Uang
Proyek Windfarm dan Minerba Dorong Peningkatan Pesanan Kapal di Batam

SEKTOR galangan kapal atau shipyard terus menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Dua tahun terakhir ini, pesanan kapal meningkat pesat karena proyek pengangkutan minerba butuh banyak armada lokal.
Selain itu di luar negeri khususnya China, proyek pembangkit listrik tenaga angin di laut atau windfarm tengah gencar-gencarnya dilakukan, yang membutuhkan banyak kapal untuk membantu proyek konstruksi.
“Di pertengahan 2022, pesanan kapal naik lagi, karena untuk kebutuhan pengangkutan minerba. Pesanannya banyak yang datang secara bersamaan, sehingga sebuah shipyard bisa memproduksi 30 kapal,” kata Ketua Harian Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Novi Hasni, Kamis (12/1) di Sagulung.

Adapun proyek pengangkutan minerba ini banyak berasal dari pihak swasta, dimana bisnis tambang saat ini tengah marak-maraknya di Morowali, Sulawesi Tengah.
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan hasil tambang bahan mineral diolah kembali menjadi bahan baku, membawa dampak positif bagi industri shipyard. Dengan begitu, kebutuhan akan kapal terus meningkat, sehingga pesanan terus datang ke Batam.
Di Indonesia sendiri, 50 persen shipyard berada di Batam, dengan jumlah perusahaan shipyard Batam yang tergabung dalam BSOA sebanyak 60 perusahaan.
Sementara itu, proyek offshore atau kegiatan lepas pantai juga mengalami peningkatan signifikan pasca pandemi Covid-19. “Proyek offshore juga tengah bagus, karena eksplorasi migas tengah naik. Begitu juga dengan windfarm, dimana sekarang di luar negeri tengah fokus mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) sepeti dengan menggunakan angin. Banyak di China dan Taiwan,” paparnya.
Novi mengungkapkan windfarm merupakan pembangkit listrik tenaga angin, yang bentuknya mirip seperti kincir angin, dan dibangun di laut.
“Salah satu yang mengerjakannya itu Saipem, SMOE, Karimun Sembawang dan lainnya. Jadi buat windfarm itu, konstruksinya pakai kapal untuk bawa material, akomodasi pekerja dan dukungan lainnya. Variasi kapalnya lebih banyak, sehingga butuh banyak armada,” tambahnya lagi.
Secara keseluruhan, shipyard di Batam fokus pada kapal-kapal tugboat, tongkang, barge, accomodation barge, tanker dan lainnya.
Sementara itu Ketua Umum BSOA, Robin Pramana mengatakan untuk 2023, pesanan kapal sudah penuh hingga 2024 nanti. Saat ini, pesanan pembuatan kapal memang penuh. Namun, persoalan yang dihadapi oleh shipyard dan juga offshore di Batam yakni kekurangan tenaga kerja ahli.
“Untuk sekarang memang lagi krisis. Kami butuh sekitar 5.000-8.000 orang untuk kegiatan shipyard dan offshore. Kami juga sudah minta bantuan Disnaker setempat untuk bantu cari tenaga kerja,” ungkapnya.
Karena banyak pekerjaan, maka shipyard sangat membutuhkan banyak tenaga kerja, khususnya welder, drafter, fitter dan scaffolder. Semua jenis pekerjaan ini merupakan bagian dari perencanaan pembuatan sebuah kapal (leo).