BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengimbau kepada para calon pengantin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum melangsungkan pernikahan.
Kepala BKKBN Kepri, Rohina, memgatakan pasangan calon pengantin sebaiknya memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelum menikah guna mencegah kasus stunting atau kekerdilan.
Dia mengatakan pemeriksaan kesehatan bertujuan mendeteksi apakah pasangan calon pengantin, khususnya kaum perempuan mengalami anemia atau kekurangan darah, hingga terlalu kurus sebagai salah satu risiko melahirkan bayi stunting.
“Kalau misalnya kekurangan darah, akan kita dampingi dengan memberikan tablet tambah darah dan asupan gizi sampai tubuhnya normal,” kata Rohina di Tanjungpinang, dikutip dari Antara, Jumat (20/1/2023).
Menurutnya sejauh ini masih banyak pasangan calon pengantin di Kepri enggan memeriksakan kesehatan mereka sebelum menikah, baik itu di tenaga kesehatan bidan maupun dokter.
Oleh itu, ia berharap pada tahun ini masyarakat yang akan menikah makin memiliki kesadaran sendiri untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum melanjutkan pernikahan.
Hal Ini, kata dia, menjadi salah satu upaya BKKBN mengatasi kasus stunting dari hulu ke hilir, karena dengan memeriksakan kesehatan maka pasangan calon pengantin akan didampingi mulai dari setelah menikah, hamil, hingga melahirkan anak tanpa stunting. “BKKBN tidak melarang warga menikah,” ucap Rohina.
Rohina menambahkan pihaknya juga telah menjalin kerja sama dengan Kantor Urusan Agama/Kementerian Agama agar pemeriksaan kesehatan menjadi salah satu persyaratan bagi pasangan calon pengantin yang akan menikah.
Ia juga menekankan bahwa BKKBN punya slogan 2125, yaitu usia ideal pasangan calon pengantin yang akan menikah, untuk perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.
Ia menyebut kampanye 2125 itu merupakan upaya membentuk generasi mendatang yang unggul dan sehat. Untuk mewujudkan hal itu, maka remaja-remaja yang kelak akan jadi orangtua diberi edukasi dan informasi sejak saat ini agar dapat melakukan perencanaan kehidupan yang baik.
Dikatakannya remaja perempuan yang menikah pada usia dini atau di bawah 21 tahun dapat menyebabkan kehamilan tak diinginkan, di mana siklus reproduksi remaja perempuan belum siap untuk dibuahi. Hal itu belum termasuk aspek-aspek lain seperti mental, kedewasaan, dan ekonomi.
Nikah usia dini, kata dia, dapat memicu pendarahan saat melahirkan, kemudian bayi bisa lahir prematur, dan stunting atau kondisi gagal pertumbuhan tubuh dan otak pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu lama.
“Banyak sekali, belum terkait kanker mulut rahim yang juga terkait dengan pernikahan dini, hingga berpotensi menyebabkan kematian sang ibu,” katanya menegaskan.
(*/pir)