KEPALA Unit IV Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polresta Tanjungpinang, Afriadi, mengungkap beberapa faktor pemicu terjadinya kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di wilayah Tanjungpinang.
Menurut Afriadi anak terlibat kasus pidana rata-rata dipengaruhi faktor pergaulan, pengawasan orangtua, ekonomi, dan terlibat mengkonsumsi barang-barang terlarang, seperti narkoba hingga minuman keras.
“Keterbatasan ekonomi keluarga misalnya, dapat memicu anak melakukan tindak pidana pencurian,” kata Apriadi di Tanjungpinang, Jumat (23/9/2022).
Apriadi menyebutkan sejak Januari sampai September 2022, perkembangan kasus anak di Tanjungpinang mengalami naik turun.
Sepanjang periode tersebut, pihaknya telah menangani belasan kasus anak berhadapan dengan hukum. Antara lain anak sebagai pelaku sebanyak lima kasus, di mana dua kasus ditangani Polresta Tanjungpinang yaitu tindak pidana persetubuhan dan kekerasan anak di bawah umur.
Kemudian dua kasus pencurian kendaraan bermotor, masing-masing ditangani Polsek Tanjungpinang Timur dan Polsek Tanjungpinang Barat, dan satu kasus pengeroyokan ditangani Polsek Bukit Bestari.
Adapun anak sebagai korban sebanyak 14 kasus, yakni tindak pidana pencabulan dikenakan Pasal 82 terdapat 2 kasus dan 6 orang anak sebagai korban, tindak pidana persetubuhan dikenakan Pasal 81 terdapat 3 kasus dan 3 anak sebagai korban, selanjutnya tindak pidana kekerasan terhadap anak dikenakan Pasal 80 terdapat 5 kasus dan 5 anak sebagai korban.
“Jadi totalnya, ada 5 anak sebagai pelaku dan 14 anak sebagai korban,” ungkap Afriadi.
Menurutnya penanganan hukum terhadap anak berhadapan dengan hukum, tentu berbeda dengan orang dewasa berhadapan dengan hukum.
Ia mencontohkan dalam kasus persetubuhan, ketika pelaku dan korban sama-sama berstatus di bawah umur, penanganannya bisa melalui upaya diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Langkah itu biasanya dilakukan dengan pendekatan mediasi, dialog, dan kesepakatan antarkedua belah pihak baik pelaku maupun korban, namun tetap melibatkan aparat penegak hukum dan instansi terkait permasalahan anak berhadapan dengan hukum.
“Tapi kalau anak sebagai korban dan pelaku orang dewasa, maka akan dikenakan Pasal 82 tentang Pencabulan,” ujarnya.
Afriadi menekankan pentingnya sosialisasi hukum terhadap anak oleh pihak-pihak terkait, seperti dunia pendidikan agar ke depan anak-anak terlindungi dari lingkaran tindak pidana baik anak sebagai pelaku maupun korban.
Ia menilai anak-anak masih minim pengetahuan terkait konsekuensi hukum ketika melakukan tindakan melanggar aturan yang berlaku.
“Misalnya anak sebagai pelaku pencabulan, mereka tidak tahu kalau perbuatannya ada konsekuensi hukum, karena dalam hal ini yang dirugikan adalah korban,” ucap dia.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau orangtua mengawasi ketat pergaulan anak supaya tidak terjerumus ke hal-hal negatif, apalagi di tengah derasnya arus perkembangan teknologi digital yang mempermudah penggunanya mengakses konten-konten positif bahkan negatif.
Dia turut menegaskan bahwa Polresta Tanjungpinang dalam menangani kasus anak berhadapan hukum, bekerja atas laporan, melakukan interogasi terhadap korban dan saksi, dan apabila ditemukan tindak pidana maka akan dinaikkan ke tingkat penyidikan.
(*)
Sumber: Antara