DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (7/12).
“Selanjutnya kami menanyakan kepada setiap fraksi-fraksi lain apakah RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang?” tanya Pimpinan Rapat Paripurna sekaligus Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, Selasa (7/12).
“Setuju,” jawab anggota legislatif.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, selaku perwakilan pemerintah menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas persetujuan Rapat Paripurna DPR agar RUU HKPD bisa menjadi UU.
Ia menekankan aturan ini akan mengoptimalkan pengelolaan keuangan di daerah yang masih memiliki sejumlah kekurangan pada saat ini. Misalnya, penggunaan dana alokasi umum (DAU) dari total transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang masih didominasi untuk belanja pegawai.
Selain itu, kata Sri Mulyani, peran daerah masih minim dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), di mana porsi PAD masih di kisaran 24,7 persen dari APBD dalam beberapa tahun terakhir.
Kekurangan lain terlihat dari belanja daerah yang belum fokus dan belum efisien, di mana terdapat 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan. Begitu juga dengan pola eksekusi APBD yang selalu tertumpuk di kuartal IV sehingga mendorong munculnya dana mengendap di daerah.
Padahal, pemerintah selalu meningkatkan aliran TKDD ke daerah. Tercatat, alokasi TKDD sebesar Rp528 triliun pada 2013, lalu meningkat menjadi Rp795 trilun pada 2021.
“Tapi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal oleh daerah,” kata Ani, sapaan akrabnya pada kesempatan yang sama.
Untuk itu, sambungnya, pemerintah mengeluarkan RUU HKPD agar pengelolaan keuangan daerah bisa lebih optimal dan efisiensi. Namun, hal ini bukan bermaksud resentralisasi pengelolaan di pusat.
Kendati begitu, pengesahan RUU HKPD tetap mendapat penolakan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Angota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Ahmad Junaidi Auly, menyatakan penolakan muncul karena sejumlah kepala daerah sejatinya turut menolak RUU ini.
“Fraksi PKS menyampaikan terjadi banyak penolakan dari kepala daerah atau pemda baik pemerintah provinsi, kabupaten, maupun kota atas RUU HKPD ini,” ujar Ahmad.
PKS menilai semangat otonomi daerah tidak terlihat dalam RUU HKPD karena cenderung memperkuat resentralisasi oleh pemerintah pusat. Sebab, pemerintah kerap memaksa daerah untuk menjalankan proyek strategis nasional (PSN) ke daerah.
“Inovasi pengelolaan fiskal dalam rangka pembangunan keuangan daerah dikebiri dengan banyaknya program pembangunan yang harus disetir atas nama program strategis nasional. Padahal faktanya, tidak semua program strategis nasional sejalan dengan kebutuhan daerah,” terangnya.
(*)
sumber: CNN Indonesia