PERATURAN Kepala BP Batam yang menjelaskan detil rinci tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) akhirnya keluar. Tarif baru UWTO Batam berlaku mulai rabu (19/10) ini.
Badan Pengusahaan (BP) Batam resmi mengeluarkan tarif baru uang wajib tahunan otorita (UWTO) melalui Peraturan Kepala BP Batam Nomor 19 Tahun 2016.
Sesuai definisinya, UWTO adalah uang sewa yang harus dibayar oleh pemohon alokasi tanah kepada Otorita Batam (kini BP Batam, pen). Dana yang diterima BP Batam, selanjutnya akan digunakan untuk pebangunan infrastruktur dan fasilitas publik.
Awalnya
Penerapan tarif ini hanya ada di Batam. Awalnya, sekitar tahun 1970, perihal pengalokasian lahan, termasuk kewajiban membayar UWTO diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai Ketua Badan Pertanahan Negara Agraria. Kemudian, landasan hukum itu diperkuat dalam UU KPBPB. Belakangan, penerapan UWTO disesuaikan dengan UU No.44 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (KPBPB).
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007, Badan yang awalnya bernama Otorita Batam beralih menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Dalam Hak Pengelolaan Tanah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 disebutkan Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam beralih kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Berdasarkan jenis peraturan maka Badan Pengusahaan Batam (BP) Batam mendapatkan hak pengelolaan lahan yang tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam juncto Keputusan Presiden nomor 94 tahun 1998 serta Undang undang FTZ nomor 44 tahun 2007 serta PP nomor 46, 47, dan 48 tahun 2007.
Sesuai kewenangan tersebut maka pihak ketiga sebagai perorangan, investor dan atau badan hukum sebagai penerima hak atas tanah di atas hak pengelolaan untuk taat dan patuh dalam menunaikan kewajiban pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Dengan penerapan UWTO ini, warga yang berdomisili di Batam, mendapat dua beban pembayaran lahan yang mereka gunakan. Selain UWTO, warga juga memiliki kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), lazimnya yang diterapkan di daerah lain di Indonesia.
Bedanya, PBB dibayar setiap tahun. Sementara UWTO dibayar setiap 20 atau 30 tahun sekali.
Dualisme kutipan ini menimbulkan pro kontra sejak lama. Desakan agar uang wajib tahunan otorita (UWTO) dihapus yang disampaikan beberapa kalangan di Batam belum membuahkan hasil.
Walikota Batam Muhammad Rudi yang juga merupakan anggota Dewan Kawasan (DK) mengaku optimis bahwa Pemukiman di luar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ke depannya akan bebas dari Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Namun itu setelah status Free Trade Zone (FTZ) berubah menjadi KEK.
“Itu merupakan komitmen Menteri Agraria dan Tata Ruang saat rapat di Batam, bahwa daerah di luar KEK akan bebas UWTO,” kata Wali Kota di Batam, seperti dikutip Antara beberapa waktu lalu.
Tarif Baru dengan PERKA
Setelah 30 tahun berlaku dan penuh polemik, BP Batam akhirnya menerapkan tarif baru UWTO di Kota Batam. Penerapan tarif baru UWTO oleh BP Batam, dilandasi kebijakan Kementerian Keuangan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 148/PMK.05/2016 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
PMK No PMK No. 148 tahun 2016 tentang tarif layanan BLU BP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam mencantumkan, tarif sewa lahan atau yang selama ini dikenal dengan UWTO (uang wajib tahunan Otorita Batam) untuk pemukiman saja nilainya antara Rp 17.600 hingga Rp 3.416.000. per meter persegi.
Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro dikutip Batam Pos mengklaim, tarif baru tersebut tidak akan memberatkan masyarakat dan pengusaha. Bahkan untuk beberapa sektor, tarifnya justru turun dari sebelumnya.
“Kebijakan tarif baru (UWTO) ini sangat berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Kepala BP Batam, Hatanto Reksodipoetro, Selasa (18/10/2016).
Beberapa sektor yang tarif UWTO-nya turun antara lain tarif perpanjangan untuk sewa lahan perumahan sederhana dan kaveling siap bangun (KSB).
Sementara sektor permukiman dibagi dalam empat jenis. Yakni:
- Rumah susun sederhana yang disubsidi pemerintah,
- Rumah sederhana dengan luas tanah 72 meter persegi ke bawah,
- Rumah kelas menengah ke bawah dengan rentang luas tanah antara 72 meter hingga 200 meter persegi,
- Apartemen premium dengan harga jual di atas Rp 750 juta atau dengan luas 70 meter per segi ke atas.
Secara keseluruhan, tarif UWTO baru termurah untuk semua peruntukan di Batam ada di Kelurahan Tanjungpiayu dan Seibeduk. Sedangkan tarif termahal ada di Kelurahan Teluktering, Batamkota.
Untuk perumahan sederhana dengan luas tanah di bawah 72 meter per segi memiliki tarif termurah Rp 41.100 per meter dan tarif termahal Rp 89.800 per meter. Tarif yang sama juga berlaku untuk perumahan kelas menengah ke bawah.
Sedangkan untuk apartemen premium, tarif termurah ada di angka Rp 116.700 per meter dan tarif termurah adalah Rp 290.900 per meter.
Berikutnya penyesuaian tarif UWTO untuk komersil menyejajarkan toko, ruko, mini toserba. Tarif termurah adalah Rp 116.700 per meter dan tarif termahal adalah Rp 333.000 per meter.
Untuk industri, dibagi atas dua yakni industri berteknologi tinggi dengan nilai UWTO termurah ada di angka Rp 95.550 per meter dan termahal adalah Rp 124.300 per meter.
Sedangkan untuk industri berteknologi rendah dikenakan tarif termurah Rp 175.050 per meter dan tarif termahal Rp 251.250 per meter.
Selanjutnya adalah tempat ibadah dan sosial dengan tarif termurah Rp 5.700 per meter dan tarif termahal Rp 15.900 per meter. Begitu juga dengan tarif untuk fasilitas pendidikan dan rumah sakit pemerintahan serta fasilitas olahraga umum.
Dan terakhir untuk fasilitas pendidikan dan rumah sakit swasta dikenakan tarif lebih mahal. Tarif termurah dan termahalnya dikenakan tarif yang sama yakni Rp 87.900 permeter.
Hatanto kemudian menjelaskan pada dasarnya tarif UWTO terbaru ini benar-benar memprioritaskan permukiman dengan luas tanah 200 meter ke bawah. “Makanya bagi mereka yang memiliki lahan kecil di bawah 200 meter per segi diberi prioritas,” tambahnya.
Penyesuaian tarif baru UWTO ini selain membagi peruntukan kepada sub jenis peruntukan juga membagi pentarifan berdasarkan zonasi per kelurahan.
Keberatan Pengusaha
Pengusaha Batam protes terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148 Tahun 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Mereka menilai, terbitnya PMK tersebut membuat biaya dalam perpanjangan penggunaan lahan menjadi lebih mahal.
“Kami meminta agar peraturan ini dapat segera dilakukan revisi,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kepulauan Riau, Cahya, Kamis (13/10) lalu.
Salah satu poin keberatan yang dilayangkan oleh pengusaha terhadap terbitnya peraturan ini ialah terkait kenaikan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO). Menurut Cahya, dengan aturan ini beban sewa yang harus dikeluarkan menjadi berlipat-lipat.
Dengan aturan ini, sewa lahan dikenakan tarif UWTO yang sama dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), padahal dalam ketentuan yang lama pembayaran UWTO berdasarkan tarif.
Cahya menambahkan, seharusnya setelah masa sewa lahan habis atau telah mencapai lebih dari 30 tahun tidak perlu lagi dibebani biaya UWTO. Tetapi, cukup dengan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). ***