BEGITU banyak lagu bertema lebaran yang sering kita dengar. Ada yang begitu familiar. Ada juga yang jarang kita dengar.
Kalau yang ini? Coba simak liriknya.
Setelah Berpuasa satu bulan lamanya Berzakat fitrah menurut perintah agama Kini kita beridul fitri berbahagia …
Mari kita berlebaran bersuka gembira
Berjabatan tangan sambil bermaaf maafan
Hilang dendam habis marah di hari lebaran
Minal aidin wal faidzin Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin Rakyatnya makmur terjamin
…
Lirik di atas sama dengan video yang kami sematkan. Merupakan karya seniman besar tanah air, Ismail marzuki.
Ismail Marzuki menciptakan lagu ini di tahun 1950-an.
Tak lama setelah kemerdekaan Indonesia. Lagu ini dinyanyikan oleh grup vokal Lima Seirama, lalu menjadi terkenal hingga sekarang.
Saking terkenalnya, banyak yang mungkin tidak mengenal lagi penyanyi awalnya. Terlalu banyak orang yang mendendangkan lagu ini.
Seorang pemerhati sejarah budaya pop Indonesia. Ekky Imanjaya menuliskan untuk jakartabeat.net, tentang lima hal seputar lagu tersebut.
1. Mempopulerkan ucapan “minal aidin wal faidzin” dan saling memafkan saat Idul Fitri di Indonesia
Lagu ini diyakini Ekky memberi warna pada kosa kata baru bahasa populer di Indonesia.
Namun sebab diikuti dengan “maafkan lahir dan batin”, kalimat tersebut disalahartikan masyarakat Indonesia dengan makna “maafkan lahir dan batin”, sebagaimana kalimat Bahasa Indonesia yang mengikutinya.
Padahal makna sebenarnya adalah “semoga kita termasuk golongan yang kembali mendapat kemenangan”.
Meski demikian, salah kaprah itu masih berlangsung hingga kini.
Selain itu, di berbagai belahan dunia lain ucapan Idul Fitri berisi doa sebagaimana makna “minal aidin wal faizin”. Di Indonesia dan Malaysia yang terpapar lagi Ismail Marzuki tersebut, ucapan Idul Fitri lebih bermakna ungkapan minta maaf dan saling memafkan.
2. Paling banyak dinyanyikan ulang
Musisi Malaysia M. Ramlee juga turut nyanyikan lagu ini, dengan perubahan pada kalimat “maafkan zahir dan batin” sebagaimana pengucapan lokal.
Lagu ini juga turut mempopulerkan sebutan “lebaran” yang di Malaysia hanya mengenal “aidil fitri”.
Sejak era 1980 dan 1990an, sejumlah penyanyi Indonesia menyanyikannya juga.
Seperti Denny Malik, (alm) Yani Libels, Puput Novel dan Betharia Sonata yang menyanyikan lagu ini secara keroyokan di awal dekade 90-an silam.
https://youtu.be/0t5PHulxOsY
3. Ada bait ketiga yang jarang dinyanyikan
Lagu ini mengandung muatan sosial. Bait ketika yang jarang diperdengarkan, membuat kita dapat merasakan muatan tersebut.
Ismail yang merupakan putra Betawi, menulisnya dalam dialek khas. Namun pada 2015, grup Deredia mulai mempopulerkan pemuatan bait ketiga tersebut, sehingga mulai ada yang menyanyikannya.
“Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah
Setahun sekali naik terem listrik perei
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
Akibatnya tengteng selop sepatu terompe
Kakinya pade lecet babak belur berabe
Maafkan lahir dan batin, ulang taon idup prihatin
Cari uang jangan bingungin, bulan Syawal kita ngawinin
Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam main ceki mabuk brandi
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
Si penjudi mateng biru dirangsang si istri
Maafkan lahir dan batin, ‘lan taon idup prihatin
Kondangan boleh kurangin, kurupsi jangan kerjain”
4. Sindiran sosial
Menurut Ekky, lagu ini penuh akan sindiran sosial. Terutama dalam syair “Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin”.
Ini bertolak belakang dengan kondisi masyarakat di kala itu.
Zaman ketika lagu itu diciptakan, masyarakatnya masih merasakan hidup sulit dan jauh dari makmur.
(*)