WALIKOTA Batam Muhammad Rudi berharap ada upaya dari sopir Metro Trans untuk memperbaiki pelayanan kepada penumpang.
Misalnya dengan melakukan peremajaan kendaraan. Karena salah satu alasan penumpang memilih taksi online adalah kendaraan yang lebih nyaman.
“Untuk persaingan perlu kesetaraan. Saya pikir perlu peremajaan. Angkotnya ada berapa, 250 unit. Siapa yang mau jadi bos, untuk peremajaan, tinggal bagaimana cara pengembaliannya. Saya ajak Bapak pikir ke situ. Sudah waktunya diremajakan. Coba pikir ke situ,” tuturnya saat berdialog dengan sopir Metro Trans yang melakukan aksi demo di Kantor Walikota Batam, Kamis (8/3).
Tuntutan dari sopir “carry” kawasan Batuaji dalam demo ini adalah penertiban terhadap angkutan umum berbasis aplikasi dalam jaringan (daring) atau taksi online. Para sopir mengaku kesulitan mencari penumpang karena kehadiran mobil plat hitam yang memakai aplikasi online ini.
“Beberapa bulan ini kami sangat diresahkan mobil plat hitam yang mengambil trayek kami,” tutur salah satu sopir.
Menurutnya jumlah mobil Metro Trans Batuaji saja sudah banyak. Bahkan hampir sama banyaknya dengan jumlah penumpang. Bisa dikatakan satu mobil hanya dapat satu penumpang. Para sopir berharap sebelum taksi online ini mendapat izin, jangan dibiarkan beroperasi.
“Bukan kami menolak hadirnya taksi online. Tapi sebelum punya izin alangkah eloknya dilarang dulu,” ujar perwakilan pendemo.
Rudi menjelaskan bahwa persoalan angkutan umum ini sangat kompleks. Aturan sering berubah dan sebagai pemerintah daerah tak bisa mengabaikannya.
“Bukan kita tidak mau tangani. Sangat ruwet. Kalau ada masyarakat merasa tidak pas, kami hanya bisa mengirim. Pusat yang tentukan,” kata Rudi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Yusfa Hendri mengaku sudah berkali-kali menyampaikan ke pengelola aplikasi agar tidak langsung rekrut sopir. Karena secara aturan, yang harus melaksanakannya adalah badan usaha, bukan aplikator seperti Go-Jek, Grab, dan sebagainya.
“Dalam Peraturan Menteri nomor 108 yang mengatur angkutan sewa khusus, termasuk di dalamnya bus pariwisata, angkutan trayek, taksi, angkutan antar jemput, angkutan sekolah, dan sebagainya, badan usaha harus dapat izin usaha angkutan. Aplikator hanya penyedia aplikasi, enggak boleh terima langsung sopir, harus melalui badan usaha,” papar Yusfa.
Dan hasil rapat terakhir di Graha Kepri, berdasarkan kajian Dinas Perhubungan Provinsi Kepri kuota taksi online yang diberikan sementara ini hanya untuk 300 unit. Kajian teknis lebih dalam akan dilakukan oleh konsultan yang ditunjuk melalui proses lelang. Saat ini lelang konsultan sedang berlangsung.
“Kita sampai sekarang terus menangkapi kendaraan online yang lakukan aktivitas pengangkutan penumpang. Tapi kan tidak bisa sembarang tangkap. Baru bisa ditangkap setelah angkut penumpang,” ujarnya.
Menurut Yusfa, penangkapan dilakukan bersama Polisi Lalu Lintas. Kemudian mobil dikandangkan di Kantor DIshub. Sejak November 2017 lalu, sekitar 450 taksi online yang sudah ditangkapi.
“Saran kami kalau nanti ditemukan hal seperti itu, silakan lapor ke pos polisi terdekat, Polantasnya yang akan menangkap. Itu seperti yang dilakukan di daerah lain. Jangan lakukan tindakan sendiri. Kalau kriminalitas, maka jadinya bukan persoalan online pangkalan lagi,” kata dia.