Dengan mengakses situs GoWest.ID, anda setuju dengan kebijakan privasi dan ketentuan penggunaannya.
Setuju
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
    ReportaseSimak lebih lanjut
    Pemko Tanjungpinang Jajaki Kerja Sama dengan Lion Air untuk Rute Internasional Via RHF
    2 jam lalu
    Waspada Cuaca Ekstrem di Kepulauan Riau
    2 jam lalu
    Kakek 60 Tahun Divonis 5 Tahun Penjara karena Pencabulan Anak
    2 jam lalu
    Kunjungi Batam, Menteri Luar Negeri Singapura Perkuat Hubungan Investasi
    3 jam lalu
    Perubahan Fungsi Lahan di Batam Penyebab Utama Invasi Monyet Ekor Panjang ke Pemukiman Warga
    11 jam lalu
  • Ragam
    RagamSimak lebih lanjut
    Penyengat Heritage Fest 2025 ; Merajut Warisan Budaya dan Alam
    2 jam lalu
    (Rencana) Incinerator Sampah di Batam
    3 hari lalu
    PORKOT Batam VI Resmi Digelar
    3 hari lalu
    SMAN 27 Resmi Berubah Jadi SMKN 12 Batam
    3 hari lalu
    Rotan Pemukul Bocah
    6 hari lalu
  • Data
    DataSimak lebih lanjut
    3
    Pantai Pelawan, Karimun
    1 minggu lalu
    Pulau Kundur
    1 minggu lalu
    Pulau Karimun Besar
    1 minggu lalu
    Sulaiman Abdullah
    2 minggu lalu
    4
    Belangkas (Kepiting tapal kuda)
    3 minggu lalu
  • Program
    ProgramSimak lebih lanjut
    #Full Hendrik; Pujakesuma di DPRD Batam
    2 bulan lalu
    #ComingSoon Hendrik; Pujakesuma di DPRD Batam
    2 bulan lalu
    #Full Pelayanan Publik BP Batam : Ngobrol Bareng Deputi VI, Ariastuty Sirait
    2 bulan lalu
    Pelayanan Publik BP Batam : Ngobrol Bareng Deputi VI, Ariastuty Sirait #ComingSoon
    2 bulan lalu
    Ngobrol Everywhere | Bicara Pelayanan Umum BP Batam Bersama Ariastuty Sirait
    2 bulan lalu
TELUSUR
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Notifikasi Simak lebih lanjut
Aa
Aa
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
  • Ragam
  • Program
  • Data
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Ikuti Kami
  • Advertorial
© 2025 Indonesia Multimedia GoWest. All Rights Reserved.
In Depth

‘Saat Menanam Pohon Lebih Banyak Bawa Mudarat daripada Manfaat’

Editor Admin 4 tahun lalu 908 disimak

SAAT tanaman jenis Prosopis juliflora baru saja diperkenalkan ke wilayah Baringo di Kenya pada 1980-an, tanaman itu digembar-gemborkan karena manfaatnya bagi komunitas pastoral setempat.

Daftar Isi
Area yang kaya akan keanekaragaman hayatiAntara pengetahuan lokal dan era kolonialismeMelakukan reboisasi dengan benar

Berasal dari dataran kering di Amerika Tengah dan Selatan, semak kayu yang oleh penduduk setempat dikenal dengan nama mathenge, dipromosikan oleh pemerintah Kenya dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB untuk membantu memulihkan lahan kering yang terdegradasi.

“Pada awalnya, mathenge membantu mencegah terjadinya badai debu, menyediakan kayu yang cukup untuk memasak dan konstruksi, serta menyediakan makanan bagi hewan”, kata Simon Choge, seorang peneliti di Institut Penelitian Kehutanan Kenya di Baringo County. Tapi setelah hujan El Nino tahun 1997, banyak hal yang berubah.

© lucidcentral.org

Benih mathenge tersebar luas dan agresif, tanpa ada fauna lokal yang beradaptasi untuk memakan pohon asing itu. Belukar mathenge yang tidak bisa ditembus telah menutupi padang rumput, menggusur keanekaragaman hayati asli dan menipiskan sumber air.

“Kini orang tidak punya mata pencaharian,” kata Choge.

Persediaan air lokal menipis akibat invasi semak mathenge (berwana hijau di foto) di Kenya. © Urus Schaffner, DW Indonesia

Program penanaman pohon skala besar telah digembar-gemborkan sebagai cara yang efektif untuk menarik CO2 dari atmosfer. Namun dalam kasus Baringo terdapat peringatan yang jelas: Terkadang, menanam pohon lebih membawa kerusakan daripada kebaikan.

Sejak zaman kolonial, kesalahpahaman tentang lahan kering dan pengabaian pengetahuan masyarakat lokal telah menyebabkan berbagai spesies pepohonan ditanam di tempat baru, menghancurkan ekosistem endemik dan mata pencaharian penduduk.

Area yang kaya akan keanekaragaman hayati

Lahan kering menutupi permukaan tanah bumi hingga sekitar 40%, sebagian besar terdapat di Afrika dan Asia dan mencakup bioma sabana, padang rumput, semak belukar, dan gurun.

Daerah ini ditandai dengan kelangkaan air, iklim musiman yang ekstrem, dan curah hujan yang tidak bisa diprediksi. Tetapi daerah ini juga kaya akan tumbuhan dan hewan yang secara unik beradaptasi dengan kondisi ekstrem setempat.

Saat ini, daerah kering menjadi tempat tinggal bagi 2,3 miliar orang dan setengah dari hewan ternak di dunia. Hampir separuh dari semua lahan budidaya berada di lahan kering, dan 30% spesies tanaman budidaya berasal dari lahan tersebut. Selama ribuan tahun manusia juga telah beradaptasi dengan lahan kering yang ekstrem.

Vegetasi lahan kering sebenarnya kaya akan tumbuhan dan hewan yang secara unik beradaptasi dengan kondisi lokal. © R. de Haas/AGAMI/blickwinkel/picture alliance

Mereka dapat bertahan hidup dengan belajar mengelola risiko, memanfaatkan variabilitas dan ketidakpastian demi keuntungan mereka, kata Ced Hesse, seorang ahli mata pencaharian daerah lahan kering di Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan yang berada di London.

Antara pengetahuan lokal dan era kolonialisme

Dalam buku berjudul The Arid Lands: History, Power and Knowledge, Diana K. Davis, profesor sejarah di University of California, berpendapat bahwa pengetahuan masyarakat asli secara historis telah diremehkan dan diabaikan karena asumsi era kolonial bahwa lahan kering adalah tanah terlantar dan sebagian besar tidak memiliki pohon akibat aktivitas gembala berlebihan dan penggundulan hutan oleh penduduk setempat.

Davis mengatakan asumsi ini umum di seluruh koloni Prancis dan Inggris – dari Maghreb hingga Afrika Selatan, dari Timur Tengah hingga India – dan digunakan untuk membenarkan program dan kebijakan yang memarjinalkan sejumlah besar masyarakat pribumi.

Di saat bersamaan, asumsi ini membuka jalan bagi penggunaan lahan kering untuk kebutuhan lain seperti untuk pertanian dan konservasi, kata Susanne Vetter, seorang profesor ekologi tumbuhan di Universitas Rhodes di Afrika Selatan.

Dari sinilah penanaman pohon, yang seringnya ditaman dengan spesies asing yang invasif, muncul sebagai solusi untuk masalah di lahan kering.

Biaya lingkungan dari konversi lahan akibat pemikiran ini pun tinggi: degradasi, salinisasi, hilangnya produktivitas dan keanekaragaman hayati, penyebaran spesies invasif dan menipisnya sumber air.

Terlepas dari kemajuan yang dicapai selama puluhan tahun dalam ekologi lahan gersang, kesalahpahaman tentang lahan kering telah sulit untuk diubah dan terus diperkuat oleh pembuat kebijakan, media dan kurikulum pendidikan, kata Ced Hesse di London.

“Banyak masalah di lahan kering berasal dari upaya untuk mengubahnya lewat investasi modal dan teknologi intensif tinggi, menjadi sesuatu yang berbeda dengan sifat asli lahan itu, jadi seperti taman Eden,” kata Hesse.

Melakukan reboisasi dengan benar

Vetter khawatir inilah risiko yang terjadi dengan beberapa inisiatif penanaman massal yang diluncurkan dalam dekade belakangan ini.

Di antaranya, yakni lewat program Bonn Challenge dan the African Forest Landscape Restoration Initiative (AFR100) yang menargetkan negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan yang sebagian besar tertutup sabana dan padang rumput.

“Ada kebutuhan untuk memulihkan hutan di Afrika,” kata Urs Schaffner, kepala pengelolaan ekosistem di CABI Eropa-Swiss, yang bekerja dengan Choge untuk mengelola invasi mathenge di Baringo lewat proyek Woody Weeds.

Namun Schaffner menegaskan bahwa yang terpenting adalah menanam di “tempat yang tepat dan dengan spesies yang tepat.”

Selain itu, yang juga menjadi masalah adalah diremehkannya peran lahan kering dalam mitigasi perubahan iklim.

“Padang rumput yang sehat dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang sama dengan hutan,” kata Schaffner.

Perhatian khusus bagi Vetter dan Schaffner adalah aforestasi, yakni menanam pohon di tempat yang sebelumnya pohon itu tidak pernah tumbuh. Langkah ini dapat merusak tanah seperti yang dilakukan tanaman mathenge di Baringo.

Choge mengatakan mereka berharap dapat membasmi sebagian besar tanaman mathenge dalam waktu 20 tahun, tetapi mengakui tantangannya sangat besar. “Tidak mudah untuk menghilangkannya, tapi kami akan mengupayakannya sebaik mungkin.”

ind:content_author: Kira Walker

Sumber : DW Indonesia 

Kaitan afrika, khas, menanam pohon, Mudarat
Admin 28 Maret 2021 28 Maret 2021
Apa yang anda pikirkan
Suka sekali0
Sedih0
Gembira0
Tal peduli0
Marah0
Masa bodoh0
Geli0
Artikel Sebelumnya ‘SIPERANTARA’, Ojol Hasil Kreatifitas Anak Batam
Artikel Selanjutnya #BatamBukanKotaPlastik | ‘SURVEI PRODUKSI’

APA YANG BARU?

Penyengat Heritage Fest 2025 ; Merajut Warisan Budaya dan Alam
Budaya 2 jam lalu 55 disimak
Pemko Tanjungpinang Jajaki Kerja Sama dengan Lion Air untuk Rute Internasional Via RHF
Artikel 2 jam lalu 59 disimak
Waspada Cuaca Ekstrem di Kepulauan Riau
Artikel 2 jam lalu 56 disimak
Kakek 60 Tahun Divonis 5 Tahun Penjara karena Pencabulan Anak
Artikel 2 jam lalu 52 disimak
Kunjungi Batam, Menteri Luar Negeri Singapura Perkuat Hubungan Investasi
Artikel 3 jam lalu 58 disimak

POPULER PEKAN INI

Bea Cukai Batam Gagalkan Penyelundupan Pasir Timah ke Thailand
Artikel 5 hari lalu 1.2k disimak
Rotan Pemukul Bocah
Catatan Netizen 6 hari lalu 633 disimak
Harapan Transparansi dalam Perubahan Aturan Kawasan Perdagangan Bebas Batam
In Depth 6 hari lalu 421 disimak
(Rencana) Incinerator Sampah di Batam
Catatan Netizen 3 hari lalu 397 disimak
Rapat Paripurna Perubahan APBD dan Perda Lingkungan Hidup di Batam
Artikel 2 hari lalu 387 disimak
- Pariwara -
Ad imageAd image
about us

Kami berusaha menjadi CITIZEN yang netral dan objektif dalam menyampaikan pandangan serta pikiran tentang apapun di dunia ini.

  • Privacy Policy
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
Ikuti Kami
© Indonesia Multimedia GoWest 2025. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?