SETELAH sekian lama dianggap sebagai primadona investasi di Indonesia, Kepri akhirnya terlempar dari 10 besar lokasi favorit realisasi investasi asing di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang rilis 20 Juli lalu, Kepri berada di posisi 14 untuk lokasi favorit realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) semester I (Januari-Juni) 2022.
Total realisasi investasi di Kepri sebesar US$ 432,9 juta dari 679 proyek untuk periode Januari-Juni 2022. Jika disederhanakan kembali menjadi hanya triwulan II (April-Juni 2022), maka Kepri masih menempati posisi 14, dengan total realisasi investasi PMA sebesar US$ 151,4 dari 369 proyek.
Capaian di triwulan II 2022 jauh menurun dibanding capaian triwulan I, dimana Kepri berada di posisi 13 dengan total realisasi investasi PMA sebesar US$ 281,5 dari 501 proyek.
Berikut capaian realisasi investasi PMA di Kepri per triwulan sejak 2020 berdasarkan data dari BKPM :
- Triwulan I (Jan-Mar) 2020
Posisi : 4
Nilai Investasi : US$ 400,1 juta
Jumlah Proyek : 685
- Triwulan II (Apr-Jun) 2020
Posisi : 6
Nilai Investasi : US$ 367,4 juta
Jumlah Proyek : 394
- Triwulan III (Jul-Sep) 2020
Posisi : 5
Nilai Investasi : US$ 506,4 juta
Jumlah Proyek : 569
- Triwulan IV (Okt-Des) 2020
Posisi : 8
Nilai Investasi : US$ 375,5 juta
Jumlah Proyek : 620
Total Investasi 2020 : US$ 1.649,4 juta
- Triwulan I (Jan-Mar) 2021
Posisi : 9
Nilai Investasi : US$ 347,8 juta
Jumlah Proyek : 667
- Triwulan II (Apr-Jun) 2021
Posisi : 10
Nilai Investasi : US$ 292 juta
Jumlah Proyek : 511
- Triwulan III (Jul-Sep) 2021
Posisi : 11
Nilai Investasi : US$ 316,7 juta
Jumlah Proyek : 638
- Triwulan IV (Okt-Des) 2021
Posisi : 18
Nilai investasi : US$ 87,3 juta
Jumlah Proyek : 567
Total Investasi 2021 : US$ 1.043,8 juta
- Triwulan I (Jan-Mar) 2022
Posisi : 13
Nilai Investasi : US$ 281,5 juta
Jumlah Proyek : 501
- Triwulan II (Apr-Jun) 2022
Posisi : 14
Nilai Investasi : US$ 151,4
Jumlah Proyek : 369
Total Investasi 2022 (hingga Juni) : US$ 432,9 juta
Sejak tahun 2020, realisasi investasi asing di Kepri terus mengalami penurunan. Bahkan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang sejak dulu selalu berada di bawah Kepri, perlahan-lahan mulai menunjukkan diri sebagai salah satu lokasi favorit investasi asing. Jateng menggeser Kepri sejak triwulan III 2021 lalu.
Dari data yang telah dipaparkan, dapat dilihat bahwa realisasi investasi (PMA) di Kepri terus mengalami penurunan, misalnya di tahun 2020, total realisasi investasi PMA sebesar US$ 1.694,4 juta. Nilainya kemudian turun pada tahun 2021 menjadi US$ 1.043,8 juta. Untuk tahun ini hingga semester I, total realisasi investasi PMA yang baru terkumpul baru US$ 432,9 juta, angka yang cukup jauh jika dibandingkan realisasi investasi PMA semester I 2021 sebesar US$ 639,8 juta.
Jika dibandingkan dengan rising star, seperti Jawa Tengah, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah, realisasi investasi PMA di Kepri sangat jauh tertinggal. Pada posisi semester I 2022, Jawa Tengah mengumpulkan total realisasi investasi sebesar US$ 1.136,1 juta dan berada di posisi 8. Sedangkan provinsi baru seperti Maluku Utara, total investasi mencapai US$ 2.035 juta dan duduk di posisi 4. Dan Sulawesi Tengah dengan capaian US$ 3.496,8 juta dan menempati rangking pertama.
Selanjutnya jika melihat capaian realisasi investasi untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) periode semester I 2022, posisi Kepri malah lebih jauh lebih rendah lagi yakni berada di posisi 19. Total investasi sebesar Rp 2.905,2 miliar dari 1.119 proyek.
Sebagai catatan penting, realisasi investasi asing paling besar di Kepri berada di Batam. Berdasarkan data dari Badan Pengusahaan (BP) Batam, investasi asing di Batam memberikan sumbangan sebesar 82 persen untuk Kepri.
Batam Jauh Tertinggal dari Kendal dan Morowali
Saat mengunjungi Batam untuk meresmikan Masjid Tanjak, akhir Juni lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto memberikan sindiran menohok untuk Batam.
Menurut Airlangga, realisasi investasi di Batam masih jauh tertinggal dari Kendal di Jawa Tengah dan Morowali di Sulawesi Tengah.
“Investasi di Batam memang naik 35,7 persen di triwulan pertama. Nilainya US$ 232 juta. Tapi masih kurang besar. Jadi kalau dibandingkan dengan kawasan industri di Kendal, Jawa Tengah masih agak tertinggal. Padahal Batam berada di gateway Singapura. Jadi perlu dipacu ini,” katanya.
Airlangga mengungkapkan bahwa Batam ini mendapat fasilitas spesial dari pemerintah pusat, dengan statusnya sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) dan ada dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di dalamnya.
“Batam ini super spesial, sudah FTZ, ada KEK lagi. Potensi KEK di Nongsa itu bisa setara dengan investasi US$ 500 juta. Tidak semua di Indonesia bisa dapat fasilitas tersebut,” jelasnya.
“Batam ini ibarat nasi goreng spesial, sudah ada telur mata sapi ditambah telur dadar lagi. Di Morowali saja tidak ada FTZ dan bukan kawasan industri, tapi dari nikel dan turunannya, bisa ekspor sangat banyak,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto
Airlangga juga menjelaskan bahwa salah satu persoalan utama mengapa investasi di Kepri, khususnya Batam tidak kunjung menggembirakan terjadi karena ongkos logistik yang mahal.
“Logistik Batam lebih mahal dari Singapura. Logikanya tidak ketemu. Padahal jarak Batam-Singapura itu 25 km saja, dibanding Tanjung Priok yang ratusan kilo,” jelasnya.
Penyebab ongkos logistik mahal yakni minimnya saran pelabuhan bongkar muat seperti di Pelabuhan Batuampar.
“Batuampar ini pekerjaan rumah yang harus selesai. Saya sudah tinjau pelabuhan itu sebanyak 5 kali, mulai dari Komisi 6 DPR, menemani Pak Jusuf Kalla (wakil presiden sebelumnya), menemani Pak Darmin (Menko Perekonomian sebelumnya), dan saya sendiri sudah kunjungi 2 kali. Ini baru awal, kita ingin hari ini sudah berahir,” jelasnya.
“Target 1,6 juta TEUs dan fasilitas jadi baik, maka investasi masuk. Keberadaan Batam sebagai gateway bisa terakselerasi. Pekerjaan rumah ini harus bisa segera diselesaikan,” tegasnya.
Kalangan pengusaha juga berpendapat serupa. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid pernah mengatakan dengan fasilitas FTZ dan KEK yang diberikan kepada Batam, seharusnya bisa lebih banyak menarik investasi dibandingkan daerah lainnya di Indonesia.
“Kemungkinan karena merebaknya pandemi Covid-19 menyebabkan rencana investasi yang akan masuk Batam belum terealisasi dengan maksimal,” jelasnya.
Ia berharap BP Batam bisa lebih gencar lagi dalam melakukan promosi supaya investasi yang masuk bisa lebih banyak lagi.
“Hambatan-hambatan investasi seperti masih relatif mahalnya tarif kontainer dari Batam ke luar negeri harus segera diselesaikan supaya Batam bisa lebih menarik lagi di mata investor,” paparnya.
Selanjutnya, perizinan tertentu yang masih belum dilepaskan oleh beberapa kementerian di pusat harus segera mungkin dilimpahkan ke BP Batam.
“Tujuannya supaya para pelaku usaha lebih mudah dalam mengurus perizinan sehingga akan menimbulkan nilai tambah lagi di mata calon investor,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam dan Karimun, Tjaw Hieong mengatakan sejumlah faktor yang membuat realisasi investasi asing di Kepri belum sesuai harapan.
“Dengan berbagai fasilitas yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) 41/2021, sepertinya belum sesuai dengan harapan,” tuturnya.
Beberapa hal yang menyebabkan masih minimnya realisasi invesasi, yakni terkait belum maksimalnya pelaporan realisasi yang seharusnya menjadi kewajiban bagi para perusahaan untuk menyampaikan laporan per 3 bulan sekali, yang biasa dikenal dengan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) ke BKPM.
Karena belum maksimal, jadi masih ada realisasi investasi yang belum tercatat oleh BKPM.
“Kemudian terkait dengan kemudahan di PP 41 yang harus diselaraskan dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) dari kementerian dan lembaga yang berwenang. Dan itu kami dengar masih dalam tahap pembahasan,” tuturnya.
Untuk Batam sendiri di tahun 2021, realisasi investasi memang turun dari 2020, dimana tahun 2021 hanya mencapai US$ 1,02 miliar. Sementara di 2020 mencapai US$ 1,59 miliar.
“Kemudian yang perlu kita pahami terkait laporan investasi tentu berbeda dengan nilai investasi. Ketika perusahaan ingin menanamkan modalnya, mereka baru mengajukan nilai investasi yang tentunya untuk tahapan realisasi bisa memakan waktu sampai tahunan, tergantung dari jenis kegiatan usahanya dan kemudahan proses perizinan yang diberikan,” jelasnya.
Menurut Tjaw, akhir-akhir ini banyak keluhan terkait perizinan di bidang lingkungan, dimana proses perizinannya menjadi kewenangan instansi sesuai perizinan berusaha, misalnya perizinan investasi PMA masih menjadi kewenangan pusat. “Padahal kepanjangan pemerintah pusat di daerah adalah BP Batam,” tuturnya.
Selanjutnya, dari kajian Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri, kinerja investasi khususnya pada triwulan I juga mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya.
Menurut pernyataan dari laporan berkala BI Perwakilan Kepri, Pembentukan Modal Tidak Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada triwulan I 2022 tumbuh sebesar 1,11 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,81 persen (yoy).
Perlambatan tersebut terkonfirmasi dari likert scale dari liaison yang dilakukan pada sejumlah perusahaan di Kepri yang memang menunjukkan perlambatan.
BI Perwakilan Kepri juga menerangkan bahwa BKPM juga mencatat terjadinya penurunan investasi PMDN dari sebesar Rp 3,21 triliun selama triwulan IV 2021 menjadi sebesar Rp 2,24 triliun pada triwulan I 2022.
Perlambatan tersebut disebabkan oleh pelaku usaha atau investor yang menahan investasi pada awal tahun, seiring dengan ketidakpastian yang terjadi pada triwulan I 2022 yang disebabkan perang Rusia-Ukraina dan peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron.
Kelebihan Pesaing Batam, Kawasan Industri Kendal
Sebagai rising star, Kawasan Industri Kendal (KIK) di Jawa Tengah juga berstatus KEK. KEK di Kendal sangat spesial karena merupakan KEK berbasis industri pertama di Pulau Jawa. Orientasi dari KEK Kendal sama seperti Batam, yakni industri yang berorientasi ekspor.
Hingga Juli 2022, komitmen investasi di KIK sudah mencapai Rp 27 triliun yang berasal dari Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Hongkong dan investor lokal. Dengan investasi tersebut mampu menyerap 12.030 tenaga kerja dan menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 50 juta.
Keunggulan dari KIK ini yakni mendapatkan fasilitas fiskal dan non fiskal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, contohnya fasilitas tax holiday. Upah Minimum Regional (UMR) di Jawa Tengah juga tergolong rendah jika dibandingkan Batam, sehingga memberikan nilai tambah Kendal di mata investor asing.
Saat ini juga telah diajukan fasilias fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak dipungut untuk Barang Kena Pajak (BKP) milik badan atau pelaku usaha di KEK Kendal dan untuk Jasa Kena Pajak (JKP) milik badan dan pelaku usaha untuk transaksi hingga akhir bulan ini.
Kendal juga dikenal dengan pelayanan perizinan yang cepat dan andal, sehingga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)-nya pernah mendapat predikat sebagai PTSP terbaik di Indonesia beberapa tahun lalu (leo).