SEJUMLAH negara bagian di AS sudah mulai menerapkan peraturan daerah yang melarang penggunaan handphone (ponsel) selama kegiatan belajar di sekolah. Seperti AS dan negara-negara lain, di Indonesia juga muncul pro-kontra mengenai hal tersebut. Bagaimana sejumlah sekolah di Indonesia menyikapinya?
FLORIDA adalah negara bagian pertama di AS yang melarang penggunaan ponsel selama kegiatan belajar. Larangan yang diberlakukan pada tahun 2023 ini juga memblokir akses ke media sosial di jaringan wifi di tingkat distrik atau rayon sekolah.
Virginia menjadi negara bagian terbaru yang segera menerapkan larangan atau pembatasan ketat penggunaan ponsel semasa proses belajar di sekolah-sekolah negeri. Gubernur Virginia Glenn Youngkin pada 9 Juli lalu mengeluarkan Perintah Gubernur tentang hal itu karena ingin mendorong pendidikan yang lebih sehat dan fokus, menghilangkan gangguan perhatian selama di kelas serta untuk melindungi kesehatan dan keselamatan para siswa dengan membatasi jumlah waktu mereka terpapar hal-hal yang menimbulkan kecanduan ponsel. Menurut jadwal, kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan di sekolah-sekolah negeri di Virginia pada 1 Januari mendatang.
Sementara itu di Indonesia, meskipun juga ada pro-kontra mengenai penggunaan ponsel di sekolah, belum ada peraturan tertulis yang dikeluarkan untuk sekolah-sekolah negeri.
Rossiana Susiandari, biasa dipanggil Susi, Pengawas Sekolah yang membawahi 12 SMP Negeri dan 8 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, mengatakan, “Tidak ada aturan seperti itu dari pemerintah. Kebijakannya tergantung masing-masing sekolah.”
Ini juga dibenarkan oleh Sugiyarti, guru IPS di SMP Negeri 74 di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Mulyana, guru Fisika di SMA Negeri 9 Bogor, Jawa Barat.
Bahkan, kata Mulyana, “Untuk sekolah negeri di tempat saya mengajar sih bebas. Tidak ada larangan untuk menggunakan handphone, kecuali ketika sedang ulangan, misalnya ulangan di akhir, penilaian akhir semester, atau penilaian tengah semester, atau penilaian akhir tahun, biasanya tidak diperbolehkan melihat handphone.”
Penggunaan ponsel dalam kegiatan belajar sendiri mulai marak pada masa pandemi COVID-19. Sekarang, hal tersebut sudah menjadi bagian dari pembelajaran sehari-hari.
Sugiyarti mengemukakan, penggunaan ponsel di sekolah tempatnya mengajar, “Dalam pengawasan. Pembatasannya tidak ada. Semua, kayaknya semua membutuhkan HP kalau sekarang. Menurut saya tidak mungkin dilarang, tidak boleh membawa HP. Orang tua pasti protes.”
Meskipun tidak ada peraturan tertulis, sekolah tempat ia mengajar memiliki kebijakan mengenai penggunaan ponsel di sekolah. Katanya, “Kalau tidak diperlukan, memang disimpan. Ada tempat penyimpanan di tiap kelas. Kemudian kalau mau dipakai, dibagikan lagi.”
Kebijakan serupa ternyata juga diberlakukan di beberapa SMP di Banjarnegara yang berada di bawah pengawasan Susi. Mantan kepala Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Jepang, pada tahun 2016-2018 ini membandingkan dengan kebijakan sekolah di Jepang, di mana para siswa tidak dilarang membawa ponsel, tapi hanya boleh mengaktifkannya di luar gerbang sekolah.
Yang jelas para pendidik tersebut berpendapat peraturan di Virginia itu tidak mungkin diberlakukan di Indonesia. Menurut Sugiyarti, sekarang ini zamannya tidak memungkinkan bagi murid untuk tidak menggunakan ponsel.
Sementara itu di Banjarnegara, misalnya, Susi menyinggung soal keterbatasan sarana dan prasarana sekolah. Ia mencontohkan rata-rata rasio komputer milik sekolah dan jumlah murid di SMP di Banjarnegara adalah 1 berbanding 8. Karena itu, mereka yang tidak kebagian menggunakan komputer sekolah akhirnya diizinkan menggunakan ponsel pribadi.
Peraturan tertulis hingga ke tingkat sekolah juga tidak perlu, kata Susi seraya menekankan peran guru dalam hal ini. Katanya, “Seandainya semua guru bisa mengelola pembelajaran dengan baik, pada saat anak-anak itu menggunakan HP mereka, sudah tidak masalah.”
Lain halnya pendapat Mulyana, yang tetap menganggap penting kebijakan atau peraturan tertulis dari pihak berwenang, atau setidaknya dari masing-masing sekolah. Kata Mulyana yang juga memiliki murid-murid bimbingan belajar dari berbagai sekolah, “Kalau saya lihat di Indonesia, masih cukup bijak di tataran sekolah. Sekolah yang mengatur. Ketika sekolah membuat peraturan tertulis segala macam, apalagi boarding school, disetujui orang tua dan siswa, itu bisa dijalankan.”
Namun ia mengakui akan sulit membuat peraturan tertulis di sekolah negeri karena ada birokrasi dalam membuat peraturan.
Yang jelas, sekolah-sekolah para pendidik itu selalu menyosialisasikan tentang aturan main penggunaan telepon oleh para siswa di sekolah kepada orang tua setiap tahun ajaran baru.
Juga jelas, prestasi belajar siswa ada kaitannya dengan cara mereka menggunakan ponsel di kelas.
Mulyana, yang telah mengantarkan beberapa muridnya ke Olimpiade Fisika hingga ke tingkat provinsi, mengatakan, “Itu korelasinya positif. Saya lihat, ketika anak itu sedikit menggunakan handphone untuk yang tidak bermanfaat, keberhasilan untuk usaha pendidikan menjadi lebih besar.”
Sugiyarti sependapat dan menambahkan, “Anak yang berprestasi, dia bijak menggunakan ponselnya.”
[uh/ab]