SEJUMLAH lembaga masyarakat yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Koalisi Masyarakat Sipil” mengkritik aparat negara yang berlebihan dalam merespons rencana aksi 4 November.
Koalisi itu menilai langkah antisipasi dengan menerjunkan ratusan Brimob untuk melakukan penjagaan demonstrasi justru membuat masyarakat panik.
“Melihat tentara-tentara berseragam yang jumlahnya tidak sedikit, ini membuat masyarakat panik,” ujar Julius Ibrani dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di kantor Imparsial Tebet, Jakarta, Kamis, 3 November 2016, dikutip dari Tempo.
Tindakan antisipasi tersebut membuat seolah-olah pemerintah terkesan sedang menyiapkan sebuah tim tempur, alih-alih menjamin keamanan masyarakat.
“Mau berdemokrasi atau perang,” kata Juli.
Ia juga mengkritik sikap Jokowi yang tidak berupaya menenangkan kepanikan masyarakat. Ia mengatakan seharusnya Jokowi sebagai Presiden mengeluarkan pernyataan yang menjamin keamanan masyarakat saat demo berlangsung.
“Warga tidak akan tenang dengan foto-foto berkuda dan topi koboi,” ujar Juli mengkritik kunjungan Presiden Jokowi ke rumah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto beberapa hari lalu.
Kedatangan Jokowi ke kediaman Prabowo sebelumnya memang diduga sebagai langkah antisipasi aksi demo 4 November. Namun hal ini telah dibantah oleh Jokowi.
Senada dengan Juli, Wahyu Jafar dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga menilai keresahan masyarakat menjelang aksi 4 November karena tidak adanya jaminan keamanan dari aparat. “Belum ada satu penegasan dari Kapolri atau Panglima TNI yang bisa memastikan semua warga negara aman,” kata Wahyu.
Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri dari Imparsial, Elsam, YLBHI, HRWG, Setara Institute, ILR, LBH Pers, dan KontraS. Koalisi Masyarakat Sipil menggelar konferensi pers terkait situasi terkini, yaitu mengimbau agar semua pihak menghindari politisasi SARA dalam konstetasi politik pilkada serentak Februari 2017 nanti.***