Uang
Pencabutan PPKM Dorong Potensi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok di Pasar

WARGA Kepri bisa bernafas lega. Pasalnya risiko kenaikan harga barang komoditi di Januari 2023 diperkirakan akan sedikit menurun. Meskipun begitu, masih ada risiko inflasi yang perlu diwaspadai oleh pemerintah daerah.
“Potensi inflasi yang perlu diwaspadai antara lain peningkatan curah hujan dan dampak musim angin utara yang berpotensi mendorong kenaikan harga komoditas, terutama cabai, sayur dan ikan menjelang kenaikan permintaan sebelum Imlek,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Perwakikan Kepri, Adidoyo Prakoso, Kamis (5/1).
Selain itu, pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga mendorong kenaikan mobilitas dan permintaan jasa angkutan. Dengan kata lain, mobilitas yang semakin akan meningkat akan mendorong warga Kepri lebih mudah dalam berbelanja memenuhi kebutuhan hidup, sehingga barang-barang kebutuhan pokok di pasar cepat habis dan menjadi langka.
Selanjutnya, kenaikan cukai rokok tembakau dan rokok elektrik.
“Sehubungan dengan itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan berupaya mengendalikan inflasi melalui perluasan dan penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNNP), yang berfokus pada meningkatkan produksi pangan, memperkuat kerja sama antar daerah dan stabilisasi harga pangan melalui operasi pasar,” jelasnya.
Pada Desember 2022, harga komoditas naik cukup tinggi menjelang Natal dan Tahun Baru 2023, dimana pendorong utamanya yakni peningkatan harga tiket pesawat, bayam, kangkung, telur ayam ras, dan rokok.
“Untuk mengurangi dampaknya, operasi murah dilakukan di Tanjung Pinang, Batam dan Lingga. Selain itu, pemantauan harga di pasar juga dilaksanakan secara intensif, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru,” paparnya.
Dalam jangka panjang, TPID akan melanjutkan upaya peningkatan kapasitas produksi lokal melalui penguatan kelembagaan nelayan dan petani, perluasan lahan, dan implementasi teknik budidaya yang lebih seperti Program Lipat Ganda dan penerapan integrated farming untuk menekan biaya produksi.
“Selain itu, pemasaran bahan pangan secara online juga diintegrasikan dengan pembayaran secara digital (QRIS) terus didorong untuk efisiensi rantai distribusi,” pungkasnya (leo).