PEMERINTAH menambah jumlah imunisasi wajib bagi anak, dari yang sebelumnya 11 kini bertambah menjadi 14. Salah satunya untuk mencegah kanker serviks.
“Kita tambah 3 imunisasi. Pertama, rotari virus untuk anti diare, PCV untuk anti pneumonia. Keduanya ini penting karena anak-anak kita meninggalnya paling banyak karena infeksi diare dan paru,” kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin di Tanjung Pinang untuk mengikuti kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) 2022.
Sementara imunisasi ketiga yakni HPV untuk mencegah kanker serviks, dimana jenis kanker ini paling banyak menyebabkan kematian ibu. “Pencanangan BIAN 2022 juga disejalankan dengan peluncuran Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK), dimana ASIK merupakan aplikasi pencatatan hasil layanan yang wajib dilakukan dalam rangka pelaksanaan BIAN,” tuturnya.
“Nanti imunisasi ini akan kita masukkan datanya seperti data Covid. Aplikasi ini akan kita berikan ke semua puskesmas, dinas-dinas kesehatan. Proses vaksinasinya pun akan seperti vaksin Covid, ada datanya. Kita sudah tahu siapa yang harus di vaksin,” katanya lagi.
Budi menegaskan momentum ini sangat tepat dengan penyelenggaraan BIAN 2022 di Kepri, dimana pemerintah berupaya mencapai target eliminasi campak rubella pada tahun 2023, dan mempertahankan Indonesia bebas polio dan dunia bebas polio pada 2026.
Sementara itu Gubernur Kepri, Ansar Ahmad mengucapkan terima kasih dan apresiasi karena Provinsi Kepri dijadikan tuan rumah pencanangan BIAN ini. Menurutnya ini tentu akan memacu semangat memperluas cakupan imunisasi di Kepri.
“Pencanangan BIAN di Kepri tentu menambah semangat kami dalam menyemarakkan bulan imunisasi ini. Karena bicara imunisasi anak, kita berbicara tentang warna dan masa depan bangsa” ucapnya.
Ansar menambahkan, target capaian kegiatan BIAN selama satu bulan ini adalah sebanyak 24 ribu anak lebih, yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota di Kepri.
Sebagai informasi, pandemi Covid-19 mempengaruhi capaian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di Kepri, dimana capaian IDL mengalami penurunan yang signifikan dari 96,8 persen (tahun 2019) menjadi 89,6 persen (2020) dan 81,3 persen (2021). Hal ini terjadi karena beberapa posyandu terpaksa ditutup atau dihentikan pelaksanaannya untuk mengurangi atau menghindari penularan dan penyebaran Covid-19 (leo).