Hubungi kami di

Khas

Pasir Laut Kepri dan Bui untuk Seorang Menteri

Terbit

|

GoWest.id – Dimulai sejak 1976 oleh Bapak Pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, proyek reklamasi di Negeri Singa telah berhasil memperluas daratan mereka hampir 200 kilometer persegi, dari 527 kilometer persegi menjadi 716 kilometer persegi.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia menyebutkan, reklamasi Singapura yang dipusatkan di pantai barat dan timur itu, membutuhkan delapan miliar kubik pasir yang didatangkan dari Kepulauan Riau dalam kurun waktu 24 tahun (1978-2002).

Singapura untung. Indonesia buntung. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat, nilai kerugian yang dialami Indonesia mencapai 42,38 miliar dolar Singapura. Setiap hari, ada 29 kali kapal hilir mudik membawa ribuan meter kubik pasir laut dari Kepri menuju Singapura. Kapal tersebut berkapasitas muat antara 1.000-4.000 meter kubik sekali angkut.

Pemerintah boleh berteriak. Tetapi, di sebalik berbagai ancaman kerusakan lingkungan dan teritorial negara itu, selalu ada pihak yang diuntungkan. Bisnis pasir laut melibatkan duit besar dan pemain kakap. Tak heran, sekelas menteri pun bisa tersandung fulus pasir laut Kepri.

Menteri Kelautan (2001-2004) Rokhmin Dahuri harus duduk di kursi pesakitan pengadilan tindak pidana korupsi karena kedapatan menerima suap sebesar 400 ribu dolar AS dari pengusaha Singapura pemilik kapal keruk pasir laut.

Ketika itu, Rokhmin juga menjabat ketua Tim Pengendali dan Pengawas Pengusahaan Pasir Laut (TP4L), sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah dan DPR untuk mengawasi penambangan dan penjualan pasir laut dari Kepri ke Singapura.

Semua bermula dari penangkapan tujuh kapal keruk pasir laut ilegal milik Singapura oleh TNI AL pada 2002 di perairan Kepri. Pengadilan Negeri Tanjungpinang menjatuhkan denda Rp 30 juta tiap kapal. Namun TP4L yang dipimpin Rokhmin menolak denda yang dirasa terlalu kecil itu. Pemerintah menginginkan setidaknya negara berhak atas denda 15 persen dari harga kapal 210 juta dolar AS. Di sinilah celah untuk bermain-main terbuka.

BACA JUGA :  PDP di Batam Yang Meninggal 30 Maret Lalu, Positif Covid-19

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu 2 Mei 2007, mantan staf khusus Rokhmin, M Fadil Hasan, mengaku pernah disuruh bosnya itu menemui para pengusaha pemilik tujuh kapal yang ditahan TNI AL itu di Singapura pada Februari 2003. Waktu itulah, ia dititipi duit 400 ribu dolar AS untuk Rokhmin.

Kendati tak menyangkal ihwal uang 400 ribu dolar itu, Rokhmin membantah kepergian Fadil Hasan ke Singapura bertemu pemilik kapal atas suruhannya. Pengadilan akhirnya menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada Rokhmin, seorang berlatar belakang akademisi dari Institut Pertanian Bogor.

Karut marut penambangan pasir laut ini akhirnya dihentikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan saat itu Rini Suwandhi. Ia menerbitkan surat keputusan nomor 117/MPP/Kep/II/2003 pada 28 Februari 2003 yang menetapkan dihentikannya ekspor pasir laut demi mencegah kerusakan lingkungan pesisir dan pulau-pulau. Sejak itu, para pemain pasir laut di Kepri hilang satu demi satu. Mereka yang dulu kaya mendadak dan hidup mewah dari duit pasir, tak sedikit yang jatuh miskin dan terpuruk.

Besarnya putaran uang bisnis pasir selalu dikenang mereka yang pernah menikmati masa-masa kejayaan ekspor pasir laut ke Negeri Singa. Korban pejabat sekelas menteri, tak membuat surut keinginan mereka untuk menghidupkan lagi penjualan pasir ke negara tetangga.

BACA JUGA :  Indonesia Resmi Tertutup Bagi Traveller Dari 8 Negara Hingga Sebulan ke Depan

Pada 2008, misalnya, Asosiasi Eksportir Pasir Laut Kepri mengeluarkan pernyataan mendesak pemerintah dan DPR membuka lagi kran ekspor pasir ke Singapura. Sekretaris Asosiasi, Abdullah Gosse, beralasan ekspor pasir bakal mendongkrak perekonomian daerah karena permintaan dari Singapura masih sangat tinggi. Proyek reklamasi yang digeber sejak 1976 masih jauh dari garis finis. Diperkirakan program perluasan wilayah darat negeri jiran itu baru akan selesai pada tahun 2030. “Selama itu pula mereka masih butuh pasir dari Kepri,” ujar Gosse, mantan bankir Bank Duta.

Di Singapura, pasir laut Kepri dihargai 1,5 dolar per meter kubik. Harga yang amat murah menurut takaran Menperindag Rini Suwandhi. Persoalan harga yang rendah ini juga menjadi salah satu dasar Menteri Rini menerbitkan SK 117/MPP/Kep/II/2003 yang menyetop penjualan pasir ke Singapura. Sebab, nilai yang didapat tak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan kerugian kedaulatan yang mesti ditanggung Indonesia.

Perdagangan pasir laut dari Kepri ke Singapura yang berjalan hampir 24 tahun boleh dibilang memang hanya menguntungkan pribadi, kelompok, dan perusahaan tertentu yang tergabung dalam tiga konsorsium besar pemegang kuasa penambangan (KP). Penjualan pasir nyaris tak berdampak pada pendapatan daerah. Yang ada malah lingkungan rusak parah.

Sepekan terakhir di bulan pertama tahun 2018 ini, rencana ekspor pasir laut Kepri ke Singapura bergaung kembali, seiring pernyataan Gubernur Kepri Nurdin Basirun kepada media terkait rencana pendalaman alur laut. Jika ekspor pasir hidup lagi, akankah ada pejabat yang terkorban lagi? Tidakkah belajar dari sejarah? (*)

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Sebaran

Facebook