KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Batam bersama Tim Pengawas Aliran Kepercayaan dan Keagamaan Masyarakat (PAKEM) menyatakan kewaspadaan terhadap aktivitas sejumlah aliran kepercayaan di Kota Batam.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah aliran Faiz Albaqarah, yang disebut-sebut menjadikan Batam sebagai pusat kegiatannya di Indonesia.
Dikutip dari Batampos.co.id, dalam rapat koordinasi lintas instansi yang digelar di Aula Kejari Batam pada Rabu (18/6/2025), Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan langkah dan strategi dalam pengawasan terhadap aliran kepercayaan yang dinilai menyimpang dan berpotensi mengganggu ketertiban umum.
“Pengawasan ini adalah bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Kota Batam, terlebih dengan dinamika sosial yang tinggi,” ujar Priandi Firdaus.
Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai unsur terkait, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batam, Kementerian Agama, Kesbangpol, BIN Daerah Kepri, TNI, Polri, FKUB, Lembaga Adat Melayu (LAM), Dinas Pendidikan, serta para camat se-Kota Batam.
Ketua MUI Batam, Luqman Rifai mengungkapkan terdapat delapan aliran kepercayaan aktif di Batam yang dinilai tidak memiliki legalitas badan hukum dan berpotensi menyimpang.
Aliran-aliran tersebut antara lain: Syiah, Ahmadiyah, Gafatar, An Nadzir, Al Nadzir Minallah serta dua individu mantan narapidana kasus terorisme. Salah satu yang mencuat adalah Faiz Albaqarah.
“Faiz Albaqarah ini telah dinyatakan sesat oleh otoritas keagamaan di Malaysia. Di Batam, mereka berkembang cukup masif, dengan pusat aktivitas berada di kawasan Tiban Raya,” ungkap Luqman.
MUI menegaskan bahwa pendekatan terhadap kelompok-kelompok tersebut tetap mengedepankan metode kekeluargaan dan dialog, bukan tindakan langsung.
Pemberian fatwa sesat hanya akan dilakukan apabila langkah persuasif dan pembinaan tidak membuahkan hasil.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Batam, Chablullah Wibisono, mengingatkan bahwa potensi konflik keagamaan tidak hanya berasal dari interaksi antaragama, namun juga konflik internal di dalam tubuh masing-masing agama.
“Contoh kasus di Tanjung Piayu menjadi pelajaran penting. Konflik rumah ibadah itu menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh sebab itu, perhatian harus diberikan tidak hanya pada kerukunan antarumat, tapi juga antar kelompok internal agama,” jelasnya.
Dari sisi intelijen, Kepala Bidang Wasnas Kesbangpol Batam, Metra Dinata, menggarisbawahi bahwa pengawasan juga ditujukan kepada kelompok yang belum difatwa sesat, namun menunjukkan indikasi kuat menyimpang dari ajaran agama yang diakui negara.
“Batam adalah wilayah strategis dengan pertumbuhan penduduk yang cepat. Ini menciptakan keragaman sosial dan keagamaan yang kompleks, dan menjadi potensi konflik horizontal jika tidak ditangani secara dini,” ujarnya.
Kejaksaan menegaskan komitmennya untuk terus menjalankan deteksi dini, pemetaan sosial keagamaan, dan pendekatan hukum persuasif** melalui penyuluhan. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak mudah terpengaruh aliran-aliran yang tidak jelas landasan ajarannya.
“Kami lakukan pendekatan preventif dan represif secara seimbang agar ketertiban tetap terjaga,” kata Priandi.
(*/Batampos)