SASTRAWAN Sapardi Djoko Damono meninggal dunia minggu (19/7) pagi. Ia meninggal dunia di RS EKA BSD sekitar pukul 09.17 WIB.
Meninggalnya sosok sastrawan kebanggaan Indonesia itu meninggalkan duka mendalam bagi para penikmat karya-karyanya.
Beliau dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal-hal sederhana tetapi penuh dengan makna kehidupan.
Hal itu yang membuat karyanya begitu popular di Indonesia, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.
Banyak karya puisi yang dihasilkan almarhum. Kami mengutip 3 di antaranya. Berikut puisi-puisi pak Sapardi tersebut.
1. Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Puisi ini menjadi salah satu karya paling fenomenal ciptaan Sapardi Djoko Damono.
Mengisahkan tentang kesabaran dan ketabahan seseorang.
Kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” bahkan telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa, yakni Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.
2. Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
Lewat puisinya itu, Sapardi Djoko Damono menuturkan alasan mengapa ia masih menulis hingga kini.
Penyair yang lahir dan besar di Surakarta ini seakan menyelipkan wasiat bahwa kita akan kekal bersama tulisan-tulisan yang kita tinggalkan.
Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” itu juga tercatat dalam buku “Hujan Bulan Juni”.
3. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi
“Yang Fana Adalah Waktu” dulunya merupakan judul puisi Sapardi yang termasuk ke dalam kumpulan sajak Perahu Kertas (1983).
Puisi tersebut merupakan seri ketiga dari trilogi buku “Hujan Bulan Juni”.
Dikisahkan tentang hubungan Sarwono dan Pingkan, mereka hanya berkomunikasi menggunakan surel.
(*)