MULAI 18 Oktober 2016 mendatang, Badan Pengusahaan (BP) Batam resmi memberlakukan tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto dikutip BATAM POS mengatakan, kenaikan UWTO berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148 Tahun 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tersebut, maka BP Batam sudah memiliki patokan untuk menentukan tarif baru sehingga masyarakat bisa meminta alokasi lahan lagi.
“Betul. Untuk alokasi baru, BP Batam akan lakukan melalui mekanisme lelang elektronik. Ini juga menjamin azas keterbukaan dan tata kelola yang baik,” ujarnya, Sabtu (8/10/2016) kemarin.
Tarif UWTO baru tidak lagi dihitung berdasarkan tarif per wilayah, namun berdasarkan tarif batas atas dan bawah.
Contohnya tarif UWTO lama untuk permukiman tertinggi adalah di Nagoya dengan nilai Rp 51 ribu per meter, maka sekarang tarif UWTO untuk permukiman paling rendah adalah Rp 17.600 per meter dan termahal adalah Rp 3.416.000 per meter.
Eko mengatakan pengenaan tarif batas atas yang fantastis itu disebabkan karena ada laporan berdasarkan data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah tempat mencapai nilai Rp 10 juta.
“Dan bahkan berdasarkan laporan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), nilai transaksi per wilayah ada yang mencapai Rp 13 juta,” ungkapnya.
Namun, Eko belum bisa menjelaskan berapa tarif masing-masing per wilayah karena BP Batam masih menyusun kebijakan baru terkait tarif baru ini.
Menurut Eko, kenaikan tarif UWTO berdasarkan tarif atas dan bawah ini diharapkan dapat menutup banyak ruang atau celah yang dapat dimanfaatkan oleh calo lahan. Dukungan sistem online juga mempermudah hal tersebut.
“Yang pasti era percaloan akan usai,” ungkapnya.
Zero Zonasi untuk UWTO
Pemerintah Kota Batam menyarankan ada zonasi pembebasan dari kewajiban membayar uang sewa lahan atau uang wajib tahunan otorita (UWTO).
“Ada zonanisasi daerah yang dibebaskan dari UWTO,” kata Asisten I Pemkot Batam Syuzairi bebetapa waktu sebelumnya, dilansir dari ANTARA KEPRI.
Syuzairi mengaku sepakat, UWTO tidak perlu dihapuskan semua, karena merupakan pendapatan negara. Tapi harus ada daerah tertentu yang dibebaskan dari ketentuan itu untuk melindungi hak masyarakat.
Menurut dia, UWTO tidak mutlak harus diberlakukan, karena dalam UU tidak mewajibkan.
“Bunyinya, UWTO dapat diberlakukan, jadi kalau tidak diberlakukan tidak melanggar UU,” kata Syuzairi. ***