RENCANA pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi resmi dibatalkan setelah DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dalam rapat paripurna pada Selasa (18/2), menyusul gelombang protes dari berbagai kalangan yang menyoroti potensi konflik moral dan akademik.
Dalam sidang paripurna, Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang memimpin rapat meminta persetujuan fraksi untuk mengesahkan revisi keempat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Setuju,” jawab seluruh fraksi, sebelum palu diketuk tanda pengesahan.
Salah satu perubahan utama dalam UU Minerba terbaru adalah mekanisme pemberian izin usaha pertambangan. Jika sebelumnya IUP dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hanya diberikan melalui mekanisme lelang, kini pemerintah dapat memberikan prioritas kepada koperasi, usaha kecil menengah (UKM), dan organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia memastikan bahwa perguruan tinggi tidak akan mendapat izin langsung untuk mengelola tambang, namun, kampus tetap dapat memperoleh manfaat dari pengelolaan tambang.
“Pengelolaan tambang akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD) serta swasta yang ditunjuk oleh pemerintah,” kata Doli dalam keterangan pers, Senin lalu.

Pemerintah berencana memetakan perguruan tinggi yang akan menerima manfaat dari sektor tambang berdasarkan lokasinya, namun, aturan lebih rinci terkait mekanisme ini masih akan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri, ujarnya.
Sebelum revisi ini disahkan, rancangan aturan tersebut sempat menuai kontroversi. Pasalnya, pemberian IUP secara prioritas semula direncanakan mencakup perguruan tinggi, organisasi masyarakat, dan UKM. Pemerintah beralasan, keterlibatan kampus di sektor tambang dapat membantu pendanaan pendidikan serta meringankan beban uang kuliah tunggal (UKT).
Namun, banyak akademisi menilai rencana itu berisiko merusak independensi perguruan tinggi.
Akbar Reza, dosen Universitas Gadjah Mada, menilai argumen pemerintah bahwa hasil tambang bisa membantu biaya pendidikan tidak masuk akal.
“Modal pertambangan sangat besar dan butuh waktu lama untuk balik modal. Kampus tidak memiliki kapasitas mengelola bisnis tambang,” ujarnya.
ITB: Kampus harus jaga independensi akademik
Institut Teknologi Bandung (ITB) menyambut baik keputusan DPR yang membatalkan pemberian izin tambang kepada kampus.
“ITB berkomitmen menjaga independensi akademik dan integritas institusi pendidikan. Kami percaya bahwa keputusan tidak memberikan izin pengelolaan tambang adalah langkah tepat,” ujar Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara, dalam pernyataan resminya.
ITB menilai bahwa bisnis tambang membutuhkan investasi besar, memiliki risiko tinggi, dan memerlukan pengelolaan yang cermat. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang terlibat langsung dalam bisnis ini berpotensi menghadapi tantangan serius dalam menjaga integritas akademik.
“Di tingkat global, belum ada perguruan tinggi yang memiliki konsesi pertambangan secara langsung, karena hal ini bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap keberpihakan akademisi pada industri tertentu,” kata Tatacipta.