“TI”
SEKITAR setahun yang lalu, saat pulang dari Jakarta menuju Batam, saya membeli buku, “the Four: Empat Besar DNA Rahasia Amazon, Apple, Facebook, & Google”, karya profesor bisnis New York University, Scott Galloway, yang saya pahami sebagai buku paling spektakuler, sejalan dengan spektakulernya tema yang dibedah & didedah.
Saya sebenarnya ingin “memakihamun” Galloway karena bukunya itu membuat saya tidak dapat memejamkan mata di dalam pesawat, suatu hal yang tidak biasa saya lakukan. Saya “dipaksanya” mengejar paragraf demi paragraf sehingga bertemu mutu yang terkandung di buku itu.
Lalu beginilah Galloway, anak bertuah itu berkhotbah tentang 4 DNA yang dibedah.
Amazon, katanya telah menjadi pengecer daring pilihan pertama orang Amerika, & semakin lama sudah merambah ke dunia. Ia mengurangi kesusahan banyak orang, tak perlu repot-repot, hanya sekali klik, barang yang dipesan sampai di rumah. Tak berapa lama Amazon telah menjadi toko terbesar di dunia melebihi gabungan toko waralaba yang pernah ada sebelumnya.
Sedangkan Apple telah menjadi barang paling diinginkan. Iya dianggap sebagai lambang kekayaan, pendidikan & nilai2 Barat yang “hebat”. Seolah menjadi simbol reputasi & gengsi. Lalu apa yang terjadi, di kuartal keempat 2016, Apple berhasil membukukan laba bersih 2 kali lipat dari laba Amazon & memiliki uang Kas setara PDRB Denmark.
Bagaimana dengan Facebook? Benda aneh yang dirancang oleh anak kemarin sore, Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard University yang lebih memilih drop out demi ambisinya membuat sistem jejaring sosial, ternyata telah menjadi benda paling berhasil dalam sejarah manusia. Ada 7,5 miliar orang di dunia & 1,2 miliar diantaranya (mungkin termasuk saya) tak dapat melepaskan diri untuk berhubungan dengan Facebook. Kata Galloway, 1 menit dari setiap 5 menit kegiatan diteelepon genggam dilakukan di Fb.
Lalu apa pula rahasia Google? Yang pasti semakin tua, google semakin berharga. Ia ibarat dewa bagi manusia. Menjadi sumber pengetahuan kita melebihi rabi, pendeta, kyai, atau mahaguru. Setiap tanya dapat dijawab. Dia digunakan oleh 2 miliar orang, 24 jam tiap hari, & dg 1 klik google merespon dengan waktu 0,0000005 detik. Saat itu, anda sudah tahu apa yang anda tanya.
Sabar sahabat, yang saya ceritakan di atas baru pengantar, semacam resensi intisari pemikiran Galloway. Sebenarnya di balik cerita itu, ada hal esensial lain yang hendak saya sampaikan. Bahwa perkembangan teknologi informasi (TI) saat ini, telah menyebabkan peradaban jungkir balik, unpredictable (tak bisa di prediksi), & lebih dari itu terjadi keterkejutan budaya yang membentuk tata nilai baru dalam berinteraksi & berkomunikasi di jagat ini.
Dulu, di sudut kota, Jodoh & Nagoya, berserak apa yang kita sebut tour & travel. Tapi saat ini hanya melalui traveloka atau Kaha, tour & travel babak belur. Dulu, taxi & ojek konvensional dapat dijumpai di berbagai sudut negeri tapi saat ini sudah didominasi oleh taxi online atau gojek.
Dulu, mall menjadi tempat kerumunan orang ramai untuk berbelanja tapi sekarang sudah mulai sepi hanya sebagai tempat nonton & ngopi. Karena apa? Karena generasi masa kini, yang dikenal sebagai generasi millenial, generasi x, generasi y, generasi z, atau generasi alfa, lebih suka berbelanja dengan tombol di jarinya, 1 klik saja maka yang dipesan pun segera tiba.

Lalu, peradaban makin mencemaskan, tidak saja jungkir balik & unpredictable, tapi lebih dari itu. Dia semakin bergerak maju berpacu dengan waktu. Di meja makan, anak-anak asyik dengan tik tok, hampir tak ada sela berbicara dengan orang tua. Terkadang mereka hahaha hihihi dengan teman di lain negeri melalui gadgetnya sementara kita tak tau hendak berbuat apa.
Di pemerintahan, lahir banyak anak-anak baru dari rahim TI dengan nama yg berbeda-beda. Ada e_budgetting, e_planning, e_catalog, e_commerce, e_procurement, & berbagai nama lainnya. Lalu di era Covid-19 pun, berbagai aktivitas kita sudah dihantui dengan webinar, vidcon, teleconference, & pernak pernik yang masih banyak lagi, tak dapat saya sebutkan secara rinci.
Akhirnya, mari kita lakukan introspeksi & kontemplasi untuk menghadapi dunia antah berantah yang sedang berubah. Karena kata orang bijak, satu-satunya hal yang tidak berubah di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Untuk itu, hadapi dengan kearifan setiap perubahan, jangan sampai kita terkesima di dunia maya lalu mati kutu ditipu waktu.*
saya percaya, kita bisa bekerja lebih dari biasa.
——————-
* Seperti yang ditulis Wakil Walikota Batam, Amsakar Achmad di jejaring sosialnya.