Hubungi kami di

Uang

Keterangan Sri Mulyani Soal Hutang Indonesia

Terbit

|

Ilustrasi

INFORMASI tentang catatan utang pemerintah Indonesia yang sudah menembus angka Rp 4.000 triliun ramai menjadi pembahasan berbagai kalangan belakangan ini.

Banyak yang khawatir hal tersebut bakal mengganggu kedaulatan negara.

Ada juga yang optimistis utang yang ditarik pemerintah masih produktif.

Di tengah polemik tersebut, menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya angkat bicara memberikan penjelasan lengkap soal utang pemerintah tersebut.

Penjelasan menteri Keuangan Sri Mulyani selengkapnya seperti dikutip dari keterangan tertulis Kementerian Keuangan, Jumat (23/3/2018) seperti berikut ini :

1. Perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan terakhir sungguh luar biasa. Dikatakan luar biasa dikarenakan isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya. Perhatian elit politik, ekonom dan masyarakat terhadap utang tentu sangat berguna bagi Menteri Keuangan selaku Pengelola Keuangan Negara untuk terus menjaga kewaspadaan, agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan.

Namun kita perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif. Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun.

2. Mari kita mendudukkan masalah utang dalam konteks seluruh kebijakan ekonomi dan keuangan negara, karena utang adalah salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Utang bukan merupakan tujuan dan bukan pula satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan Pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan.

BACA JUGA :  Video Wawancara Anji Bersama Hadi Pranoto Dihapus Youtube

Dengan demikian kita melihat masalah dengan lengkap dan proporsional. Misalnya sisi aset yang merupakan akumulasi hasil dari hasil belanja Pemerintah pada masa-masa sebelumnya. Nilai aset tahun 2016 (audit BPK) adalah sebesar Rp5.456,88 triliun. Nilai ini masih belum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lainnya.

Hasil revaluasi aset tahun 2017 terhadap sekitar 40% aset negara menunjukkan bahwa nilai aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239% dari Rp781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun, atau kenaikan sebesar Rp 1.867 triliun. Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh BPK untuk tahun laporan 2017. Kenaikan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang, karena kekayaan negara merupakan pemupukan aset setiap tahun termasuk yang berasal dari utang.

3. Mereka yang membandingkan jumlah nominal utang dengan belanja modal atau bahkan dengan belanja infrastruktur juga kurang memahami dua hal. Pertama, belanja modal tidak seluruhnya berada di Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dana transfer ke daerah yang meningkat sangat besar, dari Rp 573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 766,2 triliun pada 2018, sebagian yaitu sebesar 25% diharuskan merupakan belanja modal, meski belum semua Pemerintah Daerah mematuhinya. Kedua, dalam kategori belanja infrastruktur, tidak seluruhnya merupakan belanja modal, karena untuk dapat membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang.

BACA JUGA :  Google dan Apple Hapus ToTok?

Oleh karena itu, pernyataan bahwa ‘tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya’ adalah kesimpulan yang salah. Ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis “soft infrastructure” yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian. Belanja institusi ini dimasukkan dalam kategori belanja barang dalam APBN kita.

4. Selain melihat neraca, dalam melihat utang perlu juga melihat keseluruhan APBN dan keseluruhan perekonomian. Bila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto, defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan (jauh) dibawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. Defisit APBN tahun 2016 yang sempat dikhawatirkan akan melebihi 3% PDB, dikendalikan dengan pemotongan belanja secara drastis hingga mencapai Rp167 triliun. Langkah tersebut telah menyebabkan sedikit perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Demikian juga tahun 2017, defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2.92% PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2,5%. Tahun 2018 ini target defisit Pemerintah kembali menurun menjadi 2.19% PDB. Pada kurun 2005-2010, saat masa saya menjabat Menteri Keuangan sebelum ini, Indonesia berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 47% ke 26%, suatu pencapaian yang sangat baik, dan APBN Indonesia menjadi semakin sehat, meski jumlah nominal utang tetap mengalami kenaikan.

 

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Sebaran

Facebook