perubahan akta dan menyatakan tidak benar telah mengundurkan diri dari PT Triocom. Yang parahnya lagi, klien kami juga membantah kalau telah diadakan perhitungan, pembebasan dan perlunasan (aequit et decharge) atas hak dan bagiannya masing-masing dalam perseroan,” jelasnya.
Kemudian pada tahun 2008, Yuwanky telah mendirikan perusahaan bernama PT Triocom Citra Mandiri. Kehadiran perusahaan baru ini diduga untuk menghapus kedudukan serta peran Tamrin terhadap perkembangan bisnis yang telah dijalani oleh Yuwanky melalui atas nama PT Triocom.
Atas dasar inilah, ia mengajukan gugatan PMH ke Pengadilan Negeri Batam. “Dalam gugatan yang kami ajukan, kami meminta kepada para tergugat untuk mengganti kerugian materil akibat tidak adanya penyerahan atau pengembalian penyertaan modal/saham milik klien kami sebesar Rp 35 miliar dan belum termasuk kerugian imateril klien kami, yang ditotalkan sebesar Rp 39,5 miliar,” jelasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum Yuwanky, Bistok Nadeak membenarkan adanya gugatan tersebut. “Kami membenarkan adanya gugatan tersebut, yang sekarang tengah bergulir di pengadilan,” ucapnya.
“Jadi terkait dengan proses gugatan itu, nanti diproses di persidangan,” imbuhnya.
Bistok menegaskan bahwa ia sendiri juga tidak mengetahui terkait PT Triocom. “Soalnya Pak Yuwanky sudah tidak disana lagi. Itu perusahaan baholak, sudah lama sekali,” tegasnya (leo).