PEMILIHAN Umum (pemilu) 2019 telah usai. Saat para peserta sibuk menghitung suara mereka dapatkan, bahkan ada yang amat yakin berhasil memenanginya, beberapa keluarga berduka karena kehilangan orang yang mereka cintai terkait pesta demokrasi tersebut.
Hingga Jumat (19/4) kemarin, berdasarkan penelusuran kabar dalam berbagai media massa, 14 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia saat menjalankan tugas.
Ada 10 petugas yang wafat di Jawa Barat, dan masing-masing 1 orang di Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan DKI Jakarta.
Sebanyak 13 korban diduga tewas akibat kelelahan karena bertugas dua hari penuh, nyaris tanpa istirahat, sejak menyiapkan TPS pada Selasa (16/4) hingga penghitungan suara selesai–rata-rata pada Kamis (18/4) dini hari.
Sementara seorang lagi karena jatuh dari motor dalam perjalanan pulang ke rumah untuk rehat sejenak di tengah penghitungan suara.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Rifqi Ali Mubarok, Jumat (19/4) mengonfirmasi wafatnya 10 petugas KPPS di wilayah provinsi tersebut.
“Kesepuluhan petugas TPS yang meninggal dunia tersebut tersebar di lima kabupaten/kota, yakni Garut, Purwakarta, Ciamis, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Kita mengupayakan memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan karena mereka tidak terproteksi,” Rifqi di laman Sindonews.
Tidak terproteksi yang dimaksudnya adalah para petugas KPPS tidak dikover oleh asuransi saat bekerja. Ketua KPU Arief Budiman kepada Suara.com menyatakan bahwa pihaknya pernah mengusulkan agar para petugas KPPS dilindungi asuransi kesehatan, tetapi usul tersebut ditolak. Ia tak menjelaskan siapa yang menolak usulan tersebut.
Arief menyatakan bahwa KPU telah menerima laporan mengenai wafatnya petugas KPPS, juga beberapa yang sakit, usai melaksanakan tugas. Akan tetapi ia belum bisa mengumumkan berapa jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia tersebut.
“Ada beberapa yang laporan memang. Tetapi saya mau klarifikasi dulu ya,” katanya kepada Tribunnews.com.
Karena tak ada asuransi tersebut, KPU daerah berinisiatif mengumpulkan dana santunan bagi anggota keluarga petugas KPPS yang meninggal dunia, seperti yang dilakukan KPU Kota Malang, Jatim.
“Inshaallah kami dari masing-masing pribadi akan dilakukan. Kami menganggap semua penyelenggara adalah saudara. Tapi apakah ada back up asuransi dan yang lain, memang sementara ini untuk asuransi itu tidak terfasilitasi dalam anggaran Pemilu 2019,” terang Ketua KPU Kota Malang, Zaenudin, kepada JawaPos.com.
Petugas KPPS pada dasarnya adalah sukarelawan yang direkrut untuk membantu penyelenggaraan pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Setiap TPS dikelola oleh 7 petugas KPPS, terdiri dari 1 ketua dan 6 anggota.
Pemilu 2019 adalah salah satu hajat demokrasi terbesar di dunia, melibatkan 190.779.969 pemilih terdaftar yang tersebar pada 810.329 TPS di 34 provinsi. Dengan demikian, ada 5,67 juta petugas KPPS yang direkrut untuk menyukseskan hajat tersebut.
Karena Pemilu 2019 melibatkan pemilihan presiden, legislatif, dan senator, proses pencoblosan dan penghitungan suara berlangsung lama dan rumit. Setiap pemilih harus mencoblos 5 surat suara–presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Hanya warga DKI Jakarta yang mencoblos 4 surat suara karena tak ada DPRD Kabupaten/Kota.
Kerumitan tersebut membuat para petugas KPPS bekerja nyaris 24 jam sejak Rabu (17/4) pagi. Mereka harus menyelesaikan seluruh proses pemilu. Mulai dari pencoblosan, penghitungan surat suara, rekapitulasi laporan, dan berita acara.
Bahkan ada petugas KPPS yang mulai aktif sejak beberapa hari sebelumnya untuk mendirikan TPS, pembagian undangan kepada pemilih, hingga sosialisasi.
Untuk semua tugas tersebut, upah yang mereka terima tak banyak. Ketua KPPS mendapatkan Rp550.000, sementara anggota Rp500.000. Setelah dipotong pajak 3 persen, jumlah bersihnya menjadi Rp515.000 dan Rp470.000.
“Saya sudah dua kali jadi ketua KPPS, begitu terus honornya, tidak ada perubahan. Padahal tugasnya sangat berat, selain merekap laporan kita juga harus berhadapan dengan masyarakat, apalagi untuk DPRD kabupaten,” kata Abdul Latif, Ketua KPPS TPS 04 Desa Palalakkang, Sulawesi Selatan. (h/t CNN Indonesia)
Menurut Abdul, pemerintah harus mengkaji ulang honor yang disiapkan bagi KPPS sebagai ujung tombak pelaksanaan pemilihan wakil rakyat yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan selama lima tahun mendatang.
Berikut daftar nama 10 petugas KPPS yang meninggal dunia saat bertugas dan telah terkonfirmasi:
- Deden Damanhuri (46), Ketua KPPS TPS 03 Desa Cipendeuy, Bojong, Purwakarta, Jawa Barat. Wafat pada Rabu (17/4) di tengah berlangsungnya pemungutan suara.
- Carman (40), anggota KPPS TPS 01 Desa Gardu, Kiarpedes, Purwakarta, Jawa Barat. Wafat saat penghitungan suara dilakukan, Rabu (17/4).
- Dany Faturrahman (41), anggota KPPS TPS 03 Sidomulyo, Samarinda Ilir, Kalimantan Timur. Wafat pada Kamis (18/4) beberapa saat setelah penghitungan suara selesai.
- Jaenal (56), ketua KPPS TPS 09 Desa Sukaharja, Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Wafat Kamis (18/4) pukul 14.30 di RS Milenia, Bogor. Ia pingsan pada Rabu (17/4) saat mengecek TPS.
- Supriyanto (54), Ketua KPPS TPS 11 Kampung Ciburaleng, Cigalontang, Tasikmalaya, Jawa Barat. Wafat Kamis (18/4) usai penghitungan suara.
- Jeje (60), ketua KPPS TPS 02 Kampung Mandalamekar, Jatiwaras, Tasikmalaya, Jawa Barat. Wafat Kamis (18/4) usai penghitungan suara.
- Yaya Suhaya (71), anggota KPPS TPS 04, Desa Cilewo, Telagasari, Karawang, Jawa Barat. Wafat Jumat (19/4) pagi.
- AS, ketua KPPS TPS 017 Tamansari, Jakarta Barat, DKI Jakarta. Wafat Rabu (17/4) dini hari sebelum pencoblosan.
- Suharto (50), anggota KPPS TPS 017 Kelurahan Tegalgede, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Wafat Rabu (17/4), terjatuh dari motor saat akan pulang ketika jeda proses penghitungan suara.
- Agus Susanto (40), anggota KPPS TPS 04, Kelurahan Tlogomas, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Wafat Kamis (18/4) dini hari usai penghitungan suara.
Sumber : Sindonews / Suara / Tribunnews / Jawapos / CNN Indonesia