RUSYDIAH Klub adalah sebuah organisasi perkumpulan cendekiawan yang didirikan pada tahun 1892 M di Pulau Penyengat. Gagasan untuk mendirikan Rusydiah Klub diutarakan oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (1883–1911) yang berkuasa di Kesultanan Lingga. Para pendiri Rusydiah Klub merupakan bangsawan Riau yang mengabdi kepada Kesultanan Lingga. Organisasi itu berdiri sebelum era perkumpulan Boedi Oetomo yang digagas beberapa tokoh bangsa di Jogjakarta pada 1908.
KEGIATAN utama di Rusydiah Klub meliputi bidang agama dan ilmu pengetahuan, bidang ekonomi dan bidang politik. Penunjang kegiatan penerbitan buku dan karya tulis Islam di Rusydiah Klub berupa dua penerbitan yang terletak di Pulau Penyengat dan Pulau Lingga.
Dua puluh dua tahun sebelum pendieian organisasi Boedi Oetomo, di belahan lain kawasan “Netherlandsch Indie”, di pulau kecil, yang terlihat sangat jelas dari kantor dan rumah Resident Riouw, beberapa orang anak watan Melayu yang dibesarkan dalam asuhan pendidikan non formal di Pulau Penyengat, sudah lebih dulu mendirikan organisasi yang mereka beri nama Rusydiah Club.
Para belia Melayu yang cergas dalam penubuhan awal organisasi itu dapat
disebut diantaranya Raja Ali Kelana, Raja Khalid Hitam, Raja Abdullah. Tentulah pendirian organisasi itu dengan maksud untuk meningkatkan martabat dan memajukan kehidupan pribumi.
Rusydiah Club, bukan hanya sekedar perkumpulan para penulis syair, sejarah, adat, agama, bahasa, sastra, dan aspek budaya Melayu lainnya. Tetapi wadah berhimpunnya para cerdik cendekia, yang sangat ambil berat terhadap masalah sosial, ekonomi, dan bahkan politik.
Hasan Yunus menyebut organisasi para cendekiawan Melayu ini sebagai sebuah “pressure group” terhadap pemerintah kolonial.
UU Hamidi menganalisa bahwa Rusydiah Club mungkin merupakan suatu organisasi para cendekiawan pertama dalam sejarah cendekiawan di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai wadah berserikat yang terbesar dalam abad ke-19, sebab para anggotanya tidak hanya sebatas kaum cendekiawan Melayu yang bermastautin di Riau (Kepulauan Riau) saja, tetapi juga meliputi Minangkabau, Patani di Thailand, Semenanjung Melaka dan pesisir Barat Kalimantan.
Anggotanya meliputi Melayu, keturunan Arab, Minangkabau, Patani dan Bugis serta Banjar.
Jika benar analisa UU Hamidi ini, maka dari segi keanggotaannya, Rusydiah
Club lebih hiterogen bila dibadingkan dengan Boedi Oetomo yang anggotanya hanya dari kalangan priyayi Jawa saja.
Hiterogenitas keanggotaan Rusdyah Club sudah melintas geografis, etnis, dan kultur, artinya sudah bersifat terbuka, walaupun persyaratan untuk menjadi anggota sangat selektif, misalnya harus sudah menghasikan karya tulis yang berkualitas.
Rusydiah Club tidak semata-mata berkutat pada hal ihwal tulis menulis, kebudayaan saja, tetapi sesuai dengan semangat zamannya, kesadasaran akan keluar, bebas dari penindasan kolonialisme, kesadaran akan masa lalu tentang kebesaran Kerajaan Melayu, kesejahteraan, mendorong lahirnya kemauan bersama untuk bergerak di bidang politik, ekonomi, melawan hegemoni Belanda.
Pendirian
Ketika Kesultanan Lingga dipimpin oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (1883–1911), Kesultanan Lingga sedang terancam keberadaannya oleh Belanda. Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah kemudian memikirkan sebuah cara untuk menentang Belanda secara tidak langsung. Ia kemudian menggagas pendirian sebuah organisasi yang sebagian besar anggotanya terdiri dari para cendekiawan dan bangsawan Riau. Namanya ialah Rusydiah Klub.
Gagasan untuk mendirikan Rusydiah Klub dimulai sejak tahun 1886 M. Rencananya, Rusydiah Klub didirikan sebagai sebuah organisasi perkumpulan cendekiawan muslim di Riau. Tokoh-tokoh pendiri Rusydiah Klub ialah Raja Ali Kelana, Raja Khalid Hitam dan Abu Muhammad Adnan.[2] Rusydiah Klub secara resmi didirikan pada tahun 1892 di Pulau Penyengat.
Kegiatan dan Penunjang
Para cendekiawan yang tergabung dalam Rusydiah Klub mengadakan kegiatan pengembangan ilmu dan kegiatan menulis untuk dijadikan sebagai sebuah tradisi. Selain itu, Rusydiah Klub juga mendirikan sekolah. Pengurus inti dalam Rusydiah Klub ada tiga orang yakni Raja Tengku Kelana, Raja Hitam dan Raja Abdullah. Tiga bidang utama yang diurusi oleh Rusydiah Klub yaitu bidang agama dan ilmu pengetahuan, bidang ekonomi dan bidang politik.
Rusydiah Klub mengadakan kegiatan penerbitan buku-buku dan karya tulis Islami untuk membina masyarakat Kesultanan Lingga melalui ajaran Islam. Penunjang kegiatan ini ialah dua percetakan bernama Rumah Cap Kerajaan Lingga dan Mathbaat al-Riauwiyah. Rumah Cap Kerajaan Lingga didirikan di Pulau Lingga, sedangkan Mathbaat al-Riauwiyah didirikan di Pulau Penyengat.
(*/ham)