KOMUNIKASI jadi salah satu kendala saat mengembangkan Batam yang sepi, dahulu. Infrastruktur masih terbatas. Sementara, target pembukaan wilayah perlu diselesaikan tepat waktu. Listrik sebagai sumber energi utama, masih menjadi barang langka di Batam. Komunikasi via jalur radio amatir di lapangan, jadi pilihan yang paling masuk akal.
Oleh : Bintoro Suryo
PEMBANGUNAN sarana telekomunikasi di Batam sebenarnya sudah ada sejak era Pertamina di tahun 1972. Namun, alat komunikasi saat itu hanya terbatas untuk kalangan Pertamina. Terutama jaringan telekomunikasi stasiun radio pantai yang meliputi pulau Sambu, Batam dan Tanjung Uban (Bintan, pen). Setelah terbentuk Otorita Batam, pembangunan sarana komunikasi dilakukan oleh Badan Otorita Batam (buku ‘Mengungkap Fakta Pembangunan Batam’ era JB Sumarlin – Ibnu Sutowo).
Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam pada dekade awal 80-an, Brigjend Soedarsono, juga menginstruksikan penggunaan radio amatir untuk membantu komunikasi dalam membangun Batam.
“Pesawat telepon sudah digunakan, tapi masih terbatas sekali. Apalagi perlu menggelar kabel kan. Sistem komunikasi melalui radio, membantu komunikasi saat itu”, kata Koen Indarto Irawan – YF5NCP, seorang anggota Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) Batam saat ini.
Memandang begitu vitalnya komunikasi dalam pengembangan Batam, pemerintah akhirnya merintis pendirian organisasi ORARI di kota ini. Tanggal 28 September 1983, ORARI Batam resmi berdiri. Tiga bulan lebih awal dari pembentukan Pemerintah kota Batam pada 24 Desember 1983.
ORARI adalah bagian dari International Amateur Radio Union (IARU), merupakan Organisasi Amatir Radio Dunia. Ketentuan yang mengatur kegiatan Amatir Radio, diatur pula dalam Radio Regulation yang dikeluarkan oleh International Telecommunication Union (ITU).
“Ketua pertamanya pak Harry Sukaharjono, almarhum, orang Otorita Batam”, ujar Wawan, sapaan akrab pria yang juga menghabiskan masa kecil di pulau ini.
Wawan, sehari-hari sekarang menjadi bagian pengelola Kawasan Industri Terpadu Kabil di bawah Citramas Group. Ia menyebut, alat komunikasi radio amatir punya peran besar membantu membuka keterisoliran pulau Batam saat itu.
Kelebihan komunikasi via radio yang memanfaatkan gelombang frekuensi adalah penggunaannya yang relatif mudah, tidak memerlukan stasiun relai dan repeiter dan bisa langsung terhubung ke dunia luar dengan jangkauan yang luas.
ORARI adalah organisasi tunggal yang mewadahi penggiat amatir radio di Indonesia.
Usia komunikasi itu dihitung dari berdirinya sebuah pemancar radio di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan, pada 5 Mei 1923. Dalam sejarahnya, radio amatir memiliki sumbangsih besar bagi bangsa Indonesia, terutama saat masa-masa kemerdekaan.
Menjelang Perang Dunia II, misalnya. Radio jadi alat tercepat bagi masyarakat dalam mengakses informasi perkembangan dunia.
Gerd Horten dalam bukunya: Radio Goes to War: The Cultural Politics of Propaganda during World War II (2002) menyebutkan, melalui radio masyarakat dunia kala itu “merasa gembira dapat mendengarkan kabar langsung dan terkini dari Eropa.”
“Begitu juga di Batam waktu awal-awal dibangun. Radio amatir memegang peranan penting untuk membuka wilayah ini”, ujar Wawan.
ORARI Masa Kini di Batam
“Di Batam saja saat ini ada 270 (anggota). Yang call sign-nya update ya”, kata Wawan menyebut jumlah anggota ORARI di Batam saat ini.
Untuk menjadi anggota ORARI menurutnya, diperlukan izin. Izin tersebut berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang kembali. Level anggota di organisasi ini juga agak unik. Penyebutannya mirip jenjang di organisasi kepanduan, Pramuka.
“Jadi, kalau dia Anggota baru, berarti levelnya Siaga dulu. Nanti bisa mengikuti ujian negara untuk meningkatkan level keanggotaan, jadi penggalang. Seterusnya adalah penegak”, ujar Wawan.
Sementara call sign dalam aktifitas radio amatir, sama halnya dengan nama. Call sign merupakan nama yang diberikan sesuai izin dan level keanggotaan.
“Kalau saya call sign-nya YF5NCP“, Kata Wawan.
“Jadi, tiap anggota amatir radio di seluruh dunia sekalipun, tidak ada yang sama call sign-nya. Satu call sign untuk satu anggota”, sambung Agus Herlambang – YF5NCQ, Anggota ORARI Batam lainnya.
Agus, sehari-harinya beraktifitas sebagai kepala cabang BNI Batuaji. Ia punya ketertarikan di radio amatir sejak SMP.
“Dulu istilahnya nge-break“, ujarnya tertawa.
Agus yang berasal dari Karimun itu bercerita, kesenangannya terhadap radio amatir ditularkan dari sang ayah.
“Jadi, orang tua dulu suka nge-break. Setelah dia selesai, gantian saya pakai, coba-coba”, kata Agus terbahak.
Sementara Wawan mengaku, juga sudah mengenal radio amatir ini sejak kecil. Orangtuanya juga pernah tercatat sebagai anggota ORARI di Batam.
“Tapi, seriusnya baru beberapa tahun ini. Waktu itu mau touring mobil, kebetulan butuh perangkat komunikasi radio amatir. Lama-lama, tertarik lebih serius. Ternyata banyak hal menarik yang bisa dieksplorasi”, kata Wawan.
Di mobilnya saat ini, pria itu juga menempatkan sebuah rig untuk komunikasi mobile. Sementara di rumah, ia memiliki perangkat lain yang disebut base station.
“Sama, saya juga pasang di mobil tu”, lanjut Agus.
Walaupun sekarang komunikasi sudah jauh lebih mudah dengan banyaknya perangkat yang bisa diakses, hampir tiap hari pria itu selalu mengakses radio amatir miliknya untuk berkomunikasi dengan sesama anggota.
“Sering, komunikasi dengan sesama anggota. Misalnya, jalan kita sering sedang ada perbaikan nih. Kita juga sering tukar informasi. Misalnya, di Tiban macet. Kita bisa saling memberitahu. Kadang komunikasi sampai ke Jepang, sesama pengguna radio amatir. Kalau harian, paling nggak kita selalu check in nasional, tiap hari: YF5NCQ report, selamat malam, salam dari Batam 73, gitu”, kata Agus.
Menyapa dan berkomunikasi via frekuensi, menjangkau hingga ke pelosok negeri bahkan dunia, membuat para penggiat radio amatir, punya kedekatan khusus satu dengan lainnya.
“Tau panggilan Om, kan? Itu kalau di radio artinya Old Man, Orang tua. Jadi kita juga biasa menyapa rekan pria di udara dengan sebutan Om, Om Wawan misalnya. Ke personnya, jadi mau dia tua atau muda, tetap dipanggil Om”, ujar Agus.
Sementara untuk wanita, sapaannya adalah YL (dengan ejaan Inggris, pen). Artinya: Young Lady.
Menurut Agus istilah panggilan tersebut, diadopsi dari Amerika Serikat, tempat awal teknologi komunikasi radio ini berkembang.
Seiring perkembangan, perangkat radio amatir yang digunakan juga menjadi lebih modern, walau tetap mengandalkan komunikasi dari frekuensi.
“Orang taunya radio amatir itu kan full analog, ya, pakai frekuensi. Tapi ada juga yang digital. Maksudnya disandingkan dengan software di perangkat komputer untuk menggunakannya”, terang Wawan.
Satu lagi jalur yang bisa digunakan para pengguna radio amatir di ORARI menurut Wawan, adalah komunikasi via satelit. Yang spesial dari voice repeater pada satelit adalah bisa diakses dengan HT kecil standar, sehingga benar-benar bisa digunakan pada situasi darurat.
ORARI Batam di Era 4.0
“Keren juga, walaupun namanya radio amatir, anggota ORARI ini masuk dalam cadangan nasional bidang komunikasi”, kata Wawan.
Sebagai aset dan cadangan nasional dalam bidang komunikasi dan penanggulangan bencana, di masa kini, ORARI juga selalu bermitra dengan TNI dan Polri serta pemerintah daerah, terutama dengan SKPD yang terkait komunikasi.
“Di era digital saat ini, peran radio amatir masih tetap eksis dan diperlukan, terutama dalam keadaan darurat dan bencana alam. Ketika sarana komunikasi digital sulit diakses, radio amatir memiliki peran strategis dalam kemudahan komunikasi,” kata Wahyuadi, ketua ORARI Batam.
Contohnya menurut Wahyuadi – YE5SX, penggunaan radio amatir via satelit. Menurut pria alumni ITS Surabaya, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) – sekarang melebur pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) – sudah meluncurkan satelit.
“Satelit ini merupakan satelit kedua yang benar-benar diciptakan di Indonesia oleh anak bangsa”, ujar Wahyu.
Satelit yang dioperasikan dan mengorbit tersebut, sudah ditambahi dengan perangkat Voice Repeater Radio dan Digipeater APRS. Kedua perangkat tersebut digunakan untuk misi emergency communication pada mitigasi dan evakuasi kebencanaan.
“Walaupun sekarang serba digital, instan dan komunikasi sudah sedemikian mudah, ada saat-saat semua itu tidak bisa digunakan. Misalnya jika terjadi shutdown listrik, atau saat bencana longsor di Natuna dulu”, ujar Wahyu.
Saat itu menurutnya, seluruh jalur komunikasi di lokasi bencana Natuna terputus. Padahal, butuh informasi cepat agar penanganan bisa segera dilakukan.
“Waktu itu pak gubernur sedang di Jakarta, beliau tidak bisa berkomunikasi untuk mengetahui perkembangan terkini di lokasi bencana, protokolnya menghubungi kita, minta update informasi”, terang Wahyu mengingat kejadian musibah longsor yang terjadi di Natuna beberapa waktu kemarin.
ORARI Batam menjadi salah satu yang pertama mengabarkan update perkembangan musibah itu.
Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI), juga telah menjadi media komunikasi yang efektif, termasuk di Batam. Jauh sebelum era Revolusi Industri 4.0.
Sekarang, tantangan yang dihadapi makin besar. Perubahan perilaku manusia dan kecepatan informasi dalam perkembangan teknologi digital jadi tantangannya. Termasuk di Batam, masih sedikit generasi muda yang ingin menjadi Amatir Radio.
“Sampai saat ini, prosentase keanggotaan kami yang milenial itu baru sekitar 10 – 20 persen. Tapi, kami ini orang-orang yang progresive lho”, kata Wawan.
Meski generasi muda identik dengan era 4.0 dan teknologi digital, namun ORARI yang berbasis komunikasi frekuensi analog, menurut mereka, tidak terdisrupsi dan tetap dibutuhkan.
“Ketika kita pergi ke daerah terpencil, daerah kebencanaan, komunikasi digital terputus karena keterbatasan sinyal. Jadi ORARI yang biasanya di depan untuk komunikasi,” kata Wahyu, sang ketua.
Untuk menjangkau generasi sekarang, kegiatan yang berhubungan dengan milenial, juga terus digencarkan. Misalnya keterlibatan para anggota ORARI dalam Jambore On The Air (JOTA) Jambore On The Internet (JOTI) Pramuka Indonesia.
“Pramuka itu kan di bawah binaannya ORARI dari dulu. Morse itu di Pramuka Semapore. Itu bentuk komunikasi”, sebut Wawan.
“Kalau jambore dulu, harus kumpul orangnya. Jambore sekarang itu bisa di udara. Kami (di ORARI) mendukung kegiatan itu di kegiatan JOTA (Jambore on the Air) JOTI (Jambore on the Internet)”, sambung Wahyu.
Menurut Wahyu dan Wawan, memang ada seperti missing link yang menghubungkan generasi milenial dengan teknologi radio di ORARI yang analog. Tapi, itu disikapi dengan lebih terbuka terhadap perubahan itu sendiri.
Selain komunikasi antar anggota dan dukungan untuk kondisi kedaruratan, menurut Wahyu, komunitasnya juga sering melakukan eksperimen berkaitan perangkat komunikasi yang digunakan, menyesuaikan dengan teknologi kekinian.
“Jadi teknologinya juga berkembang. Tapi yang digunakan di ORARI itu kan frekuensi. Itu alam ya, di sistem komunikasi radio, inilah yang kita manfaatkan”, tambah Wawan.
Penggunaan satelit menunjukkan bahwa ORARI juga bergerak mengikuti zaman.
“Satelit itu bukan teknologi main-main. Dengan perangkat kami, kita bisa terhubung melalui satelit sekarang,” lanjut Wahyu.
Kalau dulu tidak ada internet, menurut Wahyu, sekarang radio bisa dikawinkan dengan internet. Nama teknologinya gateway.
“Jadi dari radio connect ke radio yang lain, trus connect ke komputer, komputer ke internet. Lawan bicara juga sebaliknya. Namanya Radio over IP“, terang Wahyu.
Perangkat yang digunakan oleh anggota ORARI di Batam sekarang, juga sudah banyak yang digital. Tapi untuk memancarkannya tetap analog, karena menggunakan frekuensi.
“Kelebihan analog itu, bisa dipancarkan jarak jauh menggunakan daya kecil. Kalau digital, bisa direproduksi”, jelas Wahyu.
Dengan mengkombinasikan teknologi analog dengan digital pada radio komunikasi, para penggunanya bisa memancarkan sinyal komunikasi dengan power minimal, namun menjangkau jauh.
Meski perkembangan digitalisasi saat ini begitu pesat, Wahyu melihat fenomena amatir radio dengan jejaring sosial amatir radio Batam, masih lumayan tinggi.
“Era revolusi industri 4.0 ini bukan tantangan tapi jadi peluang, sehingga seoptimal mungkin harus dimanfaatkan”, katanya.
(*)
Penulis/ Videografer: Bintoro Suryo – Ordinary Man. Orang teknik, Mengelola Blog, suka sejarah & Videography.
Artikel ini pertama kali terbit di : bintorosuryo.com