- Nama : Raja Hamidah binti Raja Haji Fisabilillah
- Nama lain : Engku Puteri
- Dikenal : Permaisuri Sultan Mahmud Riayatsyah
- Lahir : 1774
- Meninggal : P. Penyengat, 7 juli 1844
Raja Hamidah binti raja Haji Fisabilillah atau dikenal dengan sebutan Engku Putri adalah permaisuri Sultan Mahmud Riayat Syah.
Pada pernikahannya, Sultan Mahmud memberikan Pulau Penyengat kepada Engku Putri. Selain itu pada Engku Putri juga diamanahkan “Regalia” yaitu seperangkat alat–alat kebesaran kerajaan yang terdiri dari : Sebuah Cogan, Tepak Sirih, Ketor, Keris panjang, dan Nobat. “Regelia” digunakan untuk penobatan atau pengangkatan Sultan. Hal ini disebabkan Engku Putri dipandang sebagai tokoh perempuan yang memegang teguh adat istiadat kerajaan.
Kemangkatan Sultan Mahmud Riayat Syah pada tahun 1812, menimbulkan riak politik dalam kerajaan Riau – Lingga – Johor – Pahang. Hal ini disebabkan oleh campur tangan pihak Inggis dan Belanda dalam mensponsori anak – anak Sultan Mahmud dalam suksesi pengganti Sultan.
Sultan Abdurrahman dianggap pengganti yang sah atas jabatan Sultan dan telah dilantik sebagai pengganti, pada kesempatan yang sama Tengku Husin Long yang kala ayahandanya mangkat sedang berada di Pahang harus menerima keputusan dengan kekecewaan. Hal ini membuat pihak Inggris yang ingin menguasai wilayah kerajaan memanfaatkan momen ini dengan mensponsori Tengku Husin Long sebagai Sultan.
Pada kesempatan yang sama, pengangkatan Sultan tentunya harus mendapatkan legitimasi dengan menggunakan alat- alat kebesaran yang berada di tangan Engku Putri.
Engku Putri yang sebelumnya ingin merestui Tengku Husin mengabaikan niatnya karena tersinggung dengan pihak inggris karena ingin menyogoknya untuk menyerahkan “regalia”.
Belanda yang kala itu ingin menjadikan Tengku Abdurrahman sebagai Sultan penerus Kerajaan, menggunakan kekeuatan militer untuk merebut paksa alat kebesaran dari tangan Engku Putri dang mengangkat Tengku Abdurrahman sebagai Sultan. Inilah kali pertama Pelantikan Sultan tidak dilakukan secara murni menganut aturan adat dan tata cara Melayu.
Karena ingin tetap menguasai wilayah kerajaan yang dinilai Strategis, Inggris kemudian mengangkat Tengku Husin Long sebagai Sultan Johor di Singapura, hal ini kemudian diperkuat dengan perjanjian pada tahun 1824 yang dikenal dengan “Ánglo Dutch treaty” atau Traktat London yang isinya adalah pemagian wilayah kerajaan Riau – Lingga – Johor – Pahang, dinama wilayah Johor dan Pahang menjadi Wilayah kekuasaan Inggris dan Riau – Lingga menjadi wilayah kekuasaan Belanda.
Sejak saat itu terpecahlah wilayah kerajaan Riau – Lingga – Johor – Pahang dan mulai saat itu kerajaan kemudian bernama kerajaan Riau – Lingga.
Engku Putri Raja Hamidah wafat pada tanggal 7 juli 1844 dan dimakamkan di dalam besar atau di dalam kawasan istananya.
(*)
Sumber : Dinas Pariwisata & Kebudayaan Pemerintah kota Tanjungpinang