PREDIKSI tren kendaraan masa depan yang mengandalkan tenaga listrik kian nyata.
Hingga penghujung tahun 2017 kemarin, manufaktur Eropa, Jepang hingga Amerika berbondong-bondong melakukan “hijrah” dengan target tahun 2030 seluruh kendaraan yang dibuat sudah mengandalkan tenaga listrik.
Seluruh line-up yang dibuat para manufaktur akan dijejali perpaduan energi alternatif dan baterai.
Mulai dari Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), Battery Electric Vehicle (BEV), hingga Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV).
Pergerakan ini dilatar belakangi semakin tingginya penjualan kendaraan yang tentunya berdampak pada jejak karbon alias pencemaran lingkungan.
Banyak negara di Eropa yang juga sudah membuat peraturan keras terhadap efek gas rumah kaca dan harus diturunkan 20% pada tahun 2020 dan akan menjadi 40% pada tahun 2030.
Peralihan sumber tenaga dari mesin konvensional ke mesin listrik sudah dicicipi manis oleh Toyota dengan meraup 11 juta unit semenjak melansir kendaraan hybrid 20 tahun lalu. Target tahun 2025 diharapkan penjualan mobil listrik Toyota setiap tahunnya tembus 5 juta unit.
Saat ini manufaktur berlomba-lomba menghadirkan kendaraan listrik yang memiliki jarak tempuh hingga ratusan kilometer cukup andalkan satu kali pengisian baterai.
Sementara Nissan Motor mengumumkan rencana untuk menjual 1 juta kendaraan listrik (EV) mulai tahun 2022, atau meningkat hingga enam kali lipat dari total penjualan mereka pada tahun lalu.
Nissan akan mengembangkan delapan mobil listrik terbaru dalam lima tahun kedepan, termasuk empat model untuk pasar China. Merek mewah dari Nissan, Infiniti, juga akan mendapatkan model listrik terbaru pada 2021.
Nissan juga menyatakan kendaraan mereka aman dan tidak berencana menghentikan uji kendaraan otonom (swakemudi) walaupun terjadi kecelakaan pada armada swakemudi Uber yang menewaskan seorang wanita di Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu.
Saat ini seluruh pabrikan otomotif dunia sedang mengembangkan dan memproduksi mobil listrik sebagai jawaban atas ketatnya peraturan emisi di beberapa negara di dunia, walaupun permintaan mobil listrik masih terbatas karena mahalnya harga dan belum banyak infrastruktur pengisian daya yang dibangun.
Diluncurkan sebagai kendaraan listrik baterai secara massal pertama kalinya di dunia pada 2010, Nissan Leaf menjadi kendaraan listrik terlaris di dunia meskipun penjualannya hanya 300.000 unit.

Nissan pun fokus pada kendaraan ramah lingkungan melalui teknologi “e-Power” yang menggunakan motor listrik sebagai penggerakkan roda untuk menjalankan mobil dengan kekuatan dari baterai Lithium-ion dari mesin bensin kecil yang digunakan hanya untuk mengisi daya ulang baterai.
Pada 2022, kendaraan yang didukung teknologi hibrida-bensin “e-Power” akan menjadi model mayoritas dari Nissan, menurut perusahaan itu.
“Inti dari strategi kami dalam hal elektrifikasi adalah baterai mobil listrik dan teknologi e-Power,” kata Chief Executive Officer Nissan Philippe Klein dilansir Reuters melalui Qatar Tribune.
Kekhawatiran atas harga dan komponen baterai mobil listrik mendorong banyak produsen mobil untuk mengembangkan berbagai teknologi emisi yang lebih rendah, namun Klein memastikan Nissan tidak akan menggunakan teknologi plug-in hibrida dan fuel cell hidrogen.
Pada 2017, Nissan menjual 163.000 kendaraan listrik secara global.
Tak Berkembang di Indonesia?
FAKULTAS Teknologi Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar National Symposium 2018. Acara yang digelar di Gedung Robotika ITS ini merupakan salah satu dari serangkaian acara Event of Electrical Faculty (EVOLTY).
Mengusung topik Electric Vehicle, acara yang dihadiri oleh 400 peserta dari seluruh Indonesia ini mengundang tiga pembicara yang berkompeten. Para narasumber yang menjadi pembicara dalam acara ini merupakan pelopor dalam pengembangan kendaraan listrik tanah air. Yakni Muhammad Nur Yuniarto, Ricky Elson, dan Dahlan Iskan.
Muhammad Nur Yuniarto ST, ketua Mobil Listrik Nasional ITS menyampaikan, penggunaan kendaraan dengan bahan bakar memiliki banyak dampak negatif.
Antara lain krisis bahan bakar fosil, polusi udara, dan pemanasan global.
“Solusi dari permasalahan tersebut sebenarnya sudah kita ketahui, yaitu dengan penggantian sumber tenaga menjadi tenaga listrik,” kata dosen Departemen Teknik Mesin ITS ini, seperti dikutip dari Republika, Senin (26/3) pekan ini.
Hal senada juga diungkapkan Ricky Elson, merancang Mobil Listrik Selo. Ia menyampaikan, untuk menangani persoalan yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan berbahan bakar diperlukan alternatif sebagai pengganti, yaitu dengan kendaraan listrik.
Pemuda yang akrab disapa Ricky ini juga mendorong para audiens untuk membangkitkan semangat mereka dalam pengembangan riset yang berkaitan dengan kendaraan listrik. Pengembangan kendaraan listrik, kata dia, tidak semata-mata fokus pada pembuatan mobil listrik.
“Banyak yang lainnya seperti pengembangan baterai, mesin, dan masih banyak lagi. Kita dilahirkan dari bangsa yang hebat Oleh karena itu, marilah kita bangkitkan semangat berkarya kita, kata Ricky.
Sementara Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN 2011-2014 menceritakan pengalamannya terkait pengembangan mobil listrik sampai saat ini. Ia menyampaikan, pengembangan kendaraan listrik selama lima tahun ini memiliki kendala yang sama, yaitu kurangnya kematangan strategi.
Dahlan bersama kedua narasumber lainnya menyampaikan hal yang sama, yaitu Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk bersaing dalam dunia pasar berkaitan tentang pengembangan kendaraan listrik ini.
“Potensi yang sudah kita miliki ini harus didukung dengan strategi yang matang,” ujar Dahlan.
Dahlan juga menyampaikan, pasar Indonesia sudah dikuasai asing dalam hal kendaraan berbahan bakar. Maka dari itu, ia berharap pengembangan kendaraan listrik tanah air bisa menyaingi produk-produk luar negeri.
“Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, dalam pengembangan kendaraan listrik ini,” kata Dahlan.
(*)