Khas
Setelah 411, Lalu ….

PASKA Aksi Damai Jutaan umat islam pada 4 November 2016 kemarin (411), Basuki Tjahaja Purnama langsung menjalani pemeriksaan kepolisian lagi pada senin (7/11) awal pekan ini.
Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjalani pemeriksaan di gedung utama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Agus Rianto mengungkapkan bahwa Ahok menunjuk 30 pengacara untuk mengawal kasusnya.
Agus mengklaim bahwa proses pengungkapan kasus Ahok akan dilaksanakan seobjektif mungkin. Bahkan, gelar perkaranya akan dilaksanakan secara live di media.
Agus melanjutkan, Polri memiliki waktu dua pekan untuk menetapkan status perkara dugaan penistaan agama ini. Dipastikan, Polri dalam memproses kasus ini tidak mendengarkan intervensi dari luar.
”Dua pekan mudah-mudahan memungkinkan. Kan ini masyarakat menaruh atensi besar kasus ini. Kedua, ada sinyalemen polisi tak independen, polisi berpihak. Maka kami buktikan tak ada keberpihakan,” tandas Agus.
Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono mengungkapkan, ada sejumlah poin penting dalam pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukannya saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seribu.
Ia menerangkan, poin yang harus dipertajam oleh penyidik di antaranya tentang ucapan dan pernyataan mantan Bupati Belitung Timur tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seribu.
“Jadi ada beberapa poin yang harus kita pertajamkan dan kita dalami. Apa sih sebenarnya konteksnya dia melakukan ucapan atau pernyataan seperti itu. Itu harus kita pertajam,” kata Ari di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016) kemarin seperti dilansir dari Okezone.
Penyidik juga akan melakukan permintaan tambahan keterangan dari terlapor. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan tafsir terkait pernyataan Ahok tentang Surah Al Maidah Ayat 51.
“Supaya nanti tidak ada salah tafsir. Karena yang dikatakan oleh si terlapor nanti akan kita pertanyakan kembali ke ahli,” ungkapnya.
Menurut Ari Dono, penyidik juga akan meminta keterangan dari sejumlah ahli untuk mengusut kasus ini. Ari berharap, pihaknya mampu membuat kasus ini terang benderang dalam dua pekan.
“Dari keterangan ini nanti kita kembalikan kepada ahli-ahli seperti ahli bahasa, ahli hukum pidana, dan ahli yang membahas agama. Itu yang kita perlu pertajam. Sehingga nanti apa yang disampaikan bulat dan terang benderang dan bisa dilihat kita melaksanakan penegakan hukum sesuai aturan dan ketentuan yang ada,” lanjutnya.
Kalimat “Pakai” dan Tidak Pakai “Pakai”
ADA yang kembali menjadi bahasan banyak orang paska aksi damai 411 kemarin. Kalimat “Pakai” dan tidak pakai “pakai”.
Mereka yang pro dengan Gubernur non aktif DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan tidak ada yang dilecehkan dalam kalimat Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.

Aktifitas Gubernur non aktif DKI saat aksi damai 4 November 2016
“Kalimat dibohongin pake surat Al Maidah’ dengan kalimat ‘dibohongin [oleh] surat al-Maidah’ memiliki dua arti yang sangat berbeda,” kata Ahok beberapa waktu lalu.
Tentang penggunaan kata “pakai” ini, akhirnya menyeret dosen London School of Public Relations Buni Yani.
Buni Yani yang ramai dikabarkan sebagai orang yang mengunggah pertama kali video berisi pidato Ahok di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu, dituduh telah mengedit isi video yang berisi ucapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang surat Al Maidah ayat 51 tersebut dan menghilangkan kata “pakai”.

Foto : © suara.com
Tapi Buni Yani membantahnya. Dalam keterangan pers pada awal pekan ini ia mengaku tidak mengedit video yang diunggahnya. Ia juga bukan orang pertama yang mengunggah video rekaman tersebut ke khalayak.
“Saya bersaksi demi Allah, kalau sudah bersumpah demi Allah, berarti sudah serius ya, dunia akhirat, tidak mengubah apa-apa di dalam video tersebut. Sama sekali tidak, karena saya tahu itu fitnah,” kata Buni Yani dalam jumpa pers di Wisma Kodel, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).
Yang terjadi adalah memang ada perbedaan antara kalimat dalam video yang diunggahnya dengan transkrip yang dibuat. Tapi dalam video, Buni mengaku tidak memotongnya sama sekali.
“Jadi karena saya tidak menggunakan earphone, lalu saya hanya menggunakan handphone. Ini handphone saya, Bang Karni (Karni Ilyas). Jadi tidak pakai earphone, jadi tidak ada transkripnya. Tapi tadi saya lihat memang ada kata pakai, saya mengakui kesalahan saya sekarang. Tadi saya lihat memang ada kata pakai,” kata Buni ketika diundang dalam acara IKLC TVOne beberapa waktu lalu.
Lalu, apakah ada perbedaan arti antara menggunakan kata “pakai dan tidak menggunakan kata “pakai” dalam kasus dugaan penistaan agama di kasus ini?
Seorang penulis buku dan juga ahli linguistik Brili mencoba membedah penggunaannya.
Kesimpulan Brili dalam tulisannya begini :
Kesimpulan saya, dengan makna sejelas ini surat Al Maidah 51 TIDAK BISA DIJADIKAN ALAT UNTUK BERBOHONG. Jadi ketika Pak Basuki berkata dengan kalimat seperti itu, sudah pasti dia menyakiti Umat Islam karena menempatkan Al Maidah 51 sebagai “keterangan alat” yang didahului oleh predikat bohong. Menempelkan sesuatu yang suci dengan sebuah kata negatif, itulah kesalahannya.
Ada Aktor Tunggangi Aksi 411?
KASUS dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama yang kemudian berlanjut dengan aksi damai jutaan Umat Islam pada 4 November 2016 lalu, memunculkan hal baru.
Presiden Jokowi menyebut ada pihak yang menunggangi aksi tersebut. Kasus ini akhirnya melebar menjadi tambah luas
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) saat ini mengumpulkan bukti-bukti mengenai adanya tokoh-tokoh politik yang ditenggarai menunggangi aksi demonstrasi yang berujung terjadinya kerusuhan, di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 4 November lalu.

Foto : © viva.co.id
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya masih mempelajari apakah kasus tersebut nanti bisa dalam kategori pasal makar.
“Kalau masuk dalam pasal makar ya kita akan proses hukum,” kata Tito, Selasa (8/11) pagi.
Kapolri menjelaskan, seperti juga kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, saat ini proses penyelidikan terhadap kemungkinan adanya tokoh politik yang menunggangi aksi demonstrasi 4 November itu sedang dijalankan.
Nanti dari penyelidikan, lanjut Kapolri, akan diakhiri dengan gelar perkara apakah ada tindak pidana atau tidak.
“Kalau ada pidana maka dinaikkan menjadi penyidikan dan ditetapkan tersangkanya untuk berkasnya diajukan. Kalau ternyata nanti dalam gelar perkara ini tidak ditemukan tindak pidana, maka penyelidikannya dihentikan,” tegas Tito.
Terkait tokoh-tokoh politik yang ikut terjun langsung dalam aksi demonstrasi, Kapolri menegaskan, seandainya ikut turun hanya untuk demo tidak masalah.” Itu hak ya, hak sebagai warga negara dalam kebebasan berekspresi. Tetapi kebebasan berekspresi itu kalau mengucapkan kata-kata yang eksplisit itu berbau makar, maka tidak boleh,” ujarnya.
Jokowi Tidak Akan Lindungi Ahok?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengharapkan proses hukum kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan dilakukan dengan tegas dan transparan.

Foto Presiden Jokowi saat berkunjung ke PP Muhammadiyah, di Jakarta, Selasa (8/11) pagi : setkab.go.id
“Saya tidak akan melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama. Karena sudah masuk pada proses hukum,” Kata Jokowi usai mengunjungi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Selasa (8/11) pagi, dilansir dari laman setkab.go.id
Jokowi merasa perlu meyakinkan rakyat Indonesia bahwa dia tidak akan melindungi Ahok. Saat menyampaikan kalimat tersebut, ada jeda ketika Jokowi mengucapkan kata ‘melindungi saudara’ sampai menyebut nama ‘Basuki Tjahaja Purnama’.
laman Detikcom menghitung ada kurang lebih 15 detik Jokowi terdiam sebelum menyebut nama Ahok.
“Juga saya tekankan bahwa saya tadi ini perlu rakyat tahu tidak akan melindungi…,” kata Jokowi lalu terdiam.
Lima belas detik kemudian kalimat Jokowi berlanjut,
“Saudara Basuki Tjahaja Purnama karena sudah masuk proses hukum”. Tak ada alasan jelas dari Jokowi soal jeda 15 detik tersebut. ***