RUPIAH terus tertekan dan nyaris menyentuh angka Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Dikutip dari Reuters, dolar AS berada di posisi Rp 14.945 pada Senin (4/7/2022) sore ini.
Menurut pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, penguatan dolar karena sentimen resesi dan kenaikan suku bunga acuan AS.
Lebih lanjut, Ariston menjelaskan, yield obligasi AS mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan jika pelaku pasar tengah mengamankan aset mereka.
“Yield obligasi AS tenor 10 tahun sudah bergerak di bawah 3% yaitu di kisaran 2,88%. Isu resesi menjadi penyebab beralihnya investasi pelaku pasar keuangan ke obligasi AS. Harga aset berisiko termasuk rupiah pun dalam tekanan,” kata Ariston, Senin (4/7/2022).
“Di tengah kebijakan pengetatan moneter bank sentral dunia ditambah inflasi yang tinggi, pelaku pasar memandang risiko resesi meningkat,” sambungnya.
Selain itu, kata Ariston, pelaku pasar juga mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif. Apalagi Federal Reserve (Fed) sudah sering memberikan sinyal mendorong suku bunga demi meredam inflasi di negaranya.
“Pasar juga masih mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif. Perbedaan yield antara Indonesia dan AS yang menyempit mendorong pasar mencari aman di aset dolar AS dibandingkan rupiah sehingga ini ikut memberikan tekanan ke rupiah,” jelasnya.
Senada, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan, potensi kenaikan suku bunga acuan AS membuat pelaku pasar beralih ke dolar.
“Spekulasi tentang kenaikan suku bunga dan inflasi yang cukup tinggi ini yang membuat pelaku pasar condong beralih ke dolar. Karena kita tahu, bahwa inflasi yang tinggi, suku bunga tinggi akan menyebabkan resesi,” katanya.
“Kita tahu Amerika di kuartal I terjadi kontraksi PDB 1,6%, di kuartal II kemungkinan terjadi kontraksi,” jelasnya.
(*)
sumber: detik.com