Hubungi kami di

Khas

Rusticus, Caesar dan Kebebasan Pers

Terbit

|

GoWest.id – Duduk di ruang sidang parlemen, mencatat hasil-hasil persidangan, lalu menyiarkannya kepada khalayak melalui papan pengumuman, tak memuaskan Julius Rusticus. Rutinitas itu membuatnya gelisah. Ia ingin menulis berita yang berbeda, tentang kegiatan masyarakat dan kehidupan para petinggi negeri.

Rusticus sehari-hari memang bekerja di parlemen Romawi. Suatu hari, penguasa negeri, Julius Caesar memerintahkan jajarannya agar mengumumkan semua agenda dan kegiatan parlemen kepada warga negara. Pengumuman itu ditempel di dinding parlemen. Untuk itu, para pegawai ditugaskan mencatat hasil-hasil persidangan dan kegiatan lainnya.

Pengumuman tempelan itu disebut Acta Diurna. Para pencatat disebut diurnani. Rusticus adalah satu di antaranya. Acta Diurna, dalam berbagai literatur jurnalistik, diyakini sebagai cikal bakal jurnalistik di dunia.

Tak dinyana, Acta Diurna disukai penduduk Romawi. Mereka antusias mengikuti segala macam informasi tentang parlemen. Seiring waktu, liputan para diurnani pun berkembang ke banyak aspek, mengikuti keinginan warga. Persaingan antar-diurnani untuk memperoleh berita besar pun tak terelakkan. Tetapi semua tetap di bawah kendali penuh Julius Caesar.

Suatu hari, Rusticus mendapat kabar seorang menteri utama di pemerintahan Caesar bakal pindah rumah. Caesar meminta kepada para reporter diurnani agar tak memberitakan kepindahan tersebut, dengan alasan keamanan. Tapi, Rusticus yang gelisah dengan berita-berita rutin parlemen, mengabaikan perintah Caesar. Ia terusik. Sesuatu sedang disembunyikan. Maka, berita itu pun terbit di Acta Diurna. Caesar murka. Rusticus mesti naik ke tiang gantungan. Hidupnya berakhir tragis.

BACA JUGA :  Penangkaran Tukik Penyu di Anambas

Namun, upaya Rusticus menentang sikap otoriter Julius Caesar selalu dikenang sebagai tonggak awal perjuangan kebebasan pers. Rusticus merupakan korban jiwa pertama dalam dunia jurnalistik. Setelah Romawi ambruk, Eropa masuk dalam era gulita. Kegiatan jurnalistik yang dipelopori Acta Diurna menghilang. Informasi hanya disiarkan dari mulut ke mulut, tidak lagi secara tertulis. Jurnalisme mengalami kemunduran besar.

Tahun 1609, fajar menyingsing di Jerman, menyingkap zaman kegelapan Eropa. Adalah Avisa Relation, surat kabar pertama di negeri Bavaria itu, yang membawa perubahan. Informasi yang mereka sebarkan dicetak di atas kertas. Kehidupan jurnalistik kembali menggeliat di Benua Biru. Di Inggris muncul Oxford Gazette, yang tidak hanya dicetak tapi juga terbit secara teratur.

Eksistensi pers yang makin kuat mengusik kenyamanan petinggi gereja-gereja di Eropa. Gereja mulai menerbitkan beragam aturan untuk mengontrol pers, mulai dari soal fitnah hingga subversif. Pembatasan-pembatasan tersebut mengundang tentangan dan protes

BACA JUGA :  Terkait Covid-19, KPK Perpanjang Masa Penyampaian LHKPN Periodik

Tahun 1644, John Milton muncul menggugat kontrol ketat gereja di Inggris terhadap pers. Ia membuat deklarasi yang dikenal dengan Areopagitica: A Defense of Unlicenced Printing. “Berilah saya kebebasan untuk bebas mengetahui, mengubah, dan memperdebatkan hati nurani di atas segala kemerdekaan,” kata John Milton.

Pada abad 17 itu, pengaruh Milton sangat besar terhadap jurnalistik. Jurnalistik pada masa itu sudah tidak terbatas pada penyebaran informasi saja, tetapi sudah mempengaruhi publik dan kebijakan pemerintah.

Perjuangan Milton menuntut kebebasan pers diteruskan John Enkine, yang meluncurkan The Rights Man, seabad kemudian. Ketika itu, terjadi peralihan di Eropa dari sistem pers otoriter ke liberal. Akan tetapi, pemerintah Inggris tetap gencar melakukan pengawasan terhadap kritik terbuka yang dilancarkan pada mereka. Kerajaan kerap mengajukan pers ke pengadilan dengan tuntutan fitnah dan menghasut. Keputusan-keputusan hakim di pengadilan condong membela kerajaan, karena mereka diangkat kerajaan.

Parlemen Inggris menutup kontroversi itu dengan menerbitkan Parliementary Act yang menjamin kebebasan pers. Setelah itu pers jauh lebih leluasa. Belakangan pers Inggris bahkan dikenal paling galak di dunia. (*)

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Sebaran

Facebook