SEKOLAH Menegah Kejuruan (SMK) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih kekurangan guru produktif. Padahal, menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kepri, Sirajudin Nur, sebagai satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan, kebutuhan akan guru produktif di SMK sangat penting dan utama.
“Persoalan kebutuhan guru produktif sudah menjadi persoalan mendasar bagi SMK di Kepri yang belum terselesaikan secara tuntas hingga saat ini,” kata Sirajudin Nur, dikutip dari Antara, Kamis (4/8/2022).
Ia menjelaskan guru normatif adalah guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Kemudian guru adaptif adalah guru yang mengajar mapel biologi, fisika, matematika, dan sedangkan guru produktif adalah guru yang mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan kejuruannya.
Sayangnya, lanjut politisi PKB ini, keberadaan guru produktif SMK di Kepri masih sangat jauh dari jumlah yang dibutuhkan.
Selain persoalan kekurangan guru produktif, kata sia, guru-guru produktif SMK yang ada sekarang juga dibayar sangat murah. Seperti kondisi di SMK Negeri 1 Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, di mana hanya terdapat tiga guru produktif dengan bayaran sebesar Rp 500 ribu per bulan.
Kekurangan guru produktif ini selain disebabkan oleh persoalan besaran gaji yang sangat rendah, menurutnya, juga disebabkan oleh pembangunan SMK yang tidak dibarengi dengan menyiapkan guru produktif.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya persoalan kekurangan guru produktif ini segera dicarikan jalan keluarnya karena menyangkut masa depan lulusan SMK dan proses pembelajaran di sekolah.
“Kekurangan guru produktif dan rendahnya gaji guru produktif yang hanya sebesar Rp 500 ribu per bulan di beberapa SMK di Kepri harus segera ditindaklanjuti kepala daerah. Jangan dibiarkan, kebijakan kepala daerah diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.
Sirajudin Nur juga menyampaikan beberapa tindakan yang bisa diambil untuk menambah guru-guru produktif di satuan pendidikan vokasi, di antaranya dengan memanfaatkan tenaga ahli industri yang kompeten untuk mengajar.
Kemudian, lanjutnya, melakukan alih fungsi guru-guru yang mengampu mata pelajaran umum menjadi guru produktif, dan pemetaan penyaluran guru produktif agar tidak terjadi kesenjangan antarsekolah.
Mengenai persoalan rendahnya gaji guru-guru produktif yang berstatus honorer yang selama ini gajinya bersumber dari dana BOS, menurut Sirajudin Nur, bisa diselesaikan dengan kebijakan standarisasi gaji produktif di semua lembaga pendidikan vokasi melalui kebijakan kepala daerah.
“Saya kira jika pemerintah serius, masalah ini bisa dituntaskan. Karena itu tidak cukup dengan political will saja, tapi yang paling penting adalah political action. Kita tunggu itikad baik pemerintah mengurusi persoalan guru produktif ini,” katanya menegaskan.
Sementara itu, Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, menyampaikan daerahnya secara umum memang masih kekurangan sekitar 1.900 guru di tingkat SMA/SMK/SLB.
Namun, kekurangan guru tersebut sedikit tertutupi seiring adanya penerimaan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja atau PPPK tahun 2022 sebanyak 867 orang.
“Paling tidak bisa menutupi kekurangan guru SMA/SMK/SLB, meskipun statusnya PPPK,” kata Ansar.
Menurutnya Pemprov Kepri memiliki keterbatasan anggaran untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan guru, apalagi dengan kondisi geografis kepulauan yang terdiri dari sekitar 2.408 pulau.
“Penambahan guru berkaitan erat dengan kesiapan anggaran,” ucap Ansar.
Namun demikian, Ansar menargetkan masalah tenaga pendidik di Bumi Segantang Lada itu dapat diselesaikan sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kepri 2021-2026, khususnya di bidang pendidikan.
(*)