DATA terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Batam menunjukkan bahwa lulusan sekolah menengah atas (SMA) masih menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di kota industri ini. Hingga tahun 2024, tercatat 26.162 orang lulusan SMA menganggur, mewakili lebih dari separuh total pengangguran di Batam.
KEPALA BPS Batam, Eko Aprianto, menjelaskan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dan lapangan kerja yang tersedia menjadi faktor utama. Lulusan SMA cenderung memiliki keterampilan teknis yang minim, sehingga rentan terhadap pengangguran.
“Dalam lima tahun terakhir, lulusan SMA selalu menduduki posisi puncak dalam angka pengangguran,” sebut Eko, Selasa (5/8/2025) kemarin.
Di sisi lain, pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi juga meningkat. Pada 2024, jumlah pengangguran dari kelompok ini mencapai 7.125 orang, meningkat signifikan dibandingkan 3.412 orang pada 2023 dan 2.754 orang pada 2022. Eko menekankan bahwa meskipun jumlah lulusan sarjana terus bertambah, penyerapan tenaga kerja masih belum optimal.
Secara keseluruhan, angka pengangguran di Batam menunjukkan penurunan dari 87.903 orang pada 2020 menjadi 50.431 orang pada 2024. Namun, tantangan pengangguran tetap ada, terutama ketika dilihat dari pendidikan dan jenis kelamin.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Batam pada 2024 tercatat 7,68 persen, dengan proporsi laki-laki mencapai 29.977 orang dan perempuan 20.454 orang. Menariknya, TPT perempuan lebih tinggi, yaitu 8,49 persen, dibandingkan laki-laki yang hanya 7,20 persen.
Lulusan dari tingkat pendidikan SMP ke bawah juga mencatatkan 14.144 orang menganggur, meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari 20.757 orang pada 2021. Hal ini menunjukkan adanya peluang kerja yang lebih besar di sektor informal dan padat karya.
Tingkat pengangguran tertinggi justru ditemukan pada kelompok pendidikan SD ke bawah, dengan angka 11,77 persen. Eko menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam.
Selain itu, BPS mencatat adanya 20.182 orang yang tergolong setengah pengangguran, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu tetapi masih mencari pekerjaan lain. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya dan menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan juga perlu diperhatikan.
Eko mengingatkan bahwa tantangan ketenagakerjaan di Batam tidak hanya meliputi kuantitas, tetapi juga kualitas lapangan kerja. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan lembaga pendidikan sangat penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan siap bersaing.
Di tingkat nasional, lebih dari satu juta pengangguran di Indonesia adalah lulusan sarjana, yang menjadi perhatian Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Fauzan.
Dalam sebuah acara di Jakarta, Fauzan mengungkapkan bahwa kementeriannya sedang merumuskan strategi untuk mengatasi masalah ini, termasuk meningkatkan peluang kerja bagi putra-putri daerah di industri lokal.
Pertumbuhan Angkatan Kerja
PERTUMBUHAN angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2025 berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mencapai 153,05 juta orang, naik 3,67 juta orang dibandingkan Februari 2024. Secara umum, terdapat peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan juga peningkatan jumlah pengangguran, meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan.
Kota Batam menunjukkan perkembangan positif dalam penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) selama lima tahun terakhir. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Batam yang dirilis pada Juni 2025 lalu, diperkirakan TPT pada tahun 2024 mencapai 7,68 persen, menurun dari 8,14 persen pada tahun sebelumnya.
Kepala BPS Batam, Eko Aprianto, mengungkapkan bahwa penurunan ini menjadi indikator pemulihan ekonomi Batam pascapandemi. “Dibandingkan dengan tahun 2020 saat pandemi mulai melanda, TPT Batam mencapai 11,79 persen.
Kami bersyukur, angkanya terus menurun setiap tahunnya,” kata Kepala BPS Batam, Eko Aprianto pada Senin (23/6/2025) lalu.
Eko menjelaskan bahwa angka TPT serta klasifikasi pekerja diperoleh dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan setiap Agustus. Ia menambahkan, survei untuk tahun 2025 direncanakan pada bulan yang sama.
Secara spesifik, TPT untuk laki-laki diperkirakan mencapai 7,20 persen pada 2024, sedangkan untuk perempuan lebih tinggi di angka 8,49 persen. Eko mencatat bahwa hal ini menunjukkan adanya tantangan dalam menciptakan kesetaraan akses kerja bagi perempuan.
Walaupun angka pengangguran menunjukkan perbaikan, Eko mengingatkan bahwa perhatian ke depan tidak hanya pada kuantitas tenaga kerja yang terserap, tetapi juga pada kualitas pekerjaan yang tersedia.
“Diperkirakan, sekitar 606.492 penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Batam akan bekerja pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 518.336 orang adalah pekerja penuh waktu, sementara 88.156 orang bekerja tidak penuh waktu,” jelasnya.
Kelompok pekerja tidak penuh waktu terdiri dari 67.974 pekerja paruh waktu dan 20.182 setengah pengangguran, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu tetapi masih mencari pekerjaan tambahan.
“Setengah pengangguran menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan masih menjadi isu penting,” tegas Eko.
Ia berharap tren penurunan TPT dapat berlanjut di masa mendatang, bersama dengan berkurangnya jumlah pekerja paruh waktu dan setengah pengangguran.
“Meskipun penurunan pengangguran patut disyukuri, kami ingin masyarakat bekerja secara layak dan optimal. Kesejahteraan bukan hanya tentang bekerja, tetapi juga tentang kualitas pekerjaan itu sendiri,” tutupnya.
(ham)