BISNIS pinjaman online (pinjol) serta investasi bodong, diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepri sangat diminati warga Kepri di tengah pandemi saat ini.
Minat masyarakat tumbuh karena banyaknya waktu luang akibat dirumahkan, serta kemudahan mengakses pinjol karena kemudahan teknologi informasi.
“Faktornya itu, karena banyak yang cari informasi saat waktu luangnya di tengah pandemi, untuk mencari pendapatan tambahan, serta ditambah kemudahan informasi,” kata Kepala OJK Kepri, Rony Ukurta Barus, di Hotel Best Western Premiere (BWP) Panbil, Selasa (21/12).
Minat tinggi yang tidak tepat itu, juga berakar dari tingkat literasi atau pemahaman yang rendari dari masyarakat, terkait pinjol ilegal.
“Sayangnya tingkat pemahaman masyarakat kita masih di angka 45,67 persen. Sedangkan tingkat penggunaan jasanya malah tinggi, di angka 92,13 persen. Dengan demikian, banyak masyarakat Kepri menggunakan jasa keduanya, tapi belum memahami risikonya,” jelasnya.
Sehingga tidak heran, jika banyak yang terjebak investasi bodong dan pinjol ilegal.
“Terdapat kasus penipuan Forex di Tanjungpinang, 2019 lalu. Lalu ada arisa online yang merugikan Rp 2 miliar. Kemudian di Natuna, ada investasi terkait imbal hasil 15-30 persen, dengan korban 250 orang dan kerugian Rp 250 juta,” jelasnya.
Menurut Roni, wajar saja jika masyarakat tergiur, disamping karena pemahaman yang kurang, proses pencairan juga relatif cepat.
“Terdapat 100.026 rekening aktif dari Kepri dengan nilai pinjaman senilai Rp 208 miliar. Sementara di kami, belum pernah terima aduan masyarakat. Tapi, kami yakin banyak yang ikut terima pinjaman, terkait banyaknya permintaan informasi terkait pinjol ilegal,” tuturnya.
*(rky/GoWestId)