INDONESIA kaya budaya. Termasuk bahasanya. Menurut jumlah penuturnya, 5 bahasa yang terbanyak digunakan di Indonesia adalah :
Bahasa Jawa, Melayu – Indonesia, bahasa Sunda, Madura dan Batak.
Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.
Namun seiring zaman, sebanyak 11 bahasa daerah yang ada di Indonesia dinyatakan punah saat ini. Selain itu, ada empat bahasa daerah yang dinyatakan kritis dan dua bahasa daerah mengalami kemunduran.
Bahasa yang punah tersebut berasal dari Maluku yaitu bahasa daerah Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila serta bahasa Papua yaitu Tandia dan Mawes.
Sementara bahasa yang kritis adalah bahasa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua, dan dari Maluku yaitu bahas daerah Ibo dan Meher.
“Ada juga 16 bahasa yang stabil tapi terancam punah dan ada 19 bahasa yang masuk dalam kategori aman,” tutur Kepala Bidang Perlindungan Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa Jakarta Ganjar Harimansyah dilansir Kompas (10/2).
Saat ini, menurut Ganjar, hingga Oktober 2017 ada 652 bahasa yang telah diidentifikasi dan divalidasi dari 2.452 daerah pengamatan di wilayah Indonesia.
“Namun jika akumulasi persebaran bahasa daerah per provinsi, bahasa di Indonesia berjumlah 733 dan jumlahnya akan bertambah karena bahasa di Nusa Tengga Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum teridentifikasi,” ungkap Ganjar.
Menurut dia, ada beberapa penyebab kepunahan bahasa antara lain penyusutan jumlah penutur, perang, bencana alam yang besar, kawin campur antarsuku, sikap bahasa penutur dan letak geografis. Dia mencontohkan bahasa-bahasa di Maluku yang jumlah penuturnya hanya 0,76 persen.
“Setiap tahun beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia terancam punah atau mengalami penurunan status. Unesco pada 2009 juga mencatat sekitar 2.500 bahasa di dunia termasuk lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia terncam punah. Sedangkan sebanyak 200 bahasa telah punah dalam 30 tahun terakhir dan 607 tidak aman,” kata Ganjar.
Untuk regulasi perlindungan bahasa dan sastra daerah, menurut Ganjar, seharusnya adalah tugas pemerintah daerah setempat. Namun di Indonesia, hanya ada satu peraturan daerah yang mengatur tentang pelindungan bahasa daerah dan sastra Indonesia yaitu Provinsi Sumatra Utara.
“Harus ada pelindungan akan bahasa daerah, karena kepunahan bahasa berarti kematian kekayaan batin kelompok etnis pengguna bahasa,” pungkasnya.
Sementara itu, Antariksawan Yusuf, Ketua Sengker Kuwung Blambangan, mengatakan, untuk melestarikan bahasa daerah yang ada di Banyuwangi, komunitasnya sudah menerbitkan 18 buku yang berbahasa daerah Using yang ditulis oleh penulis-penulis asal Banyuwangi.
“Ada novel atau cerpen dalam berbahasa daerah Using atau artikel yang berkaitan dengan Banyuwangi. Ini adalah sebagai usaha kami untuk melestarikan bahasa Using termasuk juga hari ini pelatihan menyusun kamus yang ke depannya adalah untuk mengembangkan kamus bahasa Using yang telah disusun oleh Hasan Ali pada tahun 2002 lalu,” tuturnya.
“Mereka” yang Nyaris Punah
BERDASARKAN situs riset linguistik dan telaah bahasa dunia, Ethnologue, Indonesia menempati urutan kedua dengan bahasa lokal terbanyak di dunia. Situs itu menyebut, Indonesia memiliki 707 bahasa daerah.
Namun, tidak semua bahasa daerah tersebut berstatus aman.
Berdasarkan data Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, laman Liputan6 juga merilis ada 11 bahasa daerah yang menyandang status punah pada bulan Oktober 2017 kemarin.
Ini mengkhawatirkan mengingat Indonesia sebenarnya kaya bahasa.
Soal bahasa yang ada di Indonesia, laman National Geographic Indonesia menyebut, saat ini 13 bahasa daerah yang jumlah penuturnya lebih dari 1 juta orang atau terbanyak. Sementara 14 bahasa daerah di Indonesia dinyatakan telah punah.
Laman tersrbut mengupas bahwa sejauh ini terdapat 14 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah. Sementara itu, satu bahasa lagi hanya digunakan oleh satu orang dan dinyatakan nyaris musnah.
Dari empat belas bahasa yang punah itu, 10 bahasa dari Maluku Tengah, yakni bahasa Hoti, Hukumina, Hulung, Serua, Te’un, Palumata, Loun, Moksela, Naka’ela, dan Nila. Dua bahasa lainnya dari Maluku Utara, yakni Ternateno dan Ibu. Adapun dua bahasa berasal dari Papua, yakni Saponi dan Mapia.
“Ada juga bahasa daerah yang masih digunakan masyarakat namun jumlahnya cukup kecil di bawah 100 orang ada yang malah jumlahnya enam orang dan satu orang bagaimana kalau cuma satu orang dia mau berkomunikasi, ini cukup memprihatinkan,” lanjut dia.
Jumlah penyebaran bahasa daerah di Indonesia kata dia tidak sama dengan jumlah penduduk. Ia contohkan di Indonesia Timur jumlah bahasa daerah lebih banyak ketimbang wilayah padat. Bahasa Daerah terbanyak terdapat di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan sedikit di Jawa dengan 20 bahasa.