KEMARAU panjang yang melanda wilayah Batam dalam beberapa bulan terakhir, telah membawa dampak bagi ketersediaan air bersih layak konsumsi. Tidak hanya itu, kemarau panjang yang terjadi sejak akhir tahun 2019 lalu membuat kondisi air berubah rasa, tidak lagi tawar.
Di Kampung Monggak, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Batam, air di sumur milik warga banyak yang kering. Kalaupun ada sumur yang masih menyisakan air, rasanya tak lagi normal.
Berubah payau dari semula tawar dan layak dikonsumsi.
Kondisi ini telah berlangsung cukup lama dan mengganggu aktivitas warga, utamanya kegiatan rumah tangga yang banyak bersentuhan dengan air seperti mencuci dan sebagainya.
Sumber air utama warga di dua Rukun Tetangga (RT) yang tak lagi layak untuk dikonsumsi ini, membuat mereka terpaksa beralih mengonsumsi air galon (air isi ulang). Beberapa warga lain ada yang menggunakan air mineral dalam kemasan untuk kebutuhan konsumsi mereka.
Mariam, 54, warga Kampung Monggak yang ditemui pada Minggu (19/4) lalu, mengaku tidak nyaman mengonsumsi air galon yang dibelinya. Namun, ia yang telah terbiasa mengonsumsi air sumur ini tidak punya pilihan lain. Padahal sebelumnya ia berkeras untuk tidak membeli air galon karena lebih nyaman dengan air sumur yang didapat di kampungnya.
“Dulu tak enak minum air galon, sekarang semua sumur mesek (rasa air agak asin), tak bisa diminum lagi, tinggal buat bilas-bilas,” kata Mariam.
Sarbani, warga Kampung Monggak lainnya, mengaku telah sekitar sebulan terakhir mengganti air minum dari air sumur dengan air minum dalam kemasan (AMDK). Dalam sehari keluarga besarnya bisa menghabiskan sekitar satu dus AMDK.
Sementara untuk kebutuhan lainnya, ketersediaan air yang memang minim di sumur-sumur yang ada, membuat warga memanfaatkan aliran air yang berjarak sekitar 2 Kilometer (Km) dari kediaman mereka.
Itu menjadi satu-satunya sumber air yang masih bisa dimanfaatkan oleh warga.
Di sanalah warga mencuci pakaian dan kendaraan, mandi, mengangkat air untuk kebutuhan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Memanfaatkan Air Gorong-Gorong
SUMBER air ini merupakan aliran air dari bukit yang berakhir di sebuah sungai kecil di kampung yang warganya sebagian besar adalah nelayan ini. Titik dimana warga biasa memanfaatkan aliran air ini berada persis di dekat jalan masuk yang berjarak sekitar 2 Km sebelum sampai ke Kampung Monggak.
Setiap pagi dan sore, bahkan sampai malam kawasan ini selalu ramai didatangi warga. Kalau sudah begitu, kondisi air menjadi keruh dan butuh waktu untuk air kambali jernih karena aliran air ini tidak secepat dalam keadaan normal.
Aliran air berukuran lebar sekitar 1,5 Meter dan panjang sekitar 7 meter, dengan kedalaman sekitar 0,5 meter ini, juga dimanfaatkan anak-anak untuk berenang.
Dalam kondisi normal, sumber air yang dinamai Gorong-gorong ini tetap didatangi, utamanya anak-anak muda sehabis menjalani aktivitas olahraga sore di kampung. Sambil menunggu waktu mandi, biasanya mereka manfaatkan untuk mencuci kendaraan mereka.
Warga Kampung Monggak, sejatinya masih memiliki sumber air lain yang saat ini sudah dimanfaatkan, tapi tidak untuk warga kampung. Dam Monggak, saat ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menjadi sumber air bagi Rumah Sakit Khusus Infeksi di Pulau Galang, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Batam yang berjarak sekitar 14 Km.
Sementara Dam Monggak ini, hanya berjarak sekitar 3 Km saja dari kampung ini.
Dengan kondisi air bersih yang memang sulit seperti saat ini, Sarbani berharap ada dukungan dari pemerintah untuk kampungnya. Apalagi jarak Dam yang namanya diambil dari nama kampungnya itu terbilang sangat dekat.
“Kampung kami juga belum masuk listrik PLN (Bright PLN Batam) padahal tiangnya sudah sampai di Dam Monggak, tapi sekarang air bersih lebih pening kalau disuruh milih antara listrik dan air,” kata ayah lima anak ini.
*(Bob/GoWestId)