BATAM, yang dikenal sebagai daerah Free Trade Zone (FTZ), masih menghadapi tantangan dalam penerapan konsep tersebut akibat tumpang tindih regulasi yang dikeluarkan oleh kementerian. Banyak aturan yang justru bertentangan dengan tujuan utama FTZ, sehingga menghambat investasi yang sangat dibutuhkan.
Salah satu kendala utama adalah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 2 Tahun 2025, yang menambah lapisan birokrasi dalam proses penetapan hak atas tanah. Sebelumnya, hak atas tanah dapat ditetapkan di tingkat kepala kantor, namun kini harus menunggu persetujuan dari Menteri ATR/BPN, yang memperpanjang waktu dan meningkatkan kompleksitas proses.
Wakil Wali Kota Batam Minta Evaluasi Aturan yang Menghambat FTZ
Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, mengungkapkan keluhannya kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai adanya tumpang tindih dalam regulasi kementerian yang mengganggu penerapan konsep Free Trade Zone (FTZ) di Batam. Dalam pernyataannya pada Kamis (24/4/2025), ia menekankan pentingnya Batam sebagai daerah FTZ dalam menarik investasi di Indonesia.
“Sebagai kota yang ditetapkan sebagai FTZ sejak awal, Batam seharusnya memiliki aturan yang khusus dan jelas. Namun, saat ini, penerapan FTZ terhambat oleh regulasi yang saling bertentangan,” kata Li Claudia.
Dia mencontohkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 2 Tahun 2025, yang ia anggap menambah birokrasi dalam proses penetapan hak atas tanah.
“Dulu, penetapan hak atas tanah bisa dilakukan di tingkat kepala kantor, sekarang harus menunggu persetujuan dari Menteri ATR/BPN,” jelasnya.
Li Claudia juga menyoroti masalah dalam pengajuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang sering kali mempersulit proses investasi. “Banyak aturan yang justru memperlambat pengurusan amdal, padahal seharusnya BP Batam, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, dapat memiliki kewenangan lebih dalam perizinan,” tambahnya.
Dengan pertumbuhan ekonomi Batam yang mencapai 6,9 persen, Li Claudia percaya bahwa penerapan FTZ seharusnya menjadi langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Ia mengingatkan bahwa Batam tidak bisa disamakan dengan daerah lain, dan berharap para menteri dapat menyelaraskan kebijakan mereka dengan visi Presiden Prabowo untuk memajukan ekonomi nasional.
“Jika langkah-langkah strategis diambil, Batam bisa memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tutupnya.
(sus)