BARU-BARU ini warga internet Indonesia dibikin shock dengan kabar rencana pemerintah bersih-bersih konten seperti film dan serial bajakan. Termasuk situs populer IndoXXI.
“Mohon maaf, dalam rangka mendukung program Pemerintah dalam pelaksanaan Internet Sehat dan Aman (INSAN) serta memenuhi Peraturan Pemerintah No. 19/2014 untuk penanganan situs internet bermuatan negatif, situs yang Anda buka termasuk situs yang dilarang untuk diakses melalui jaringan kami karena mengandung unsur Pornografi, Judi, Phising/Malware, Sara, Proxy,” begitu tulisan yang muncul dari provider internet rumah gue saat mencoba mengakses IndoXXI.
Alasan utama pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) adalah untuk bersih-bersih domain atau situs web ilegal dan menegakkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Hal itu mendapat respon dari netizen. Ada yang mendukung kebijakan itu. Tapi, banyak juga yang menyesalkannya.
Berbagai alasan akhirnya keluar juga dari cuitan netizen. Kesal karena merasa tidak ada lagi wadah buat menonton tanpa sensor, hingga keluhan karena tidak bisa mengakses secara gratis lagi.
Apa alasan pemerintah?
Pertama, soal hak cipta dulu.
Sadar atau tidak, setiap kita mengakses situs seperti IndoXXI, tandanya kita mengonsumsi konten ilegal.
Harus diakui, namanya karya, mau itu berupa serial, film panjang, film pendek, lagu, hingga buku, mereka ada karena peran si kreator, pembuatnya.
Hal ini yang disoroti Kominfo dan pihak lain. Miris, hasil survei dari YouGov dan Coalition Against Piracy (CAP) menunjukan ada 63 persen konsumen online Indonesia yang mengakses situs streaming bajakan atau situs torrent untuk membuka konten premium.
Dari 63 persen orang yang mengaku suka akses situs bajakan, 62 persennya mengatakan mereka sampai rela berhenti berlangganan di layanan digital yang jelas-jelas legal.
Untuk IndoXXI sendiri, situs ini paling banyak diakses oleh masyarakat milenial, di mana 44 persennya berada di rentang usia 18 sampai 24 tahun.
Tujuannya tentu saja agar terbebas dari biaya berlangganan.
Video Coalition of Indonesia (VCI) pun memutuskan untuk bekerja sama dengan Kominfo untuk mengidentifikasi dan memblokir domain yang merupakan situs bajakan.
Diketahui sejak Juli 2019, Kominfo telah menutup lebih dari 1.000 situs dan aplikasi bajakan.
Hal ini sudah dianggap parah oleh Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI).
“APFI terkejut dengan hasil studi baru yang dijalankan oleh CAP tersebut. Pencurian konten tak dapat diragukan lagi telah merugikan industri kreatif Indonesia dengan mencolong dari para kreator. Situs-situs ilegal ini juga menempatkan konsumen ke risiko tinggi terkena malware. Kami memuji upaya Kominfo dan Video Coalition of Indonesia dalam memerangi masalah ini dengan memblokir ribuan situs bajakan dan meneruskan segala upaya yang memungkinkan,” ungkap Ketua APFI, Chand Parwez dalam keterangan resminya.
Kedua, tentang malware.
Bukan untuk menakut-nakuti. Virus jahat atau malware ada di mana-mana, tak terkecuali di situs bajakan seperti IndoXXI. Justru, harusnya kita bisa lebih waspada ketika mengakses situs ilegal semacam itu.
Memang, urusan HAKI porsinya lebih darurat dari upaya pemblokiran ini. Tapi tidak ada salahnya kita lebih waspada.
Situs bajakan seperti IndoXXI tidak butuh biaya untuk membayar royalti dari konten-konten yang ia sajikan. Namanya juga bajakan, jadi ya memang asal menyodorkan konten saja.
Meski begitu, IndoXXI tetap perlu penghasilan untuk membiayai server mereka.
“Biaya untuk server ya berasal dari jualan iklan. Yang mengkhawatirkan, iklan-iklan yang dijual itu rata-rata iklan yang kurang sesuai dengan norma dan etika, seperti iklan judi dan berbau seksual,” ungkap praktisi keamanan siber Alfons Tanujaya dikutip dari UZONE.ID.
“kalau pemasang iklan jahat mereka bisa saja menyelipkan malware ke tautan iklan. Atau praktik umum yang dilakukan adalah netizen dipaksa install viewer [pemutar video pihak ketiga] agar bisa nonton konten bajakan. Di sinilah bahayanya, malware bisa dengan mudahnya ikut terpasang bersama dengan viewer.”
Tentu tidak ada yang mau perangkat kita malah jadi rentan atau malah rusak gara-gara ada malware masuk dari situs ilegal seperti IndoXXI.
“Banyak viewer yang aman sebenarnya, tapi karena kepentingan komersial file bajakan dibuat sedemikian rupa, sehingga mungkin hanya viewer tertentu yang bisa memutarnya. Paling parah itu malware seperti keylogger dan sejenisnya,” imbuh Alfons.
Sementara itu, beberapa hal lain yang melandasi kebijakan Kominfo ini adalah :
1. Kominfo mau tegakkan HAKI
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan fokus menegakkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) pada 2020. Jadi, jika ada hal yang melanggar HAKI di Indonesia, termasuk keberadaan medium berisi karya bajakan –film, musik, buku–, maka akan diberantas.
2. Kerja sama dengan pihak lain
Pihak Kominfo mengatakan, penegakkan HAKI ini turut merangkul beberapa pihak seperti Coalition Against Piracy (CAP) dan Ditjen HAKI Kemenkumham.
Jadi, bisa dinilai sendiri kalau pemerintah memang serius dalam hal ini dan melihat betapa daruratnya apresiasi terhadap HAKI di Indonesia.
3. Sudah berantas ribuan situs
Pihak Kominfo juga mengaku, begitu banyak situs ilegal yang menyediakan konten bajakan. Sepanjang 2019, Kominfo sudah memblokir lebih dari 1.000 situs pembajakan dan domain aplikasi ilegal.
4. Banyak penonton pro bajakan
Selain kontra yang blak-blakan dilontarkan oleh netizen terkait pemblokiran IndoXXI, bukan rahasia umum bahwa warga Indonesia memang keranjingan nonton bajakan. Salah satu alasan kuatnya karena gratis.
Hal tersebut diperkuat oleh survei YouGov untuk CAP yang memaparkan bahwa ada 63 persen (dari 1.045 sampel) konsumen online di Indonesia memilih nonton konten online melalui situs streaming bajakan atau situs torrent supaya tak dikenai biaya langganan.
Untuk IndoXXI, saking populernya di masyarakat usia 18-24 tahun, situs ini diakses oleh 35 persen illicit streaming device (ISD/perangkat streaming ilegal) seperti TV box.
5. Bukan pekerjaan mudah
Memberantas situs bajakan bukan pekerjaan mudah. Hal ini bisa dilihat dari fenomena yang mirip seperti ‘kucing-kucingan’ karena kalau sekali menutup situs, maka akan bermunculan alamat URL yang baru.
Jadi pada dasarnya, apa yang dilakukan pemerintah memang untuk melindungi hak cipta dari kreator atau si pemilik karya.
(*)