INDUSTRI nikel Indonesia yang tengah berkembang pesat, yang didorong oleh investasi besar-besaran China, dirusak oleh korupsi yang meluas dan aktivitas penambangan ilegal, yang keduanya terkait erat dengan kerusakan lingkungan, menurut sebuah studi yang dirilis pada Senin pekan ini.
STUDI oleh China Global South Project (CGSP), sebuah LSM berbasis di Amerika Serikat menemukan bahwa sekitar sepertiga dari 330 proyek nikel Indonesia—yang mencakup pertambangan dan pemurnian—diduga melakukan korupsi dan beroperasi tanpa izin.
Karena perusahaan-perusahaan Tiongkok diuntungkan dari praktik-praktik tersebut melalui kehadirannya yang besar di industri nikel Indonesia, operasi mereka harus terus-menerus diawasi, kata CGSP.
“Korupsi dan kerusakan lingkungan di industri nikel Indonesia telah menjadi sangat terkait: ketika sebuah perusahaan penambangan nikel beroperasi secara ilegal, masyarakat setempat dan ekologi cenderung menderita,” kata laporan tersebut.
“Dalam kategori korupsi dan kegiatan ilegal, kami memasukkan kasus penyuapan dan operasi penambangan yang dilakukan di luar konsesi yang ditentukan,” kata Antonia Timmerman, penulis utama laporan tersebut kepada BenarNews.
“Ini juga mencakup kasus-kasus di mana perusahaan memulai atau melanjutkan operasi penambangan meskipun masalah perizinan belum terselesaikan.”
Pendanaan oleh Tiongkok yang meluas terhadap industri nikel Indonesia tampaknya telah membuat beberapa pihak waspada terhadap investor China dan hubungan mereka dengan para pejabat daerah yang banyak dikritik karena transaksi bisnis yang korup,” kata laporan tersebut
Industri nikel di Indonesia, sebagai produsen nikel terkemuka di dunia terus menggenjot industri sumber daya utama itu dengan meningkatnya permintaan global untuk baterai kendaraan listrik. Jakarta berupaya menjadi pemain besar di pasar tersebut dengan memproses nikel mentahnya menjadi komponen baterai.
“Industri nikel Indonesia tidak akan dapat mencapai puncaknya saat ini tanpa bantuan investasi Tiongkok,” kata CGSP di awal laporannya.
Sekitar 90% fasilitas pemrosesan nikel Indonesia dimiliki oleh perusahaan Tiongkok, kata pejabat pemerintah Indonesia, menurut laporan it , menambahkan bahwa data ini tidak tersedia untuk umum.
Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa korupsi, kerusakan lingkungan, dan masalah sosial yang melanda industri nikel Indonesia tidak berasal dari bisnis China, tetapi mereka memang mendapatkan keuntungan dari praktik-praktik ini.
“Namun, sekarang Tiongkok telah mendapatkan saham yang begitu besar dalam industri tersebut, pengaruhnya yang sangat besar harus terus diawasi,” kata laporan tersebut.
“Meskipun ada kekhawatiran serius tentang praktik industri nikel Tiongkok, intinya adalah bahwa Tiongkok adalah penerima manfaat dari praktik-praktik buruk pemerintah pusat dan elit politik Indonesia.”
Perusahaan-perusahaan lokal mendominasi penambangan nikel, tetapi Tiongkok mengendalikan hampir semua industri pengolahan nikel Indonesia, menurut CGSP.
Perusahaan-perusahaan Tiongkok mampu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pasar, tetapi operasi mereka telah menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan praktik-praktik industri nikel, masalah ketenagakerjaan, dan korupsi, kata laporan tersebut.
Tahun lalu, seorang pekerja Indonesia dan seorang warga negara Tiongkok tewas ketika kekerasan meletus di sebuah pabrik nikel milik Tiongkok di Morowali, Sulawesi Tengah. Kerusuhan itu dipicu oleh rumor yang tidak benar yang mengatakan bahwa pekerja Tiongkok telah menyerang pekerja Indonesia yang memprotes upah dan keselamatan kerja.
Menurut Kementerian Tenaga Kerja, ada lebih dari 42.000 pekerja Tiongkok di Indonesia pada tahun 2022, yang mencakup sekitar 44% dari semua ekspatriat di Indonesia.
Sebuah ledakan di Taman Industri Morowali Indonesia pada akhir tahun yang sama mengakibatkan tewasnya 21 pekerja, menimbulkan kekhawatiran serius tentang praktik keselamatan dalam industri tersebut.
Laporan CGSP mendokumentasikan praktik di mana perusahaan nikel diduga memaksa masyarakat adat untuk menjual tanah ulayat, seringkali dengan membawa personel polisi dan militer Indonesia.
Laporan itu mengutip pemimpin serikat pekerja setempat, yang berbicara kepada seorang penulis untuk Carnegie Endowment for International Peace tentang dugaan konsesi pemerintah Indonesia yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan Tiongkok yang berinvestasi di Indonesia dalam pemrosesan nikel.
Pemimpin serikat pekerja itu mengatakan, “Itu adalah akibat dari kebijakan pemerintah kita untuk memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi investasi Tiongkok; sehingga mereka dapat menghindari banyak peraturan,” dan bahwa investor Tiongkok “lebih suka menggunakan uang mereka untuk menyuap pemerintah setempat daripada menggunakannya untuk mengembangkan praktik pertambangan yang baik dan menerapkan standar kesehatan dan keselamatan.”
Kajian CGSP mengatakan bahwa seringkali sulit untuk mengidentifikasi siapa pemegang saham sebenarnya dari banyak proyek nikel di Indonesia.
“Sementara, sangat sulit untuk mengetahui pemegang saham sebenarnya dari banyak proyek nikel di Indonesia akibat struktur kepemilikan yang sengaja dibuat rumit atautidak jelas. Sulit bagi masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban jika ada proyek yang melanggar aturan. Hal ini sangat memprihatinkan, dan kami berharap Presiden yang baru nanti dapat melakukan pembenahan di sektor nikel,” kata Antonia.
Dia juga mengatakan bahwa para peneliti mengalami kesulitan dalam pengumpulan data, karena pemerintah Indonesia sering kali enggan berbagi informasi.
BenarNews menghubungi pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral namun tidak mendapatkan balasan.
‘Kami memungut pajak‘
PRESIDEN Indonesia Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bulan lalu bahwa kebijakannya pada tahun 2020 terkait pelarangan terhadap ekspor bijih nikel dan keputusan yang mengharuskan pemrosesan sumber daya di dalam negeri telah meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
“Beberapa orang bertanya kepada saya, ‘Pak, perusahaan-perusahaan yang paling diuntungkan. Apa yang diperoleh rakyat?” kata Jokowi kepada Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia bulan lalu.
“Jangan salah paham! Kita pungut pajak dari sana—pajak perusahaan, pajak karyawan, bea keluar, dan penerimaan negara bukan pajak, yang jumlahnya besar.”
Keputusan pemerintah untuk melarang ekspor bijih nikel mentah, yang mewajibkan pengolahan di dalam negeri, telah meningkatkan nilai ekspor nikel Indonesia secara dramatis, naik dari US$4 miliar pada tahun 2017 menjadi US$34 miliar pada tahun 2022.
Namun, sebuah studi oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang dirilis pada bulan Februari memperingatkan bahwa ketergantungan besar industri nikel pada tenaga batu bara dapat menyebabkan setidaknya 3.800 kematian tahunan pada tahun 2026 dan hampir 5.000 pada tahun 2030, karena polusi udara.
Krisis kesehatan masyarakat yang diproyeksikan ini dapat merugikan ekonomi Indonesia antara US$2,63 miliar dan US$3,42 miliar setiap tahunnya selama periode yang sama, kata studi tersebut.
Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan menjabat pada 20 Oktober, telah berjanji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam waktu tiga tahun dengan berfokus pada industri hilir, termasuk nikel. Target ambisius ini muncul setelah Jokowi berjuang untuk memenuhi target pertumbuhan 7%, dengan ekonomi tetap berada di kisaran 5% selama masa jabatannya.