DINAS Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam menggelar pertemuan mendesak dengan manajemen PT Maruwa Indonesia setelah perusahaan tersebut secara tiba-tiba menghentikan seluruh operasionalnya. Penutupan mendadak yang terjadi pada awal April 2025, menimbulkan kegelisahan di antara ratusan karyawan yang tergantung pada perusahaan tersebut.
KEPALA Disnaker Kota Batam, Rudi Sakyakirti, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mencari solusi untuk membantu pekerja yang terkena dampak.
“Kami masih dalam proses perundingan dengan manajemen. Perusahaan telah menunjuk likuidator untuk menyelesaikan hak-hak pekerja,” jelas Rudi, dalam keterangannya, Sabtu (24/5/2025) kemarin.
Namun, penunjukan likuidator ini justru menambah kekhawatiran di kalangan karyawan. Banyak yang merasa pesimis hak-hak mereka akan terpenuhi, mengingat sisa aset perusahaan hanya sekitar Rp1 miliar. Jumlah yang dipandang tidak memadai untuk menutupi kewajiban kepada ratusan pekerja.
“Para pekerja berharap hak-hak mereka dapat dipenuhi dengan layak. Namun, dengan kondisi aset yang sangat terbatas, hal ini tampak sulit,” tambahnya.
PT Maruwa Indonesia, yang telah beroperasi sejak 1999 dan berlokasi di Kawasan Bintang Industri II, Tanjung Uncang, Batuaji, merupakan produsen Flexible Printed Circuit (FPC).
Penutupan ini terjadi akibat terhentinya pasokan bahan baku dari mitra utama di Malaysia, yang menjadi kunci dalam rantai produksi perusahaan.
Situasi tersebut membuat para karyawan merasa shock dan kecewa. Mereka menuntut kejelasan dari manajemen mengenai pemenuhan hak pesangon, upah terakhir, serta penyelesaian kontrak kerja sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
Karyawan Protes Pemutusan Hubungan Kerja
KONFLIK antara karyawan dan manajemen PT Maruwa Indonesia di Batam makin memanas, menyusul gejolak internal yang sudah berlangsung sejak Maret 2025. Sejumlah karyawan mengeluhkan keterlambatan pembayaran gaji dan pencicilan tunjangan hari raya (THR).
Puncak ketegangan terjadi pada bulan April, ketika ratusan karyawan dirumahkan secara sepihak. Manajemen mengklaim bahwa mereka tidak memiliki dana operasional karena proyek dari mitra di Malaysia terhenti.
“Kontrak kami seharusnya berlanjut hingga September, tapi sejak April, kami dirumahkan tanpa penjelasan yang memadai,” ujar salah seorang karyawan di sana kepada media.
Situasi kian memburuk setelah manajemen gagal memenuhi janji pembayaran gaji pada 23 Mei 2025. Ratusan buruh yang menunggu berjam-jam melakukan aksi protes dengan memblokade kantor perusahaan.
“Kami dituduh tidak beretika, padahal mereka yang tidak menepati janji,” keluh seorang karyawan lainnya.
Yutaka Shibata, Komisaris PT Maruwa Indonesia, dikabarkan telah mengadakan beberapa pertemuan dengan perwakilan karyawan, namun tidak ada solusi yang dihasilkan. Kekecewaan meningkat ketika manajemen justru menghadirkan pengacara dalam pertemuan tersebut.
“Kami semakin marah karena mereka bisa membayar pengacara, tetapi tidak bisa membayar kami,” ungkap seorang pekerja perempuan.
Beberapa karyawan bahkan menyatakan kesediaan untuk menerima setengah gaji bulan April jika perusahaan tidak mampu membayar penuh. Mereka hanya menginginkan itikad baik dari manajemen.
“Kami hanya ingin hak kami. Separo pun kami terima, yang penting jelas,” tambahnya.
Protes karyawan ini juga ramai dibahas di media sosial, di mana mereka mengekspresikan frustrasi atas ketidakpastian yang mereka hadapi. Beberapa mengaku menunggu lebih dari 15 jam hanya untuk mendengar janji yang kembali dilanggar.
“Kami bukan robot; kami meminta hak kami, bukan belas kasihan!” tulis salah satu pekerja di media sosial.
Hingga berita ini diterbitkan, manajemen PT Maruwa Indonesia belum memberikan komentar resmi. Karyawan menyatakan akan terus berjuang untuk hak mereka dan mempertimbangkan langkah hukum jika situasi tidak membaik dalam waktu dekat.
(dha/ham)


