HASAN, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kepulauan Riau yang menjadi tersangka kasus pemalsuan surat tanah, menghirup udara bebas setelah penahannya ditangguhkan polisi. Keputusan penangguhan penahanan ini diambil oleh pihak kepolisian Polres Bintan pada Sabtu, 3 Agustus 2024.
Sebelumnya, Hasan, yang juga pernah menjabat sebagai Camat Bintan Timur, ditangkap pada Jumat, 7 Juni 2024. Ia diduga kuat terlibat dalam praktik pemalsuan surat-surat lahan milik PT Espasindo dan PT Bintan Properti Indo. Modus operandinya melibatkan penyalahgunaan wewenang sebagai mantan Lurah dan Camat dengan memalsukan surat-surat penting seperti sporadik dan Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT).
Mengapa Hasan Bebas?
PIHAK kepolisian menyatakan bahwa penangguhan penahanan Hasan dilakukan setelah tim kuasa hukumnya mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kasus ini sendiri cukup menyita perhatian dan dianggap cukup serius.
Kapolres Bintan, AKBP Riky Iswoyo, menyebut bahwa Hasan, Kepala Dinas Kominfo Kepri, dibebaskan dari tahanan Mapolres Bintan pada Sabtu, 3 Agustus 2024. Hasan sebelumnya ditahan sejak Jumat, 7 Juni 2024.
Menurut AKBP Riky Iswoyo, Hasan dibebaskan demi hukum setelah tim kuasa hukumnya mengajukan permohonan penangguhan penahanan yang disetujui.
Kasus yang Menjerat Hasan
SEBELUMNYA, Hasan saat menjabat sebagai camat Bintan Timur (Bintim), diduga kuat memperoleh keuntungan dari pemalsuan surat-surat lahan milik PT Espasindo dan PT Bintan Properti Indo.
Menurut Kapolres Bintan, AKBP Riky Ismoyo sebelumnya, Hasan diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai mantan Lurah Sei Lekop dan Camat Bintim dengan memalsukan surat lahan, termasuk penerbitan dan penandatanganan sporadik serta Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT).
Hasan juga memiliki satu SKPPT tahun 2016 yang dijualnya kepada warga berinisial MZA.
“Ia diduga menerima keuntungan uang sebesar Rp 115 juta dari proses penerbitan SKPPT dan sporadik,” sebut Riky kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024) lalu.
Selain Hasan, tersangka Muhammad Riduan, mantan Lurah Sei Lekop, juga berperan dalam kasus ini. Riduan berkoordinasi dengan warga berinisial OI dan Hasan serta mencari pembeli lahan berinisial DP.
Riduan ikut menandatangani sporadik dan SKPPT, dan menjual satu SKPPT tahun 2016 kepada RS. “Riduan menerima uang Rp 55 juta dari proses penerbitan sporadik dan SKPPT,” tambah Riky.
Tersangka ketiga, Budiman, bertugas sebagai juru ukur, menggambar, dan mencetak surat sporadik dan SKPPT. Budiman juga menjual satu SKPPT tahun 2016 kepada JP.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal 263 dan atau pasal 264 ke-1 huruf e, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara.
(nes)