PERNYATAAN kontroversial yang dilontarkan mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, juga mendapat respons dari Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad.
Ansar mengatakan, Mahathir harus kembali mempelajari konsep kedaulatan negara. “Jujur saya kecewa dengan statement yang dikeluarkan Pak Mahatir, seharusnya sekelas Pak Mahathir mengerti mengenai kedaulatan sebuah Negara,” kata Ansar, saat ditemui di Golden View Hotel, dikutip dari Kompas.com, Selasa (21/6/2022).
Ansar menegaskan sampai kapan pun Kepri adalah bagian kedaulatan Republik Indonesia. “Kepri adalah bagian Indonesia, pulau terdepan di Indoensia. Provinsi ke-32 di Indonesia dan Malaysia adalah Malaysia,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, dalam pidatonya pada Minggu (19/6) waktu setempat, Mahathir mengungkapkan bahwa Malaysia semestinya mengklaim Singapura dan Kepri sebagai bagian dari Tanah Melayu.
Pernyataan tersebut dilontarkan Mahathir karena menurutnya Singapura dan Kepri adalah bagian dari Tanah Melayu yang memiliki hubungan historis dengan Malaysia.
Pernyataan kontroversi ini juga akhirnya mendapat tanggapan dari Kantor Staf Presiden (KSP) RI melalui Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodawardhani.
Jaleswari mengatakan apa yang diungkapkan Mahathir perlu dikonfirmasi lagi, apakah pernyataannya tersebut merupakan posisi resmi Pemerintah Malaysia. Kalau tidak, maka pernyataan tersebut hanyalah pandangan pribadi.
Jaleswari menegaskan secara obyektif, untuk menentukan pemegang kedaulatan atas suatu wilayah, hukum kebiasaan internasional maupun berbagai preseden putusan pengadilan internasional telah memberikan standar kendali efektif yang harus dipenuhi oleh suatu pemerintah terhadap wilayah yang diklaim.
“Hingga detik ini, satu-satunya entitas yang memiliki kendali atas wilayah Provinsi Riau adalah Pemerintah Republik Indonesia,” tegasnya.
Hal itu, kata Jaleswari, bisa dilihat dari adanya administrasi pemerintahan Indonesia di Provinsi Riau yang dilakukan melalui proses demokratis, kapasitas menerapkan hukum nasional, pencatatan kependudukan, kemampuan penegakan hukum, dan unsur-unsur lain yang hanya bisa diterapkan oleh entitas pemerintah yang sah.
(*)