BERBAGAI cara dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam, untuk mempopulerkan Museum Raja Ali Haji di tengah-tengah masyarakat Batam dan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Salah satunya yakni dengan menggelar Seminar Koleksi Museum Batam Raja Ali Haji di Hotel Travelodge Batam, Senin (14/3). Disbudpar mengundang Dosen Sejarah dari Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), Monika Sari.
“Seminar ini, kami mencoba mendatangkan narasumber yang ahli di bidangnya. Dengan begitu, informasi dan masukan yang menarik dapat digali, untuk membuat museum di Batam semakin maju dan menarik untuk dikunjungi,” kata Kepala Disbudpar Batam, Ardiwinata.
Dalam pemaparannya, Monika menjelaskan bahwa pengembangan museum harus mengutamakan penambahan koleksi, menambah fasilitas, menggelar kegiatan promosi secara masif dan berkelanjutan, menggandeng pemerintah dan masyarakat dalam mengkampanyekan museum, serta meningkatkan kualitas pelayanan bagi pengunjung, dan meningkatkan SDM.
“Budaya lokal masuk menjadi pelajaran di suatu daerah, peran pemerintah penting membuat perda sehingga sejarah masa lalu bisa dimasukkan dalam muatan lokal pendidikan sekolah,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh peserta dapat mengagendakan kunjungan ke Museum Batam Raja Ali Haji. “Ayo mulai agendakan ke museum karena museum salah satu sumber pembelajaran bagi peserta didik elemen masyarakat,” ucapnya.
Narasumber lainnya, seorang sejarawan Kepri, Aswandi Syahri mengupas tentang perjalanan Batam sejak Kerajaan Riau Lingga tahun 1722 hingga 1911. Selain itu ia juga mengupas tentang reorganisasi pemerintahan Kerejaan Riau-Lingga di Pulau Batam tahun 1895.
Pada tahun 1895, perkembangan pemerintahan lokal di Batam kembali memasuki sebuah babak baru, ketika Yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi melakukan reshuffle besar-besaran terhadap jabatan wakil-wakilnya yang berada di sejumlah daerah dalam wilayah kerajaan Riau-Lingga.
Selain itu narasumber dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Batam Anasrudin membahas tentang cagar budaya dan Edi Sutrisno membahas tentang Batam dulu sekarang.
Ardiwinata mengatakan keberadaan museum sangat penting untuk menyajikan bukti sejarah tentang Kota Batam.
“Bercerita tentang keberadaan Museum Batam Raja Ali Haji, kami sudah menjelajah pulau dan sebagainya dan mengumpulkan para penggiat sejarah,” ujarnya.
Setelah telah dilakukan pendalaman, ia mengatakan bahwa sejarah sangat luar biasa untuk dan perlu ada fasilitas seperti museum untuk menjadi penunjang keberadaan sejarah.
“Dari sejarahlah kita tahu akan ada yang namanya pemajuan, karena sejarah itu perlu pelestarian. Alhamdulillah saat ini museum jadi pusat pembelajaran sejarah Kota Batam dan sudah dikunjungi ribuan wisatawan dan pelajar,” katanya.
Ia menegaskan, keberadaan museum ini berawal dari survei bahwa banyak daerah dikunjungi karena ingin melihat galeri dan museum.
“Orang datang ke Batam karena ada 10 sebabnya di antaranya kuliner, kebudayaan, olahraga, belanja, hiburan, hingga galeri dan museum,” katanya.
Saat itu, Batam belum meniliki museum. Dengan begitu, pihaknya terpikirkan untuk menghadirkan museum tersbebut. “Setelah melalui proses panjang, alhamdulillah Batam punya museum dengan nama Museum Batam Raja Ali Haji sesuai pilihan nama oleh Walikota Batam,” jelas Ardi.
Setelah punya nama, syarat lain berdirinya musesum seprti visi misi, koleksi, sturktur, hingga biaya. Pihaknya bersama sejumlah pihak terus bergotong royong agar museum tersebut memberikan dampak positif.
“Harapan kami, dengan adanya museum ini, semua pihak mampu mengetahui sejarah di Kota Batam,” katanya.
Di lokasi sama, Kepala UPTD Museum Batam Raja Ali Haji, Senny Thirtywani, melaporkan, seminar tersebut diikuti 50 peserta yang terdiri dari guru sejarah, mahasiswa, budayawan, hingga pelaku seni, dan perwakilan kecamatan.
“Seminar ini untuk menggali dan upaya mencari koleksi barang bersejarah di Batam,” kata Senny (leo).