GoWest.id – Kayaknya banyak yang tidak menyadarai bahwa sesungguhnya sejak 20 Januari 2017, harga Pertalite naik Rp 100 per liter. Kesadaran baru muncul kala dibincangkan melalui media sosial.
Maklum saja, mungkin sebab tak banyak yang menggunakan Pertalite atau kalapun gunakan sesekali kala susah mendapatkan Premium.
Di Batam, harga semula Rp 7.900 naik jadi Rp 8 ribu per liter.
Sales Executive Retail Wilayah XII, Ida Bagus mengakui harga baru ini.
Kenaikan harga ini karena Pemerintah Provinsi menerapkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) maksimun sebesar 10 persen.
“Kalau daerah lain ada yang hanya 7,5 persen, juga 5 persen,” terang Ida.
Ia mengungkapkan, seiring penerapan PBBKB maksimun, pihaknya menyetor ke Pemerintah Provinsi Kepri khusus Pertalite sekitar Rp 6 miliar setiap bulannya.
“Hitungan kasar sekitar Rp 6 miliar perbulan, ini khusus Pertalite saja belum yang lain. Kalau secara umum mesti kami komunikasikan dengan bidang yang lain,” imbuhnya seperti ditulis batampos.co.id.
Untuk diketahui, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga masuk dalam formula penetapan harga. Terkait hal ini, Batam merupakan daerah yang masuk dalam Free Trade Zone sejatinya dibebaskan dari PPN. Namun sayang fasilitas ini tertutupi dengan penatapan harga dasar yang tinggi dibanding daerah lain, baik di dalam Kepri maupun daerah lain Indonesia. Harga dasar Batam sebesar Rp 7.272,73 sementara secara umum di Kepri sebesar Rp 6.666,67 sementara daerah lain rata-rata Rp 6.608,70 serta Rp 6.638,30.
“Sebenarnya bukan harga Batam seolah naik atau harga dasarnya tinggi. Yang diluar FTZ yang kita sesuaikan dengan Batam,” imbuh Ida.
Sementara itu, Area Manager Communication and Relations Sumbagut, Rudi Ariffianto, mengungkapkan ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan harga pertalite di Batam beda dengan daerah lain, yakni distribusi juga storage (penyimpanan).
“Biaya transportasi atau distribusi hingga storage bisa pengaruhi harga tiap daerah,” imbuhnya.
Ketika ditanya adakah perbedaan mendasar antara biaya yang dimaksud dengan daerah lain di Kepri, Rudi enggan berkomentar banyak. menurutnya, hal tersebut hal yang tidak bisa dipublikasikan dan merupakan kewenangan perusahaan yang harus dirahasiakan.
Bahkan ia menampik harga pertalite tinggi, ia membandingkan dengan produk serupa dengan milik kompetitor lain. “Kami masih murah sekitar Rp 300 rupiah (perliter). Sebenenarnya harga Rp 8 ribu itu tak mahal,” pungkasnya. (adi/bpos)