PERAIRAN Batam masih menjadi sasaran empuk penyelundupan benih lobster tanah air. Terakhir, Bea Cukai (BC) Batam dan BC Tanjung Balai Karimun (TBK) menggagalkan penyelundupan 60 ribu benih lobster senilai Rp 9 miliar, yang diangkut oleh kapal high speed craft (HSC), Minggu (2/4/2023).
Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi BC Batam, M Rizki Baidillah mengungkapkan tangkapan tersebut berasal dari info masyarakat, dimana terdapat kegiatan muat barang yang berisi benih lobster.
“Pada tanggal 1 dan 2 April kemarin, BC Batam dan BC TBK bersama Ditreskrimsus Polda Kepri mendalami informasi dari laporan masyarakat bahwa terdapat speedboat di pelabuhan tikus yang diduga melakukan kegiatan muat barang berupa benih lobster. Berdasarkan informasi tersebut tim segera menyebar armada ke semua titik yang menjadi perlintasan,” ungkapnya.
Pada Minggu (2/4/2023) pukul 06.30 WIB, speedboat pengangkut benih lobster ditemukan. Tim BC dan Polda melakukan pengejaran, kapal tersebut diamankan di Perairan Pantai Pulau Durian. Selanjutnya dibawa ke Dermaga BC di Tanjung Uncang.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan sebanyak 60 ribu ekor benih obster jenis pasir yang tidak dilengkapi dengan dokumen kepabeanan dan cukai, serta termasuk dalam kategori barang larangan pembatasan dengan estimasi nilai barang mencapai Rp 9 miliar,” paparnya.
Puluhan ribu benih lobster tersebut langsung dilepas agar tidak mati, jika terlalu didiamkan. “Kalau didiamkan berlama-lama, mungkin hanya beberapa jam saja bertahannya oleh sebab itu harus segera dilepaskan,” ucapnya.
Pelapasliaran benih lobster dilakukan di wilayah perairan Pulau Ngual, yang disaksikan langsung oleh Karantina Perikanan Batam, Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam serta Marinir Batam. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan kondisi perairan yang tidak tercemar dan lingkungan yang aman untuk tumbuh kembang benih lobster.
Penyelundupan benih lobster dapat dijerat Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Perikanan dan/atau Pasal 87 jo Pasal 34 UU RI Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 3 Miliar (leo).