KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 300.000 benih bening lobster (BBL) atau benur senilai Rp 30 miliar melalui Pulau Sambu, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) tujuan ke Singapura pada Minggu (28/8/2022).
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, bahwa benur tersebut dibawa menggunakan speedboat (kapal cepat) dari pesisir pantai timur Sumatra lewat Pulau Sambu di Batam, Kepri.
“Pelaku melarikan diri tapi speedboat dan 65 boks berisi BBL dapat diamankan,” kata Adin, dikutip dari Solopos.com, Senin (29/8/2022).
Hasil pencacahan ditemukan dalam setiap boks terdapat 24 kantong plastik yang masing-masing berisi 200 ekor. Total 300.000 BBL, terdiri dari lobster jenis pasir dan mutiara. Perinciannya lobster pasir sebanyak 288.000 ekor dan mutiara 12.000 ekor.
“Dengan asumsi lobster pasir Rp 100.000 per ekor dan lobster mutiara Rp 150.000 per ekor. Dari 300.000 ekor BBL dari dua jenis lobster ditaksir kurang lebih Rp 30 miliar,” sebutnya.
Adin menjelaskan pihaknya mendapatkan informasi awal soal penyelundupan BBL sehingga tim Unit Reaksi Cepat (URC) Hiu Biru 02 memantau sejak Minggu (28/8/2022) pagi hingga sore hari.
Pelaku penyelundupan ditengarai mengetahui pergerakan kapal pengawas sehingga melakukan aksinya menjelang sore hari. Padahal, Singapura hanya bisa menerima pengiriman BBL hingga pukul 17.30 waktu setempat.
Namun, lanjut Adin, penyelundup menunggu waktu hingga agak gelap. Pelaku beraksi pukul 18.30 waktu setempat, namun kemudian berbalik arah ke Indonesia.
Ia menjelaskan sempat terjadi kejar mengejar antara speedboat penyelundup dengan tim URC Hiu Biru 02 sampai perairan Sambu. Speedboat menabrak karang di Pulau Sambu. Pelaku melarikan diri meski kapal dan benur berhasil disita.
“Pangkalan PSDKP Batam akan mendalami pelaku. Kami akan mendalami pemilik speedboat dan informasi dari pihak Singapura. Informasi kedatangan kapal tercatat resmi ke Singapura,” jelasnya.
Ancaman Pidana
Sementara itu, mengacu UU Perikanan Pasal 88, setiap orang yang dengan sengaja memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber daya ikan, dan/atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan RI dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Pidana tersebut juga mengacu Permen KP No.17/2021 yang menyatakan bahwa kegiatan pembudidayaan lobster dan distribusinya hanya bisa dilakukan di Indonesia.
Permen KP tersebut menjelaskan lobster, rajungan, dan kepiting dilarang dibudidayakan dan didistribusikan ke luar wilayah Indonesia.
Ia menyebut pelarangan sejalan dengan program strategis KKP untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dengan budidaya ikan yang ramah lingkungan, baik budidaya laut dan pesisir.
Tujuannya meningkatkan produksi perikanan bernilai ekspor dan pemenuhan dalam negeri. “Harapannya dengan larangan ekspor lobster ini akan meningkatkan budidaya lobster di dalam negeri.”
(*)