Khas
Penduduk Miskin di Kepri Rentan Terhadap Perubahan Harga Bahan Makanan

PANDEMI Covid-19 yang semakin terkendali, meninggalkan dampak positif bagi Kepri sepanjang 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2021, jumlah penduduk miskin di Kepri mengalami penurunan sebesar 6.710 jiwa.
“Per September, jumlah penduduk miskin sebanyak 137.750 jiwa atau setara dengan 5,75 persen penduduk Kepri. Jumlah ini lebih rendah dari Maret 2021, dimana jumlahnya mencapai 144.460 jiwa atau setara dengan 6,12 persen penduduk Kepri,” kata Kepala BPS Kepri, Darwis Sitorus, Selasa (12/4).
Peningkatan maupun penurunan angka kemiskinan sangat bergantung pada program-program pengentasan kemiskinan, baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
“Penduduk miskin adalah penduduk yang sangat rentan dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya, terutama dengan perubahan harga pada bahan makanan,” katanya lagi.
Seperti yang sudah diketahui, Kepri bukan provinsi lumbung bahan makanan pokok, sehingga banyak mengandalkan perdagangan antar daerah untuk suplai barang-barang jenis tersebut.
Sebagai gambaran, data dari Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri menyebut inflasi akhir tahun lalu meningkatkan harga bahan pokok di pasar.
Penyebab utamanya yakni peningkatan harga cabai merah, minyak goreng dan telur ayam ras. Dengan realisasi tersebut, secara tahunan Kepri mengalami inflasi 2,75 persen (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional sebesar 1,75 persen (yoy).
Cabai merah dan minyak goreng ini berada di kelompok volatile food yang mengalami inflasi sebesar 32,64 persen (mtm), serta 8,81 persen (mtm). Peningkatan tersebut akibat penurunan panen di sentra produsen, peningkatan harga CPO, dan kenaikan biaya ekspedisi.
Beberapa risiko peningkatan inflasi, yang ditengarai akan meningkatkan harga sejumlah bahan makanan pokok, yakni penurunan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang berpotensi mendorong peningkatan mobilitas masyarakat dan konsumsi masyarakat.
Kemudian, peningkatan curah hujan dan gelombang laut berpotensi memicu penurunan pasokan ikan segar dan produksi sayur-sayuran. Serta peningkatan mobilitas masyarakat akan mendorong kenaikan tarif angkutan udara. Dan dampak kenaikan harga CPO secara global tetap perlu diwaspadai terutama terhadap kenaikan harga minyak goreng.
Sebagai gambaran, pada Desember 2021, Kepri mengalami inflasi sebesar 0,86 persen (mtm), jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi Oktober 2021 sebesar 0,30 persen (mtm), serta lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis dalam tiga tahun terakhir, yakni 0,25 persen (mtm).
Ketimpangan Penduduk Miskin di Kepri Masuk Kategori Sedang
Berdasarkan data BPS, jumlah dan persentase penduduk miskin di Kepri cenderung fluktuatif. Dalam dua tahun terakhir selalu berada di rentang 5-6 persen.
“Bantuan pemerintah berupa bahan makanan pokok mampu menekan angka kemiskinan, namun tidak serta merta mampu mengentaskan kemiskinan, perlu bantuan dalam bentul lain, sehingga penduduk miskin dapat sepenuhnya keluar dari kemiskinan,” ungkapnya.
Contohnya, bantuan dalam bidang kesehatan dan pendidikan, sehingga dalam jangka panjang, penduduk miskin dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dan dapat hidup mandiri tanpa bantuan dari pemerintah.
Pada September 2021, nilai Gini Rasio Provinsi Kepri sebesar 0,339. Angkanya turun 0,004 poin dibandingkan Maret 2021. “Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk Kepri berada pada kategori sedang. Jika dibandingkan dengan Gini Ratio Indonesia, maka gini ratio Kepri lebih kecil.
Sebagai informasi, gini ratio merupakan salah satu alat yang mengukur tingkat kesenjangan pembagian pendapatan relatif antar penduduk di suatu wilayah.
Dengan demikian, ketimpangan antara penduduk berkecukupan dan penduduk miskin di Kepri tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu dekat.
Penelitian tentang hubungan antara kemiskinan dan jumlah anggota rumah tangga di Kepri, menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih banyak.
Secara rata-rata, jumlah anggota rumah tangga miskin di Kepri pada 2021 adalah lima orang, dengan rata-rata umur kepala rumah tangga miskin tercatat 46,01 tahun.
Lalu, berdasarkan tingkat pendidikan, bahwa rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga miskin adalah 8,32. Dengan kata lain, kepala rumah tangga miskin hanya menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah dasar (SD) saja.
BPS Kepri juga merilis data yang cukup menarik, berdasarkan pada jenis atap rumah tangga miskin. Jika berkaca pada tempat tinggal, maka 92,79 persen dari rumah tangga miskin itu beratap seng dan asbes.
Sedangkan dari jenis dindingnya, 62,28 persen rumah tangga miskin berdinding tembok, dan sisanya berdinding kayu yang sering dijumpai pada daerah tepi pantai dan laut.
“Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 sebesar 5,72 persen, turun menjadi 5,37 persen pada September 2021. Selain itu, persentase penduduk miskin di daerah pedesaan turun dari 11,10 persen menjadi 10,45 persen,” jelasnya lagi.
Jika mengacu kepada komoditi, berdasarkan peranannya pada garis kemiskinan di perkotaan di Kepri, maka beras, rokok kretek filter dan daging ayam ras berperan cukup signifikan, dengan kontribusi 13,12 persen, 10,18 persen 4,98 persen. Secara keseluruhan, tiga komoditi ini masuk dalam kategori makanan yang berkontribusi sebanyak 65,57 persen terhadap garis kemiskinan.
Sedangkan komoditi bukan makanan berkontribusi sebesar 34,43 persen, yang terdiri dari perumahan (KPR dan uang sewa) sebesar 10,31 persen, listrik sebesar 6,67 persen dan bensin sebesar 4,97 persen.
Penduduk Miskin di Batam Terbesar di Kepri
Persentase penduduk miskin di Batam dari Badan Pusat Statistik (BPS) Batam yang baru terbit awal Januari 2022, menyebut terjadi kenaikan sebesar 0,30 persen.
“Persentase penduduk miskin Batam pada Maret 2021 sebesar 5,05 persen, meningkat 0,30 persen poin dibandingkan kondisi Maret 2020,” tutur Kepala BPS Batam, Rahmad Iswanto beberapa waktu yang lalu.
Per Maret 2021, jumlah penduduk miskin, dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Batam mencapai 77,17 ribu orang. Bertambah sebanyak 10,11 ribu dibandingkan kondisi Maret 2020 (67,06 ribu orang).
“Garis kemiskinan Maret 2021 tercatat sebesar Rp 740.109 per kapita per bulan. Angka tersebut meningkat dibandingkan Maret 2020 yang hanya sebesar Rp 707.856 per kapita per bulan.
Secara umum, sejak Maret 2011 hingga Maret 2021, persentase penduduk miskin Batam mengalami penurunan, kecuali di Maret 2014, Maret 2017, Maret 2018 dan Maret 2021.
“Kenaikan persentase penduduk miskin di 2014,2017 dan 2018 dipicu oleh melemahnya kondisi perekonomian Batam pada ketiga periode tersebut. Sementara itu, pada 2021, disebabkan adanya pandemi Covid-19,” jelasnya.
Indikator kemiskinan Kabupaten/Kota Se Provinsi Kepri pada Maret 2021, menunjukkan bahwa dari sisi jumlah, Batam merupakan daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak se-Kepri. Kondisi ini sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk di Batam.
“Sementara itu, dari sisi persentase penduduk miskin, Batam menduduki peringkat kedua terendah setelah Natuna. Sebagai informasi, garis kemiskinan di Batam merupakan yang tertinggi di Kepri,” tuturnya (leo).