TUNJANGAN Hari Raya (THR) menjadi salah satu hal yang dinantikan banyak pekerja. Mulai dari pegawai negeri dan BUMN, kemudian pegawai swasta, hingga karyawan kontrak.
Nah untuk aturan THR karyawan kontrak sendiri ketentuannya wajib dicermati oleh setiap perusahaan atau pemberi kerja.
Sebagaimana Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan, setidaknya terdapat tiga jenis karyawan kontrak yang berhak mendapat THR.
Pertama, karyawan dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Kedua, karyawan PKWTT yang mengalami pemutusan kontrak 30 hari sebelum hari raya keagamaan.
Ketiga, karyawan yang dimutasi ke perusahaan lain dengan perhitungan masa kerja berlanjut dan pada perusahaan lama belum mendapatkan THR.
Sebetulnya, hitungan untuk besaran THR bagi pekerja kontrak tidak berbeda jauh dari pekerja tetap di sebuah perusahaan.
Sebagaimana pasal 3 ayat 1 huruf a, pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih diberikan sebesar 1 bulan upah.
Pada Pasal 3 ayat 1 huruf b Permenaker 6/2016, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, maka diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja/12)x 1 bulan upah.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, sendiri telah mewajibkan pelaku usaha untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR) tahun ini paling lambat sepekan sebelum lebaran.
Hal ini diatur dalam Surat Edaran Nomor M/3/1/HK.04/IV/2022 pada 6 April lalu tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan yang mewajibkan pengusaha untuk memberi THR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(*)
sumber: CNN Indonesia.com