NILAI tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan signifikan, mencapai Rp 17.200 pada awal pekan ini. Informasi ini diperoleh dari laporan Bloomberg yang mencatat posisi lembaga keuangan tersebut. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor yang menyebabkan terjungkalnya rupiah.
Salah satu penyebab utama adalah kebijakan baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengimplementasikan tarif balasan sebesar 32 persen untuk produk impor dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini mulai berlaku penuh pada 9 April 2025 dan diprediksi akan berdampak besar terhadap perekonomian negara-negara mitra dagang.
Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa pada awal perdagangan, dolar AS sempat menyentuh angka Rp 17.217 sebelum menurun pelan dan berada pada posisi Rp 16.799,5 pada pukul 14.30 WIB. Meski mengalami sedikit pemulihan, nilai tukar dolarpun masih menunjukkan kenaikan sebesar 0,88% dari nilai saat pembukaan pasar.
Perang Dagang Memicu Gejolak
IBRAHIM Assuabi, seorang pengamat mata uang, menjelaskan bahwa salah satu penyebab melemahnya rupiah adalah ketegangan yang muncul akibat perang dagang. “Sebelum adanya perang dagang, fluktuasi dolar terhadap rupiah tidak separah ini. Sejak dimulainya perang dagang pada 2 April, situasi semakin memburuk dengan adanya biaya impor tambahan,” tuturnya.
Ibrahim menegaskan pentingnya pemerintah untuk segera menemukan solusi untuk menangkal penurunan nilai rupiah. Ia merekomendasikan agar pemerintah memberikan stimulus kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat untuk mendorong daya beli.
“Pemerintah juga harus mencari peluang ekspor baru di negara-negara anggota BRICS dan lainnya untuk menyeimbangkan risiko geopolitik yang meningkat,” tambahnya.
Proyeksi dan Harapan
ARISTON Tjendra, analis pasar uang, memperingatkan bahwa kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Trump akan terus memberi tekanan pada nilai mata uang, termasuk rupiah. Dia menyatakan bahwa meskipun ada potensi penguatan, rupiah masih rentan untuk menurun lebih jauh ke rentang Rp 16.800 hingga Rp 17.000.
“Kami berharap pemerintah dapat menangani isu ini melalui diplomasi untuk memberikan sentimen positif bagi rupiah dalam jangka pendek,” harap Ariston.
Ia juga menekankan perlunya manajemen isu internal seperti menurunnya daya beli dan dampak pemutusan hubungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan investor.
“Bank Indonesia diharapkan melakukan intervensi untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah dan menghindari kebijakan moneter yang terlalu longgar saat ini,” tutupnya.
Dengan perkembangan ini, langkah pemerintah dan kebijakan ekonomi menjadi sangat krusial untuk stabilitas dan penguatan nilai rupiah ke depan.
(ham/bloomberg/detikcom)