GUBERNUR Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, mengklarifikasi bahwa pembangunan Estuari DAM Teluk Bintan di Kabupaten Bintan tidak akan mengakibatkan tenggelamnya desa-desa, meski sebelumnya isu tersebut beredar di masyarakat.
“Awalnya, kami khawatir proyek ini akan menenggelamkan sepuluh desa, namun setelah evaluasi, kami menemukan bahwa hanya beberapa hektare lahan yang diperlukan untuk pengolahan air bersih,” jelas Ansar.
Estuari merupakan wilayah perairan semi-tertutup yang terbentuk di muara sungai, di mana air tawar bercampur dengan air laut. Saat ini, investor proyek, Konsorsium PT Tamaris Hydro dan PT Moya Indonesia, sedang melakukan kajian untuk menentukan batas pemanfaatan lahan dan laut dalam pembangunan DAM.
Ansar juga menegaskan pentingnya kajian dampak lingkungan dan sosial terhadap komunitas lokal, khususnya nelayan. Dia meminta agar investor menyediakan alat tangkap dan pelatihan yang lebih baik untuk masyarakat.
Proyek ini akan menggunakan teknologi canggih untuk mengolah air laut menjadi air bersih yang dapat digunakan oleh masyarakat.
“Kebutuhan air bersih di Bintan dan Batam dalam 5-10 tahun ke depan sangat tinggi,” tambah Ansar.
Pemprov Kepri masih menunggu hasil kajian dari investor sebelum melanjutkan diskusi dengan pemerintah, investor, dan masyarakat setempat. Proyek ini akan dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), dengan target lelang selesai pada akhir tahun ini dan konstruksi dimulai pada 2027.
Diperkirakan, proyek strategis nasional ini akan menginvestasikan sekitar Rp14 triliun dan akan dibahas dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali pada tahun 2024.
“Mengandalkan APBD tidak cukup, sehingga kami perlu menggandeng investor untuk mewujudkan Estuari DAM Bintan,” tutup Ansar.
(nes)